16 Februari 2017

Puisi-puisi Panda MT Siallagan


Ornamen cicak dan adop-adop.

Lahir

Bertahun-tahun ia bertanya, pergi ke mana
airmata yang dulu sering melintas
pada masa kecilnya. Dan bertahun-tahun
ia tak menemukan kabar hingga ia pergi
meninggalkan rumah dan sebuah pesan
di palang pintu: tak ada ruang untuk tangisan.

Lalu bertahun-tahun ia mengembara mencari doa
yang pergi dari masa kecilnya. Bertahun-tahun ia
tak menemukan doa hingga akhirnya bertapa
di sebuah rumah dan memalang pintu
dengan sebuah pesan: doa sudah hijrah.

Dan di relung semedi, sungai mengalir dari matanya,
melarung daun-daun yang ia kenal pada masa kecil,
melarung nafas bapa-ibu dari tepian pemandian.
Ia sesenggukan, "Tuhan, terimakasih
untuk lingkaran ini," katanya.

Sejak itu, ia bahagia membayangkan tahun-tahun
akan berlangsung dibasuh airmata, 
digulung doa-doa.

Pematangsiantar, 2016

Kembali

Seekor cicak melompat dari rak buku,
terhempas ke lantai,
dan lari terseok-seok
menyeret luka ke balik lemari buku.
Dan terdengar ketukan ganjil di pintu,
seperti bunyi cicak menelan sepi.
Seorang penyair keluar dari mimpi,
beranjak membuka pintu. Klek.

Di luar, malam telentang tanpa beban,
terhampar tanpa teman. Tak sesiapa sedang datang.
Penyair menutup pintu. Klek.
Dan kembali berbaring meniduri mimpi.

Tapi terdengar lagi bunyi celepuk di tepi ranjang,
membuat penyair itu benar-benar terjaga.
Seekor cicak tersadai.
Pintu rak terbuka, sebuah buku tergeletak di lantai.
"Siapakah yang ingin mencuri kata-kata," gumamnya.

Matanya masih berat digenggam kantuk.
Setengah sadar, ia buka pintu rak,
matanya terhenyak,
merayap dari buku ke buku.
Cicak-cicak tersentak,
berlarian dari celah buku-buku,
seolah merayu hatinya
membaca lagi sajak-sajak.

Ia raih sebuah buku. Ia baca judulnya: buku mati kesepian.
Dan seekor cicak melompat saat lembar pertama disibak,
penyair itu pingsan.

Di dalam mimpi, ia membuka pintu. Klek.
Lalu pergi setelah doa pendek
melompat dari mulutnya,
"Maafkan aku, buku-buku yang baik.
Hidup masih membutuhkanku."

Pematangsiantar, 2016

Bagikan:

06 Februari 2017

Pram, Sang Legenda Anak Semua Bangsa


SolupL - Senin 6 Februari 2017, halaman mesin pencari Google di Indonesia memampangkan ilustrasi seorang pria berambut putih, berkacamata, dan berkaus. Pria itu tampak sedang mengetik di mesin tik manual zaman dahulu.
Google Noodle Pram.

Dialah Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar Indonesia kelahiran 6 Februari 1925. Google Doodle menjadi penghargaan ulang tahun ke-92 baginya, meski sastrawan telah wafat 31 April 2006 silam.

Pram, sapaan akrabnya, kerap melakukan kritik kepada penguasa melalui tulisan, sehingga ia keluar masuk tahanan. Pram telah melahirkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam 41 bahasa asing. Pram kerap menyebut karyanya sebagai anak.

Pram menerbitkan 4 novel tersebut secara bertahap pada 1980-1988. Namun penerbitan tidak berjalan mulus karena larangan dari Kejaksaan Agung karena novel itu dianggap mengandung pesan Marxisme-Leninisme. Sebelum diterbitkan, cerita tersebut terlebih dahulu disingkapkan secara lisan pada rekan-rekannya selama berada di tahanan saat diasingkan di Pulau Buru pada 1965-1979.

Dengan alat yang terbatas ia mulai menceritakan jilid pertamanya yaitu Bumi Manusia kepada para tahanan. Dan 2 tahun kemudian baru ia dapat melanjutkan menulis ketika beberapa tahanan memberikan mesin tik tua kepadanya.

Dalam berkarya, Pram sendiri menaruh harapan untuk Nobel. Pram sempat bergurau pada adiknya, Koesalah Soebagyo Toermengenai bahwa ia akan mendapatkan Nobel di tahun 2004. Kejadian tersebut diceritakaan Koesalah dalam buku Pramoedya Ananta Toer dari Dekat Sekali: Catatan Pribadi Koesalah Soebagyo Toer.

Tahun 2005. Pram juga disebut-sebut kembali masuk kandidat penerima Nobel Sastra. Namun ternyata penghargaan tersebut gagal lagi didgenggamnya. Sejumlah isu pun muncul menanggapi kegagalan Pram. Diantaranya adalah penerjemahan karya Pram ke bahasa Inggris yang buruk. Sehingga kesusasteraannya berkurang.

Tetralogi Buru bahkan memiliki nama internasional, The Buru Quartet. Penerjemah buku Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa merupakan pegawai Kedubes Australia di Jakarta. Ia dikembalikan ke negara asalnya karena sudah menerjemahkan kedua buku karya Pram.

Selain karyanya, ada kutipan paling dikenal dari Pramoedya Ananta Toer dan kini melegenda, berikut antara lain:

- Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan.
 
- Dengan ilmu pengetahuan modern, binatang buas akan menjadi lebih buas, dan manusia keji akan semakin keji. Tapi jangan dilupakan, dengan ilmu-pengetahuan modern binatang-binatang yang sebuas-buasnya juga bisa ditundukkan.

- Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.

- Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.

- Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai.
(berbagai sumber/int)

Bagikan: