28 September 2016

Ulos Harus Dijadikan Warisan Kebudayaan Dunia


Ulos.
Masyarakat Sumatera Utara (Sumut) khususnya orang Batak, harus berbangga dan ikut mendorong promosi ulos sebagai kekayaan budaya. Sebab, ulos akan segera dinobatkan menjadi warisan kebudayaan dunia asli Indonesia.

Harapan itu terungkap melalui Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto saat menerima Panitia Pameran Ulos Nasional di ruang kerjanya, Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu 28 September 2016.

Setelah audiensi itu, Agus mengatakan bahwa kedatangan panitia tersebut bertujuan menyampaikan undangan kepada dirinya.

“Mereka ingin melaksanakan pameran ulos di Medan tanggal 17. Diundang, kalau ga berbenturan, Insya Allah saya datang,” katanya.

Meski belum bisa memastikan hadir pada acara pameran ulos dimaksud, Agus meyakinkan bahwa dia akan berusaha untuk mendeklarisakan ulos sebagai salah satu kekayaan budaya milik Indonesia di mata dunia. “Nanti saya akan hubungi Ketua Komisi X, ada hal semacam ini harus didorong, agar ulos jadi warisan budaya dunia,” tegasnya.

Agus ingin meminta Komisi X untuk terus mendorong Kementerian Kebudayaan agar mereka terus memperjuangkan ulos dinobatkan menjadi salah satu warisan kebudayaan dunia asli Indonesia.

Tidak hanya ulos, Agus juga berkeinginan  menjadikan beberapa jenis tenun ikat asli Indonesia menjadi salah satu warisan dunia. (bbs/int)
Bagikan:

Buku Puisi 2016 Halaman, 216 Penyair, Diluncurkan 12 Oktober


Puncak perayaan Hari Puisi Indonesia 2016 akan diwarnai dengan peluncuran buku puisi tertebal di Indonesia. Buku bertajuk “Matahari Cinta, Samudra Kata” akan diluncurkan pada Malam Anugerah Hari Puisi Indonesia di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 12 Oktober 2016.
Rida K Liamsi.
Antologi puisi yang disusun penyair Rida K Liamsi itu tebalnya 2016 halaman dan memuat karya dari 216 penyair dari berbagai daerah di Indonesia. "Penyair tertua yang puisinya ikut di antaologi ini 80 tahun sementara yang termuda 14 tahun,” kata Rida K Liamsi yang juga insiator sekaligus salah seorang deklarator Hari Puisi Indonesia.

Menurut Rida, tebal buku 2016 halaman itu menandakan HPI tahun 2016. "Itu belum termasuk halaman i," ujarnya lagi.

Penerbitan buku itu untuk menandakan puncak Hari Puisi Indonesia yang diadakan pada 11-12 Oktober 2016 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Selain buku itu, panitia juga menerbitkan puisi-puisi yang muncul di rubrik puisi Harian Indopos. Seperti diketahui, Indopos adalah sponsor utama kegiatan ini.

Ketua Panitia Asrizal Nur berharap para penyair yang puisinya dimuat bisa hadir di acara HPI. "Bagi penyair yang puisinya dimuat dan datang pada peluncuran akan mendapatkan dua buku," ujar Asrizal. Adapun penyair yang tidak hadir akan mendapat satu buku.

Panitia juga mengharapkan para sastrawan, seniman dan peminat sastra turut memeriahkan acara ini. Bagi yang memerlukan undangan, untuk keperluan izin dari kantor, sekolah, dan lainnya,  bisa menghubungi Asrizal Nur dan Sekretaris Panitia HPI 2016 Mustafa Ismail atau lewat Facebok Hari Puisi 2016.

Sekretaris Panitia HPI Mustafa Ismail menambahkan panitia sedang merampungkan mengirim undangan satu persatu ke para penyair. "Kami memprioritaskan mengirimkan duluan untuk penyair luar Jakarta agar bisa bersiap lebih awal untuk hadir. Penyair Jakarta dan sekitarnya menyusul," ujar MI, begitu ia disapa.

Selain buku puisi, Puncak HPI 2016 akan ditandai dengan pemberian Anugerah Hari Puisi Indonesia 2016 kepada satu penyair pemilik buku kumpulan puisi terbaik dan lima buku puisi pilihan. Total hadiahnya Rp 100 juta.

Hingga akhir pekan lalu, sudah ada 123 judul buku puisi yang masuk. "Namun ada beberapa yang tidak cukup syarat, misalnya hanya mengirimkan satu eksemplar buku puisi. Padahal harusnya kan lima. Tapi mereka sudah dikabari agar melengkapi syaratnya," kata Nel Sukini, Kordinator Sayembara Buku Puisi HPI 2016.

Ketua Yayasan Hari Puisi Maman S Mahayana menambahkan bahwa puncak Hari Puisi Indonesia 2016 ini juga akan diisi dengan panggung apresiasi puisi, dikusi, pidato kebudayaan, pembacaan puisi oleh para pejabat negara, duta besar, dan tokoh masyarakat. "Pak Jusuf Kalla juga dijadwalkan untuk membaca puisi. Kami terus berkomunikasi dengan pihak Sekretariat Wakil Presiden," ujar Maman. (**int)

Berikut nama-nama 216 Penyair yang puisinya masuk buku:

A.
1. Abdul Kadir Ibrahim
2. Abdul Wachid B.S.
3. Abu Akhwan
4. Ace Sumanta
5. Acep Zamzam Noor
6. Ade Novi
7. Adi Prasatyo
8. Aditya Dwi Yoga
9. Ahmad Ijazi Hasbullah
10. Ahmadun Yosi Herfanda
11. Ahmad Zaini
12. Alma Aulia
13. Almukhlis
14. Alex R. Nainggolan
15. Anisa Afzal
16. Anisa Isti
17. Anwar Putra Bayu
18. Arini Airiaririn
19. Aris Abeba
20. Aris Kurniawan
21. Asril Koto
22. A Slamet Widodo
23. Aspar Paturusi
24. Asrizal Nur
25. Ayu Cipta
26. Ayu Fransiska
B.
27. Bagus Styoko Purwo
28. Bambang Widiatmoko
29. Barozi Alaika
30. Betta Anugrah Setiani
31. Budhi Santoso
32. Budhi Setyawan
C.
33. Chavchay Syaifullah
34. Cikie Wahab
D.
35. D Kemalawati
36. Dede Supendi
37. Dedi Mulyadi
38. Dedi Saputra
39. Dedy Tri Riyadi
40. Della Red Pradipta
41. Dewandaru Ibrahim S
42. Dheni Kurnia
43. DG. Kumarsana
44. Dian Hartati
45. Dian Rusdiana
46. Dianing Widya
47. Dody Kristianto
48. Doddi Ahmad Fauji
E.
49. Eddie MNS Soemanto
50. Eddy Pramduane
51. Eddy Pranata PNP
52. Edo Pratamadani
53. Eka Budianta
54. Endang Supriadi
55. Ewith Bahar
F.
56. Fajar Chaidir Qurrota A’yun
57. Fakhrunnas Ma Jabbar
58. Fatih Muftih
59. Fauzan Akbar Fasha
60. Fatin Hamama Rijal Syam
61. Febria Zela Syabilla
62. Fedly Azis
63. Fikar W.Eda
64. Fileski
65. Firdaus Akmal
66. Fitrah Anugerah
G.
67. Galeh Pramudianto
68. Galih Pandu Adi
69. Gantari Yasa
70. Genkidama Hendi
71. Gus tf
H.
72. H. Rusli Marzuki Saria
73. H. Shobir Poer
74. Hadi Sastra
75. Hang Kafrawi
76. Harko Transept
77. Harfan Min Kitabillah
78. Hasan Aspahani
79. Hasan Bisri BFC
80. Hasan Al Banna
81. Hasmiruddin Lahatin Aisyah
82. Hasta Indriyana
83. Hayyul Mb
84. Hendrik Efriyadi
85. Hendromasto Prasetyo
86. Herlela Ningsih
87. Herman RN
88. Hermawan
89. Heru Antoni
90. Heru Untung Leksono
91. Hilda Fauziah
92. Hoesnizar Hood
93. Humam S. Chudori
94. Husnu Abadi
I
95. Igun Prabu
96. Iman Sembada
97. Irawan Sandhya Wiraatmaja
98. Irna Novia Damayanti
99. Irpan Rispandi
100. Irwan Sofwan
101. Irwanto Rawi Al Mudin
102. Isbedy Stiawan ZS
103. Ivo Trias J
104. Iwan B Setiawan
105. Iyut Fitra
J
106. Jack Efendi
107. Jamal T. Suryanata
108. Jefry AL Malay
109. Jim B Aditya
110. Jimmy S Johansyah
111. Joko Sucipto
112. Jose Rizal Manua
113. Julia Hartini
114. Juftazani
115. Jumari HS
K
116. Kazzaini K
117. Ketut Syahruwardi A
118. Kristopel Bili
119. Kunni Masrohanti
120. Kurnia Effendi
L
121. Larasati Sahara
122. Lailiyati
123. Leginah
124. Lianawati Widyan Safitri
125. Lukman A Salendra
M
126. M. Anton Sulistyo
127. Mahdi Idris
128. Maman S Mahayana
129. Mauliediyaa Yassin
130. M. Arfani Budiman
131. May Moon Nasution
132. Melati Purwakarta
133. M Helmy Prasetya
134. M. Febriyadi
135. Micky Hidayat
136. Mohammad Arfan
137. Mosthamir Thalib
138. Muhammad Asqalani eNeSTe
139. Muhammad Husein Heikal
140. Muhammad Lutfi
141. Mukti Sutarman Espe
142. Muhammad Rois Rinaldi
143. Murparsaulian i
144. Muslih Marju
145. Mustafa Ismail
N
146. Narudin
147. Nastain Achmad
148. Nanang Suryadi
149. Nduk Win
150. Nevatuhella
151. Ngudi Pratomo Bangun
152. Nining N.H
153. Nissa Rengganis
154. Ni Wayan Idayati
155. Ni Wayan Eka Pranita Dewi
P
156. Panda MT Siallagan
157. Pilo Poly
158. Puguh Tjahjono Sadari
Q
159. Qori Islami Aris
R
160. Ramayani
161. Rara Gendis Danerek
162. Ramon Damora
163. Rendra Setyadiharja
164. Rida K Liamsi
165. Ridwan Ch. Madris
166. Rini Intama
167. Riki Utomi
168. Rissari Yayuk, M.Pd
169. Robby Jannatan
170. Roz Zaky
171. Rudy Ramdani Aliruda
S
172. Saiful Bahri
173. Salman Yoga S
174. Seruni Unie
175. Sihar Ramses Simatupang
176. Siska Yuniati
177. Siti Sarah
178. Soeryadarma Isman
179. Soni Farid Maulana
180. SPN.Marhalim Zaini
181. Sri Wintala Achmad
182. Sulaiman Juned
183. Sule Subaweh
184. Syaukani Al Karim
185. Syarifuddin Arifin
186. Syafruddin Saleh Sai Gergaji
T
187. Tarmizi (rumahhitam)
188. Taufik Effendi Aria
189. Taufik Ikram Jamil
190. Temul Amsal
191. Teja Alhabd
192. Tengsoe Tjahjono
193. Thomas Budi Santoso
194. Tien Marni
195. Tulus Wijanarko
196. Tuti Alawiyah
U
197. Uki Bayu Sedjati
198. Umar Hanafi
199. Utia Mufliha
W
200. Wannofri Samry
201. Warih Wisatsana
202. Wayan Jengki Sunarta
203. Weni Suryandari
204. Willy Fahmy Agiska
Y
205. Yahya Andi Saputra
206. Yanwi Mudrikah
207. Yeyen Kiram
208. Yoan Sutrisna Nugraha
209. Yoserizal Zen
210. Yurnaldi
211. Yusrizal KW
Z
212. Zainal Anbiya
213. Zaki Ef
214. Zelfeni Wimra
215. Zul Adrian Azizam
216. Zuliana Ibrahim

(***)

Bagikan:

27 September 2016

Sebab Tubuhmu Bau Surga di Jantungku

Puisi-puisi Panda MT Siallagan

Ilustrasi.
Di Jalan, Doaku Remuk Digilas Langkah-langkah Kaki

Karena debu, deru dan asap dari cerobong kapitalisme selalu mengirim iblis ke dadaku, maka kubangun doa di sekujur tubuh. Menghalau mimpi buruk dari pintu rumahku bernama proletar.

KUcatat kesabaran di setiap trotoar, memahat tawakal di sudut-sudut kota. Dan nafasku menjadi akrab dengan larat yang memanjang di dalam detik-detik yang diam.

Karena waktu, manusia dan zaman selalu menanam iblis dalam adanya di kota ini. Kubungkus tubuhku dengan doa-doa, tapi derap-derap kekejaman menggilas doaku hingga remuk.

2003

Cerita dari Kloset

Jongkok aku di sini, entah untuk kematian atau demi kelangsungan hidup. Terdengar aroma politik dari mulut pembaca berita di televisi tetangga. Gumamku: bedakah aroma kotoran dengan aroma politik yang bau itu?

Dan kesadaran kita seperti direbus dalam iklan, film, berita dan liukan pantat multifungsi, menggelitik birahi dan menggali liang iblis. Tempat nurani kita dikuburkan, dan kita bersemedi di kloset merayakan kotoran.

Jongkok aku di sini, merumuskan petuah bagi bangsa: mari kita buang kotoran sebab itu nikmat, duduk berjongkok di kloset sambil merokok.

2003

Kesunyian Menggali Kuburan di Dada Kami

Kami menjahit langit di hati kami, sebab atap rumah adalah mimpi yang sejak lama telah terbelah.

Kami biarkan bintang menghinggapi kami. Malam kami pasrahkan meniduri kami. Kami menggelar asa di emperan toko-toko.

Kami jahit dingin di tubuh kami, sebab bantal dan kasur adalah milik peri, tersimpan menggali kuburan di dada kami.


2003

Sebab Tubuhmu Bau Surga di Jantungku

Kita bertemu di langit biru, ketika angin terasa surga di musim dingin. Saling menyapa kita di dalam kabut, ketika matahari terasa surga di musim dingin.

Tubuhku masuk ke dalam matamu. Nyawamu mengalir di urat nadiku. Hatiku tertanam di dadamu. Hidupku terkubur di dalam jiwamu.

Dan usia menjelma jadi keriangan, sebab tubuhmu bau surga di jantungku.

2003

Dari Debu, Aku Membangun Jembatan

Karena kita sudah lelah sepanjang perih, kau pergi melayari langit yang dilukis awan jadi jurang-jurang pilu di dadaku. Da kau titipkan angin yang berdarah dalam nafasku.

Tapi aku tak ingin sepi sendiri. Di dalam angin yang menanam duri di halamannya, kubangun jembatan dari debu-debu, menyatukan bukit-bukit tempatmu bersembunyi.

Dengan tiba di situ, benarkah kau yang meninggalkan aku? Sebab aku selalu jatuh ke lembah itu, merenangi dosa-dosaku.

2003

* Puisi-puisi ini terbit di Riau Pos, 31 Agustus 2003

Bagikan:

25 September 2016

Rindu yang Tumbuh dalam Gerimis


Puisi-puisi Panda MT Siallagan

Rindu yang Tumbuh dalam Gerimis

Akhirnya gerimis merimba juga
di hatiku yang berkabut. Derai
rambutmu menjadi samar kudengar
sebab angin begitu menggigil
seperti tangan beethoven datang
mengelus dengan nada-nada ajaib

kau menari-nari di situ
memahat senyum pada rinai gerimis
tapi aku gagal membaca tubuhmu
kabut menyembunyikan kau di rimba
gerimis yang tubuh di hatiku

2003 



Rembulan Pecah di Dada Kami

Kami peram rembulan di dada kami
sebab malam menyuruh iblis
mengeratnya. kami ingin
rembulan bahagia
menikah dengan kekudusan
yang tubuh subur di dada kami

tapi iblis sigap masuk ke dada kami
menanam petir dari doa yang patah
merakit gempa dari shalat yang remuk
rembulan pecah di dada kami

2003

Kami Menjahit Luka dari Mimpi yang Terkoyak

Kami jahit luka menjadi layar
agar mimpi yang terkoyak
berkibar lagi. dan kami
melanjutkan pengembaraan di
laut perjuangan yang patah

kami jahit luka menjadi sayap
agar mimpi yang terkoyak
berkibar lagi. dan kami
terbang membelah angkasa
meninggalkan lembah yang papa
di jalan kami yang perih

kami jahit luka menajadi cahaya
agar mimpi yang terkoyak
bersinar lagi. dan kami
berlari menuju muasal
negeri bermarwah sarat asa

2003

Di Dalam Mimpi Asa Kami Selalu Remuk

karena rumah kami
telah terbang menjadi kabut
tanah kami melayang jadi angin
dan kampung kami
pecah jadi gerimis
kami berlari menyeberangi luka
tidur di kamar
yang ditumbuhi matahari

tapi di situ
cahaya memaku dukacita
ke dalam batang-batang mimpi kami
merakit keranda
dari luka yang kesepian
dan asa kami
digiring menuju kuburan

dan ketika bangun
segala milik kami telah pecah
menjelma kehampaan

2003

* Puisi-puisi ini terbit pertama kali di Riau Pos, 31 Agustus 2003
Bagikan:

22 September 2016

21 September 2016

Dari Manuskrip Luka


Puisi-puisi Panda MT Siallagan 

Ilustrasi.

Memaknai Dua Musim

Dari kemarau yang parau, selalu kita berangkatkan harap menjemput hujan. Tetapi ketika bunga-bunga busuk direndam airmata, kita desahkan juga perih dari sesal luka. Kapan kita mampu membaca setiap aroma perjalanan?

Seperti percakapan-percapakan yang selalu hadir, keluh kesah itu tetap saja menyisakan tanya, untuk kita eja di atas buih-buih alkohol, pada batang-batang rokok yang pasrah jadi abu, juga ampas kopi yang menandai batas nikmat: hidup yang berujung pada gelap harap.

Santai sajalah, mari kita baca kemarau dalam renjis gerimis. Mari kita dekap hujan dalam sengat kemarau, bukankah sajak telah berulang-ulang dicipta? Bukankah kita besar dan suka dan duka?

2003

Dari Manuskrip Luka

Di atas manuskrip yang kau lukisi luka itu, darahku tumbuh jadi mawar. Para bidadari yang merindui aroma sajak, menari bersama kupu-kupu di antara warna-warna. Gerakan mereka mengalirkan jiwamu ke tahajud abadi. Maka menjelmalah luka jadi firman, sebab telah kau maknai kepedihan dengan bahasa senyum.

2003

Suara Penyair

Aku telah membakar tubuhku dengan api kata, tapi kau sebut di jemariku masih tumbuh mawar. Telah melepuh mataku oleh bara kalimat, tapi selalu kau lihat sungai jernih memantulkan bulan di situ.

Aku telah memanggang jiwaku dengan sajak-sajak, tapi kau bilang di dalamnya masih terbentang hutan hijau. Telah menjadi arang jantungku oleh syair-syair, tapi selalu kau dengar kesucian berdenyut di situ.

Kapan kau paham makna kepedihan?

2003

Menapaki Laut

Selalu kurakit alismu jadi lancang
di atas laut
sebab degupku
selalu rindu mengunjungimu
di seberang pulau

2003

* Puisi-puisi ini pertama kali dimuat di Riau Pos, 25 Januari 2004

Bagikan:

19 September 2016

Makna Filosofis Pohulpohul dan Dolungdolung


Selain memiliki makanan tradisional, orang Batak juga memiliki jajanan khas yang hingga kini masih bisa dinikmati. Dari ragam jajanan khas itu, dolungdolung dan pohulpohul merupakan jenis yang termasuk populer. Kedua jajanan ini sebenarnya masuk kategori lampet dengan penamaan yang lebih spesifik. (Baca: Ragam Jajanan Khas dari Tanah Batak).

Dolungdolung
Dalam konteks budaya dan adat istiadat, kedua jajanan Batak ini tidak semata-mata hanya kudapan, tapi memiliki makna filosofis yang sangat kuat dan penuh makna bagi kehidupan. Itulah sebabnya mengapa jajanan ini sering ditemukan dalam acara dan pesta-pesta adat, dan sering dibawa sebagai oleh-oleh bersama makanan lain ketika berkunjung rumah keluarga atau kerabat.

* Makna filosofis dolungdolung adalah sebagai berikut:

Dolungdolung bentuknya bulat dan liat. Bentuk itu merupakan hati dan jiwa yang bulat (tekad bulat) dalam suatu kegiatan, pesta ataupun acara-acara adat. Jika kita membawa dolungdolung ke rumah kerabat, itu berarti kita datang dengan hati yang bulat, satu pikiran, satu persepsi, dan satu cita-cita dalam menghadapi apapun pada saat ini dan di kemudian hari.

* Sedangkan makna filosofis pohulpohul adalah sebagai berikut:

Ketika membuat kue pohulpohul, kita akan menggenggam itak (bahan pohulpohul dari tepung beras) dan menekannya kuat-kuat. Dengan demikian, kue itu berbentuk serupa genggaman tangan, lengkap dengan bekas kelima jemari tangan.

Maknanya adalah: meskipun kita merasa tertekan, terjepit atau kesusahan dalam suatu pesta atau kegiatan adat mulai dari perencanaan hingga acara selesai, tapi semua itu baik dan bertujuan mempererat kekerabatan dan jalinan kasih sayang, persis seperti pohulpohul yang menjadi utuh karena ditekan genggaman tangan.

Bekas 5 jari pada pohulpohul juga disimbolkan sebagai konsep 5 waktu dalam tradisi Batak yang disebut hatiha silima, yaitu: 1. Manogot 2. Pangului 3. Hos Ari 4. Guling Ari 5. Bot Ari. (Baca: Konsep Waktu Menurut Batak, Bermula dari Pohon Beringin)

Selain itu, lima jari-jari menjadi simbol tentang rasa manusiawi setiap orang yang terbentuk dari panca indera, yaitu: 1. Parnidaan (penglihatan) 2. Parbinegean (pendengaran) 3. Parnianggoan (penciuman) 4. Pandaian (rasa/cecap) dan 5. Pangkilaan (perasaan/kulit).

Dengan demikian, bekas 5 jari sebagai bentuk dari pohulpohul memiliki makna bahwa setiap saat, mulai dari pagi hingga malam, kita tidak bisa lupa kepada keluarga dan kerabat.

Dan apabila orang lain membawa makanan ke rumah kita saat bersilaturahmi, kita juga harus ingat kerabat dan handai tolan, dan sebaiknyalah mereka kita hormati dengan cara bersama-sama menikmati makanan itu.

Dan terkait dengan inderawi manusia, lima jari itu bermakna sebagai berikut:

1. Kalau kita berpapasan, bertemu atau kebetulan melihat kerabat, harus disapa dan jangan kiranya berpura-pura tidak melihatnya.
2. Kita harus tanggap mendengar jikalau ada sesuatu terjadi pada keluarga atau kerabat, jangan pura-pura tidak mendengar.
3. Terkait penciuman, janganlah kiranya kekerabatan hanya harum pada mulanya, tapi menjadi bau pada akhirnya.

Pohulpohul
4. Terkait rasa cecap, kita harus menerima dengan tulus dan senang hati jika ada kerabat bersilaturahmi membawa makanan, dan kita harus mencecap dan memakan makanan itu dengan semangat, meskipun mungkin rasanya tidak sesuai dengan selera lidah kita.
5. Terkait perasaan, semua pihak yang berkeluarga harus tetap seperasaan, sepenanggungan, dan saling menyokong satu sama lain dalam menjalani kehidupan.

Demikianlah makna filosofis dolungdolung dan pohulpohul, semoga bermanfaat. Dan alangkah sedap membayangkan makan kue ini dengan secangkir kopi atau teh manis, sembari menghayati maknanya. Horassss....!*** (Panda MT Siallagan)

* Disadur dari berbagai sumber, juga buku Jambar Hata karangan TM Sihombing)
Bagikan:

18 September 2016

Senja Perjamuan


Puisi-puisi Panda MT Siallagan

Ilustrasi.

Jejak Penuh Duri


Kau meninggalkannya, bersembunyi di padang-padang yang memecah tubuhmu jadi bayang-bayang kelam. Jejakmu menajam jadi duri-duri, dan peluhmu berceceran jadi sihir-sihir hitam, memahat-mahat dendam, menyihir amarah jadi panah, merasuki udara.

Tapi ia menghirupnya sebagai tikaman cinta yang menuntunnya selalu menujumu, menyusulmu dengan terhuyung-huyung, terbatuk-batuk. Datang kepadamu dengan kaki yang memuntahkan darah, sebab cintanya telah terjerat dalam nafasmu, sebab bersetia adalah kemenangan.

Dan kau tahu, di sepanjang mimpi yang penuh genangan darah itu, ia mengibadahi doa-doa dengan huruf-huruf namamu, agar airmata dan darahnya terberkati, agar iblis-iblis di tubuhmu tak membunuhmu.

Pekanbaru, 2004


Ketika Pulang

karena aku letih,
kota ini membara
hiruk-pikuk dan warna-warna
menyulut peluh
jadi api
jadi bara
menjalar menjilati gang-gang
menjulur malahap jalan-jalan
berkibar menelan gedung-gedung
dan asap dari tingkap dan atap
dari cerobong pabrik yang luka
dari knalpot-knalpot perbudakan
memuntahkan takdir jadi ratapan
antara deru dan lengkingnya
doaku terbakar
airmata tergelar
jadi pintu
menuju kematian
simpang dan ruang meraung
mengibadahi duka

karena aku letih,
kota ini membara
tak jadi arang tapi jadi ular
merayapi sudut, menjuluri ruang
saat aku pulang
jalan-jalan telah lengang

Pekbanbaru, 2004

Melukis Matamu

Aku melukis matamu jadi sajadah, agar mentari menyinariku berselancar, berkejaran dengan ombak yang menggeloa karena doa-doa.

Aku melukis matamu jadi sajadah, agar mentari menyinariku berselancar, menaklukkan gelombang di laut kegelapan.

Tomok, 24 April 2004


Senja Perjamuan

Senja yang rapuh itu, aku tiba di kotamu dengan dada menyala. Peluh di tubuhku menderas, mengalirkan dongeng tentang matahari yang menyalakan api puisi selama mengembara menujumu.

"Aku letih," kataku dengan suara berasap. Asap yang kau tatap seperti kabut meruap dari pebukitan kampungmu. Kau menggigil, sebab angin lembah-lembah bertempur di tubuhmu.

Saat kau mendesiskan doa dan rindu, nafasmu memetir, peluhku menggelombang-gelombang disulut debar.

Tiba-tiba petir menyambar, semak-semak di tubuh kita terbakar. Dalam abu, kita menanami kebun.

Pematangsiantar, 2004
Bagikan:

16 September 2016

Gadis Kecil yang Melukis Luka


Cerpen Panda MT Siallagan

Setelah dua hari Felis tidak pulang, barangkali terdorong oleh rasa sayang yang dalam terhadapnya, aku dan Bibi Maryanka terpuruk dalam kepanikan yang hebat. Kami mencarinya kemana-mana, bertanya kepada tetangga, anak-anak, juga kepada orang-orang yang sekedar lewat di depan rumah kami. Tapi, tiada seorangpun di antara mereka yang tahu di mana Felis berada.

Ilustrasi.

Bibi Maryanka menangis. "Dia pasti sudah dicuri orang. Atau, jangan-jangan dia terlalu asyik bermain di jalan, lalu mati digilas truk. Oh, Tuhan, tolonglah. Tolonglah kucingku yang manis," katanya tersedu-sedu. Aku ikut larut terseret pilu.

Hingga malam tiba, Bibi Maryanka terus saja bersedih dan dari mulutnya berdentingan igauan-igauan nyeri. Ketabahannya sebagai seorang perempuan longsor. Tumpas.

Di kamar, aku juga merenung dengan hati yang tersayat, meski mungkin tak sesedih bibi. Felis, kekasih kami yang manis itu, sungguh memang merupakan kucing yang baik. Dia tidak pernah mencuri ikan, tidak pernah kencing di lantai, dan tidak pernah mengeong-ngeong mengganggu tidur kami pada malam hari. Dia mempunyai bulu berwarna belang, mata berkilauan yang tajam, dan wajah yang imut. Dan semua itu benar-benar membuat kami sangat cinta padanya.

Tetapi, ada kalanya dia sangat manja dan merengek-rengek ketika lapar, tapi dia sangat patuh pada aturan. Jika kami makan, dia akan menggolekkan tubuhnya di atas lantai dan menunggu sampai kami selesai makan. Dia benar-benar tahu bahwa gilirannya makan adalah setelah kami selesai makan.

Begitulah. Setelah makan, dia akan pergi entah kemana. Bermain-main. Lalu pulang pada waktu-waktu tertentu, bermain sejenak bersama kami, lalu tidur di tempat yang selalu berbeda.

Sekarang, bayangkanlah jika Felis adalah seorang anak. Betapa bahagiannya dia. Hidup baginya hanya untuk bermain-main, merengek jika lapar, makan, tidur di sembarang tempat tanpa ada aturan, lalu bangun tanpa harus gosok gigi dan mandi. Alangkah indah hidup jika aku bisa seperti itu.

Tapi, aku mungkin sudah ditakdirkan untuk hidup dalam kesedihan-kesedihan. Tinggal bersama bibi yang kehidupan ekonominya tak memadai, membuat aku harus gesit mencuci piring, menyapu rumah, menyetrika, membersihkan pekarangan, dan memanfaatkan sebaik mungkin waktu belajar yang hanya tinggal sedikit.

Dan, jika seandainya aku menghilang, sedihkah Bibi Maryanka? Akankah dia panik mencari dan bertanya ke sana kemari tentang keberadaanku? Diserbu pertanyaan seperti itu, aku bangkit dari tempat tidur, keluar dari kamar, dan bertanya pada Bibi Maryanka yang masih bersedih.

"Sesayang apa Bibi pada Felis?"

"Seperti sayangku padamu, Nak."

"Jika aku yang hilang atau tewas digilas truk, akan menangiskah Bibi?"

"Nak, Bibi sayang kamu," katanya, lalu meringkus aku dalam dekapannya yang hangat. Sedu sedan mengalir dari bibirnya yang gemetar. Aku tiba-tiba teringat pada Bunda.

"Bi, mengapa bunda tidak baik seperti Bibi?"

"Jangan berkata seperti itu, Nak. Bundamu juga baik, sama seperti Bibi."

Tapi, aku tidak lagi mempercayai kata-kata Bibi. Aku tahu bundaku sangat jahat. Aku sebenarnya ingin agar Bibi Maryanka jujur menceritakan apa yang telah terjadi, agar aku tak dihantui rasa takut. Dan inilah makna 'bunda yang baik' yang menari-nari di pikiranku sejak itu: bunda yang baik adalah bunda yang tidak membiarkan putrinya hidup bersama orang lain; bunda yang baik adalah bunda yang bersedih jika kucing hilang, bukan justru menghilang melukai banyak orang.

Malam itu, seluruh poster perempuan cantik kuturunkan dari dinding kamarku. Selama ini aku membayangkan poster-poster itu adalah wajah bunda, agar dendamku padanya tidak semakin menggila. Entah mengapa memang, setiap kali melihat poster-poster perempuan anggun itu, aku selalu terbebas dari amarah, benci dan dendam. Tapi kini, aku ingin membiarkan dendamku pada bunda menyala.

Maka, kubayangkan wajah bunda seperti tikus, jelek, bermata liar dan nyalang, hidungnya nyaris rata dengan mulutnya, ada misai panjang di atas bibirnya, dan ekor yang menjijikkan bertengger pada bokongnya. Aha, bunda seperti tikus. Oh tidak, dia wanita yang jahat, keras, suka menggonggong. Ya, bunda juga seperti anjing. Bunda memang anjing. Aku benci kedua binatang itu. Aku benci pada bunda.

Malam itu, aku berharap semoga Felis sedang berburu tikus, mencabik-cabik tubuhnya hingga berserpih, lalu menelannya hingga ludes. Tapi bagaimana jika Felis sedang terjebak dalam terkaman anjing gila yang mematikan? Aku tiba-tiba menangis, dan rindu sekali pada Felis. Aku benci Bunda, juga lelaki itu.

*****

Ketika Felis, kucing kami yang manis dan imut itu menghilang, Ulinya tiba-tiba bertanya lagi tentang bundanya. Seperti biasa, aku berbohong mengatakan bahwa bundanya sangat baik. Tapi aku melihat kecurigaan yang ganas memancar dari matanya. Aku merasa kecurigaan itu seolah menyerangku sebagai balasan atas kebohongan yang kulakukan terhadapnya.

Sejak itu, Ulinya menjadi senang melukis. Menggambar, tepatnya. Dan dia selalu bangga menunjukkan gambar-gambarnya kepadaku.

"Bibi," katanya suatu kali, "Baguskah gambarku ini?" sambil menunjukkan sebuah gambar kepala yang di sisinya tertancap beberapa paku. Aku ngeri, dan nyaris muntah manyaksikan gambar itu. Jika pada awalnya gambar yang dibuatnya masih terbatas pada objek-objek umum seperti bunga, matahari, laut, gunung, sungai dan perabotan-perabotan rumah, maka gambar kepala itu merupakan awal dari gambar-gambar 'setan' yang ditunjukkannya padaku hampir rutin setiap minggu.

Dan inilah beberapa gambar yang pernah ditunjukkannya: seekor gajah menginjak seorang perempuan tepat pada bagian kelaminnya; sebuah wajah dengan mata tercungkil dan mata itu diikat dengan benang merah, tergantung di telinga yang berselekeh darah; tubuh seorang perempuan yang ditusuk dengan lembing dari bagian dubur hingga leher, persis seperti ikan yang ditusuk dan dipanggang di atas perapian.

Dan ini gambar yang membuatku hampir pingsan: seorang anak menyayat payudara ibunya, membakarnya, lalu melahapnya seperti menyantap hamburger. Mulut si anak berlumuran darah, tapi dari bibirnya tersunggging senyum yang lebar, matanya memancarkan cahaya kepuasan. Di bawah lukisan itu, tertulis kalimat pendek: MARI MAKAN DAGING.

Sungguh, aku tidak pernah tahu darimana kegilaan melukis itu diperolehnya, dan aku harus menanggungkan rasa takut yang hebat atas semua itu. Aku ingin sekali melarangnya mambuat gambar-gambar mengerikan seperti itu, tapi aku tidak berani. Aku tidak ingin melukainya dengan mengatakan bahwa lukisan itu sangat tidak baik. Maka kubiarkan dia terus melukis, gila dan bermain-main dengan dunianya yang kejam.

Suatu kali, ayahnya datang menjenguknya. Seperti kepadaku, Ulinya juga menunjukkan gambar-gambar itu kepada ayahnya. Meski terluka, ayahnya memuji Ulinya dengan mengatakan bahwa lukisan itu sangat bagus. Lalu, setelah bercanda dan merasa puas bercengkerama dengan putrinya, ayahnya pamit, dan hanya menitipkan sedikit uang kepadaku. "Dik, jaga anak gadisku ya! Kebahagiaan dan penderitaannya kuserahkan padamu."

Aku sedih. Bang Burju kian hari kian tak karuan hidupnya. Aku terus berdoa kepada Tuhan semoga Bang Burju tabah, begitu juga denganku. Dan biarlah hanya Tuhan yang punya hak memberi hukuman kepada istrinya yang lari bersama lelaki biadab itu.

*****

"Apa yang terlintas di benakmu ketika kau membuat gambar-gambar itu?" Bibi Maryanka bertanya suatu kali.

Sesungguhnya aku ingin sekali menjawab pertanyaan itu dengan jujur, tapi kesedihan selalu membungkam mulutku. Aku justru terjebak dalam pertanyaan lain dalam hatiku, mengapa bibi tidak marah pada bunda? Mengapa bibi membiarkan bunda pergi begitu saja? Apakah bibi takut pada bunda?

"Bibi, baikkah bundaku?" tanpa kusadari pertanyaan itu meluncur lagi dari mulutku.

"Mengapa kamu selalu bertanya tentang bunda, Nak? Kau rindu padanya?"

"Lalu aku harus bertanya apa, Bibi? Baiklah, aku bertanya tentang ayah saja, ayah baikkah?"

"Ayahmu bukan hanya baik, Nak. Dia seperti Tuhan. Hatinya seperti malaikat. Ketika bibi dan ayahmu masih kecil, dia selalu melindungi bibi. Ayahmu itu pintar, dan selalu membuat kakek dan nenek bangga. Maka bersikaplah seperti ayah dan bunda. Mereka adalah orang-orang baik."

"Bibi bohong."

"Tidak."

"Bohong."

Aku berlari ke kamar, menumpaskan tangis ke dalam bantal. Tapi aku sedikit lega ketika bibi menyusulku ke kamar dan terperangah melihat dua buah gambarku yang baru. Satu tentang gambar kucing yang mencakar-cakar payudara perempuan berwajah tikus, di bawahnya kutulis: Felis Mengamuk pada Bunda.

Gambar satunya lagi adalah tentang kucing yang tubuhnya terpotong-potong, di bawahnya tertulis: Bunda Menjagal Felis. Agak lama Bibi Maryanka menatap kedua gambar itu, lalu berbalik arah sambil menangkupkan kedua tangannya ke wajah. Di ruang lain, kudengar tangis bibi lamat-lamat, mendengung, menyebarkan kesedihan sepanjang malam itu.

*****

Sering terkenang olehku masa kanak-kanak yang damai bersama Bang Burju. Hingga kini, masa itu selalu melekat dalam ingatan sebagai masa paling damai, paling membahagiakan. Meski ayah dan ibu hanyalah petani miskin dan sehari-hari selalu berkutat di ladang dan sawah, aku dan Bang Burju selalu bahagia. Tidak pernah sekalipun terjadi percekcokan menyakitkan di dalam keluarga kami. Bang Burju cukup tahu cara membahagiakan orangtua.

Sejak masih duduk di sekolah dasar, Bang Burju selalu mengayomiku dengan sifatnya yang perasa, lembut, penyayang tapi bisa menjadi sangat garang manakala orang lain berbuat curang. Bang Burju adalah orang cerdas dan selalu mendapat ranking di kelasnya. Beda dengan aku yang tergolong lamban menangkap mata pelajaran. Dia juga seorang pekerja keras. Maka jika kelak dalam usia dewasanya ia bisa menjadi orang sukses, aku selalu percaya bahwa apa yang diperolehnya adalah berkat dari Tuhan atas kebaikan-kebaikan dan kerja kerasnya.

Tidak ada yang salah dalam hal pernikahan, toh semua manusia pada akhirnya memang sebaiknya menikah. Tapi ketika Bang Burju menikah dengan seorang perempuan cantik dan menor, aku merasa sedikit tidak rela karena hanya dialah satu-satunya milikku setelah ayah dan ibu meninggal beberapa tahun sebelumnya.

Pada saat menikah itu, Bang Burju sudah bekerja sebagai Asisten Tanaman di sebuah perkebunan. Namun dengan alasan tidak biasa hidup di tengah-tengah perkebunan, istrinya tidak bersedia menyertainya tinggal di lokasi perkebunan. Bang Burju akhirnya membeli sebuah rumah di kota dan di rumah itulah istrinya tinggal, sedangkan Bang Burju tinggal di rumah dinas kebun dan pulang setiap akhir pekan.

Tak lama kemudian, aku juga menikah. Atas saran Bang Burju, aku dan suamiku tinggal berdekatan dengan rumah mereka, sehingga bisa saling membantu satu sama lain jika suatu waktu ada kesulitan. Aku sendiri, atas saran suamiku, memilih berhenti bekerja karena gajinya sebagai pegawai bank sudah lebih dari cukup untuk kehidupan kami.

Begitulah. Hubungan antara keluargaku dengan keluarga Bang Burju berlangsung sebagaimana diharapkan. Segalanya berjalan dengan baik. Ketika Bertha melahirkan Ulinya, aku benar-benar mencurahkan seluruh waktu dan tenaga membantu persalinan hingga merawat bayinya, dengan harapan: semoga aku dan suami juga segera dapat momongan.

Hingga akhirnya peristiwa itu terjadi. Bertha kabur bersama lelaki biadab itu. Itulah mula segala kehancuran dalam keluarga kami.

*****

Sebuah lorong sempit. Hari menjelang maghrib. Aku berjalan di lorong itu dengan tas mengganduldi punggung. Dan, tiba-tiba seorang manusia berkepala anjing menghadangku, menyeringai dan mencoba menerkam tubuhku dengan kuku-kukunya yang sangat tajam. Sadar akan situasi itu, aku melarikan diri. Tapi belum sempat kupacu langkah, mahluk-mahluk lain yang lebih mengerikan bermunculan. Aku ketakutan, menggigil dan mulai menangis.

Mahluk-mahluk itu kian mendekat, ketakutanku memuncak dan kurasakan celana dalamku basah. Aku terbangun. Seprei dan kasur sudah basah. Aku bangkit dengan maksud berganti pakaian. Mimpi itu sungguh sial. Dan makin sial karena bunda tak kutemukan di ranjangnya. Lalu aku keluar dari kamar, dan inilah yang terjadi:

Bunda telanjang dan terengah-engah ditindih seorang lelaki. Mulut mereka saling menguyah. Aku tersenyum karena menduga lelaki itu adalah ayah yang pulang dari perkebunan. Tapi menyadari rambut lelaki itu keriting, aku mulai bergetar. Itu bukan ayah. Dengan hati-hati, aku balik ke kamar dan mencoba mengintip dari lubang kunci. Dan jelas kusaksikan, lelaki itu adalah paman, suami Bibi Maryanka. Aku ambruk, dan sejenak tak ingat apa-apa. 

***** 

"Bibi," kata Ulinya padaku suatu pagi, "Mengapa Bibi tidak membunuh bunda? Mengapa Bibi membiarkan bunda kabur bersama paman?"

Bagai tersengat listrik aku mendengar tanya itu. Seketika Ulinya menangis dan meraung-raung seperti kerasukan. Aku menghampirinya, mendekapnya erat, dan kubisikkan di telinganya, "Nak, dendam tak ada guna. Berdoalah kepada Tuhan. Semoga ayahmu sehat, semoga bibi kuat. Hanya Tuhan yang bisa memberi kebahagiaan pada kita. Hanya Tuhan yang bisa menghukum manusia. Serahkan padaNya."

Kurasakan pelukan Ulinya sangat erat di dadaku. Kami sama-sama menangis. ***

Pekanbaru, Maret 2003

# Cerpen ini dimuat pertama kali di Riau Pos, 13 Juni 2004

Bagikan:

15 September 2016

Kepercayaan Orang Batak Sebelum Kehadiran Agama


Sebelum agama Kristen dan Islam masuk ke Tanah Batak, leluhur orang Batak juga mengenal konsep 'kekuatan lain' di luar dirinya. Mereka percaya bahwa bumi dan segala isinya tercipta oleh 'kekuatan lain' itu. Itulah tampuk segala kuasa yang mereka sebut Debata Si Tolu Sada (Debata Tri Tunggal) atau Debata Mulajadi Na Bolon.
Ilustrasi.
Debata Sitolu Sada kalau di benua atas disebut Debata Batara Guru, kalau di benua tengah disebut Debata Mangalabulan, sedangkan di benua bawah disebut Tuan Pane na Bolon atau Debata Asiasi. Pane na Bolon ini dipercaya sebagai pengatur berkat atas ladang, pemberi hujan dan matahari, penentu hari baik, pencipta petir, gempa, badai dan gelombang. Pane na Bolon juga dipercaya sebagai penyagang (penyanggah) bumi. Pane na Bolon disebut juga Raja (Gaja) Padoha.

Dengan demikian, berdasarkan konsep kepercayaan akan Pencipta itu, orang Batak kuno mengenal 3 benua, yaitu:

1. Benua Bawah (banua toru) untuk menyebut tanah berpijak dan segala lapisan bebatuan di dalamnya.
2. Benua Tengah (banua tonga) untuk menyebut bumi dan udara dimana mahluk-mahluk hidup.
3. Benua Atas (banua ginjang) untuk menyebut angkasa raya (kosmos) yang tidak terjangkau.

Namun demikian, banua ginjang tidak berarti surga, dan banua toru bukan berarti neraka. Kepercayaan orang Batak kuno, yang disebut Sipelebegu, tidak mengenal adanya konsep surga dan neraka sebagaimana diperkenalkan agama modern. Mereka percaya, orang jahat akan menangungkan kejahatan itu selama hidup.

Orang baik akan berkembangbiak dan menjadi kaya. Jika orang kaya meninggal, rohnya akan senang sebab keturunannya yang banyak akan datang menyembahnya. Dan dia akan terhormat di antara roh-roh yang lain. Tempatnya juga secara khusus akan berada di ketinggian. Sementara orang jahat akan mati dan tidak berketurunan. Di kematian, rohnya tidak terhormat, sebab tak ada keturunan yang menyembahnya.

Sesuai namanya Sipelebegu, mereka percaya pada kekuatan begu-begu. Begu dalam konteks kepercayaan itu sesungguhnya tidak negatif seperti dipahami sekarang. Begu sesungguhnya adalah roh orang yang sudah mati (sumangot). Baik orang yang meninggal secara terhormat (karena tua), maupun roh-roh orang yang meninggal secara tidak wajar. Inilah yang dipercayai sebagai begu. Konsep ziarah zaman modern sesungguhnya bertolak dari kepercayaan kuno ini. Hingga kini, orang Batak yang sudah menganut agamapun masih selalu ziarah ke makam orangtua.

Memang, kata 'begu' mengandung makna negatif karena orang Batak lama juga percaya bahwa begu bermacam-macam, sesuai dengan kekuatan atau latar belakang kematiannya. Begu-begu ini dipercaya memiliki pengaruh terhadap kehidupan mereka, baik mengenai hal-hal baik maupun hal-hal buruk. Begu-begu yang dikenal antara lain begu jau, begu siharhar, begu antuk, begu nurnur, begu pane, begu rojan, begu namora dan lain-lain.

Begu-begu ini memiliki peran masing-masing dalam mempengaruhi hidup manusia. Dan orang Batak kuno sangat percaya pada kekuatan begu-begu ini, sehingga mereka menyembahnya agar terhindar dari kesusahan dan penyakit yang bisa disebabkan sumangot (begu) tadi. Dengan demikian, menurut ilmu pengetahuan, Sipelebegu kita kenal sebagai animisme.

Demikianlah sekilas-lewat tentang kepercayaan Batak kuno. Artikel ini tidak dimaksudkan agar kita menjalankan lagi praktek-praktek animisme itu. Tapi dalam konteks kebudayaan, ini penting diketahui sebagai bagian dari kekayaan khasanah budaya Batak. Artikel ini merupakan saduran dari buku Jambar Hata karangan TM Sihombing, Penerbit Tulus Jaya (1989). (Panda MT Siallagan)
Bagikan:

Beberapa Tanaman Penurun Kolesterol


Di zaman modern yang sangat praktis, salah satu penyakit yang rentan diidap semua orang adalah kolesterol tinggi. Banyak faktor yang menyebabkan kadar kolesterol tinggi, antara lain pola makan yang tidak sehat, makanan serba instan, juga kurangnya aktivitas olahraga karena kesibukan kerja.

Namun demikian, penyakit kolesterol tinggi sebenarnya bisa diantisipasi sejak dini, sebab di sekitar kita banyak tanaman atau tumbuhan yang bisa mencegah bahkan mengobati penyakit ini.

Dan bagaimanapun, obat tradisional tetap lebih aman digunakan ketimbang obat-obat medis. Berikut beberapa tanaman bisa membantu menurunkan kolesterol dalam tubuh:

1. Manggis

Ambil dua buah manggis, sisihkan atau konsumsi buahnya. Ambil kulit bagian dalam, lalu potong kecil-kecil. Tambahkan kira-kira setengah gelas air, lalu diblender. Setelah itu, saring. Kemudian ditambahkan atau dicampur dengan gula aren. Lalu dinginkan dan nanti bentuknya akan membeku (mengental) serupa puding. Makan 1-3 kali sehari.

2. Alpukat

Alpukat dipercaya mampu mengatasi kolesterol karena kandungan asam pantotenat, asam folat, dan beragam vitamin lainnya yang bisa memberikan efek positif bagi kesehatan. Cara terbaik mengonsumsi buah alpukat adalah mengonsumsinya secara langsung, dengan cara mengorek daging buah dari kulit dengan sendok, lalu dikonsumsi apa adanya. Namun kebanyakan orang lebih menyukainya dalam bentuk jus.

3. Sambung Nyawa

Cuci bersih 3 helai daun segar, lalu konsumsi sebagai lalapan setiap hari secara teratur setiap kali makan nasi. Daun juga dapat dibuat jus untuk diminum. Tentu, Anda harus menghindari makanan berlemak selama mengonsumsi ramuan ini. 


4. Belimbing manis

Buah ini dipercaya sebagai Obat tradisional kolesterol tinggi. Serat dari buah ini dapat membantu proses penyerapan lemak sekaligus menurunkan kandungan kolesterol dalam tubuh. Kandungan vitamin C dari buah ini juga memiliki efek positif untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Belimbing manis juga berfungsi sebagai anti-kanker. Buah ini dapat dimakan secara langsung atau dijadikan jus.

5. Kubis

Kubis merupakan sayuran yang kaya kandungan protein, air, serat, lemak, dan lain sebagainya yang bermanfaat secara positif untuk menurunkan kolesterol dalam tubuh. Selain sebagai sayur, kubus juga bisa diolah dan diambil sarinya. Caranya: potong-motong kubis dan mengambil sari dari bahan tersebut. Sari kubis bisa dikonsumsi setiap hari untuk memperoleh hasil yang maksimal untuk menurunkan kolesterol dalam tubuh. (int/**)
Bagikan:

Obat Tradisional Mengatasi Jantung Koroner

Kulit manggis.
Penyakit jantung koroner selalu menjadi momok menakutkan penderita. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa kenal usia dan status sosial seseorang. Meskipun tekonologi kedokteran sudah canggih dan bisa mengatasi penyakit ini, sebaiknya setiap orang perlu mengetahui pengobatan terutama pencegahannya secara tradisional.

Menurut sumber-sumber tentang manfaat aneka tumbuhan terhadap kesehatan, berikut ini disarikan jenis-jenis tumbuhan atau tanaman yang bisa mengobati atau paling tidak mencegah penyakit jantung koroner:

1. Manggis

Sejumlah penelitian menyebutkan, kulit manggis mengandung senyawa yang disebut xanthone. Xanthone antara lain berfungsi meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan terapi untuk penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung sitemik dan hipertensi. Untuk mengobati jantung koroner, bagian yang dimanfaatkan dari manggil adalah kulitnya.  Caranya:

Dua buah manggil dikupas. Lalu kulit bagian dalamnya diambil, direbus dengan tiga gelas. Biarkan mendidih hingga air rebusan tingga separuh atau setengahnya. Setelah dingin, air rebusan diminum (bisa dicampur madu) sesuai keinginan.

2. Kayu Manis Cina

Ambil kira-kira 3 gram kulit kayu manis cina, lalu ditumbuk hingga halus. Setelah itu, ambil daun dewa kira-kira 13 gram. Kedua bahan ini diseduh dengan segelas air panas. Setelah dingin atau selagi hangat, minum air seduhan itu sekaligus. Lakukan hal ini sekali dalam sehari. Namun bagi wanita hamil atau sedang mengalami pendarahan, dilarang mengomsumsi ramuan ini sebab kayu manis cina mengandung sedkit racun yang bisa kontraproduktif dengan pertumbuhan janin. 
Kayu Manis Cina

3. Pletekan atau Ceplikan

Cuci bersih 2 pohon pletekan atau cepliken, termasuk akar, lalu direbus dengan 4 gelas air hingga tersisa 2 gelas. Setelah dingin, air rebusan disaring, dan ditambahkan dengan satu sendok teh madu. Minum air rebusan plus madu itu dua kali sehari setiap pagi dan sore masing-masing 1 gelas.

4. Temu Putih dan Hitam

Temulawak putih.
Ambil 10 gram rimpang irisan temu putih yang sudah kering, dan 15 gram rimpang irisan temu hitam, 30 gram umbi daun dewa segar. Ketiga bahan itu direbus dalam 4 gelas air. Selama proses perebusan, sebaiknya nyala api dibuat sedang. Rebus hingga mendidih dan airnya tinggal 2 gelas. Minum air rebusan itu setengah gelas sebelum tidur. ***
Bagikan:

11 September 2016

Sketsa Sunyi dari Hidup yang Sibuk


Puisi-puisi Panda MT Siallagan

Jalan Gelap

Lagi, keluh ini harus kunyalakan. Sebab banyak kisah telah tenggelam ditelan malam. Warna-warna kota, sejarah yang tergilas di jalan raya, pejalan yang melangkahi nasib sendiri di jalan raya.

Betapa lemah hati kita membaca perjalanan. Dan senantiasa, dengan menggendong luka, kita tak pernah bosan memeta hari-hari yang datang dengan mata terbeliak.

Tapi kenapa setiap persimpangan selalu menjadi tanda tentang arah yang terlupa, sementara kita tak pernah memoles senyum di sepanjang tujuan yang berdarah?

Alangkah ganji segala kemungkinan. Maka, keluh ini harus kunyalakan.

Pekanbaru, 2004


Sketsa Sunyi dari Hidup yang Sibuk

Akhirnya tercecer juga hati kami dalam kegenitan har-hari. Setiap pagi, mentari selalu membunyikan hp, membangunkan kami. Dan di seberang, sebuah mimpi menyapa dengan mesra: "Halo, sudah berapa banyak doa berlepasan dari dari nafasmu?"

Tapi kami sudah lupa apakah kami pernah berdoa. Kami hanya ingat bahwa suka dan duka sudah kami simpan di dalam televisi. Dan kabel-kabel telepon telah berjanji mengirimkan surga ke rumah kami. Tapi, ketika siang meraja, hiruk-pikuk dunia menyala di dalam komputer kami dan email-email seksi merayu: "Hai, sudah kau santapkah luka dunia hari ini?"

Kami tercengang, sebab telah begitu lama memang jiwa kami kenyang disuapi luka. Jalan dan gang-gang yang kami susuri, juga selalu menjajakan luka. Maka kami pun menaikkan hidup ke ats motor, ke dalam opelet dan mobil-mobil. Demikianlah cara kami memposkan usia supaya lebih cepat tiba di neraka, sebab surga sudah bersembunyi di telapak kaki pengemis, di kantong pejalan sunyi.

Lalu, ketika senja tiba, rumah kami yang sesak disumpal harta itu berbisik: "Hi, how are you today? Apa saja isi inbox hp dan emailmu? Apakah gadis-gadis belia telanjang? Atau otot-otot gigolo? Tadi telepon berdering berkali-kali, ada pesan dari kematian. Televisi juga sudah kangen pada matamu."

Ketika kami buka pintu, dosa sedang bermain-main di rumah kami, dan kami hanya bisa mendesah: "Alangkah sepi hidup di dunia yang sibuk."

Pekanbaru, 2004

Puisi Terakhir

Ini puisi terakhir, barangkali akan kau muntahkan juga. Dunia yang kutanam di lambungmu dengan kata-kata, selalu terburai. Terlalu tajamkah garis nasib yang kukalungkan di lehermu? Sebab kelam tak henti-henti meneriakkan darah: "Do you like coffee?"

Dan aku menyeruputnya dari cangkir berlumur malam. Berjaga, takut terhadap peluh perjalanan yang meramu hidup jadi racun. Kutulis juga kegenitan kecoak. Barangkali, ada yang mesti kutangkap dari suara jangkrik. Ladang luas yang masih perawankah? Tapi mengapa kita lukai rumah kita?

Tapi ini puisi terakhir. Barangkali, kau tidak berbakat memelihara kampung, kota dan taman-tamannya. Kau biarkan semak-semak merampas takdir kita. Dan ketika kusiangi, darah muncrat dari tanah. Seberapa banyak nasib yang telah terkubur? Sehitam mimpi-mimpi manusia, katamu. "So, do you want to drink coffee?"

Oke, oke, sebab ini puisi terakhir. Akan kuteguk luka dunia seperti kopi yang setia menemaniku bersajak.

Pekanbaru, 2004

* Puisi-puisi ini terbit di Riau Pos, 31 Oktober 2004
Bagikan:

10 September 2016

Sastrawan Saut Situmorang Divonis 5 Bulan Penjara


Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis sastrawan Saut Situmorang dengan hukuman penjara selama lima bulan. Dia terbukti bersalah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik.
Saut Situmorang
"Menyatakan terdakwa atas nama Saut Situmorang telah terbukti bersalah dengan sengaja, dengan tanpa hak mendistribusikan dan membuat dapat diaksesnya di media elektronik kata-kata yang memiliki penghinaan dan pencemaran nama baik," ujar hakim ketua Bontor Aruan di PN Jakarta Timur, Kamis 8 September 2016.

Tak hanya dijatuhi hukuman penjara selama 5 bulan, Saut juga dibebankan untuk membayar biaya perkara atas kasus tersebut.

Kuasa Hukum Saut Situmorang, Astri Vidya Dewi, mengatakan, pihaknya menerima putusan tersebut meski ada keberatan beberapa hal. Namun, kliennya memutuskan untuk tak memperpanjang hal tersebut.

Meski dijatuhi hukuman penjara 5 bulan, Saut tidak akan ditahan. Menurut Astri, hakim akan memberikan waktu kepada Saut agar tidak mengulangi perbuatannya lagi.

Seperti diketahui,  kasus itu berawal dari perdebatan di Facebook tentang buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Buku itu menuai protes sejumlah sastrawan lantaran mencantumkan nama Denny JA, pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Nama Denny yang dikenal sebagai konsultan politik, masuk dalam salah satu tokoh sastra berpengaruh itu.

Saut Situmorang termasuk salah satu penyair yang protes. Dalam tulisan di akun Facebooknya, Saut memaki Fatin Hamama, salah seorang yang disebut terlibat dalam penerbitan buku tersebut. Fatin lantas melaporkan Saut ke Polres Jakarta Timur dengan tuduhan pencemaran nama baik, akhir 2014 lalu.

Atas putusan itu, Fatin Hamamah, pelapor Saut ke kepolisian, merasa puas. Ia mengapresiasi putusan majelis hakim dan berterima kasih karena telah dapat memutuskan perkara secara adil.

"Negara telah melindungi rakyatnya, hak-haknya. Bagi saya sendiri apa yang dijatuhkan hakim kepada Saut itu sudah tepat karena terbukti bersalah, melanggar undang-undang ITE (Informasi Transaksi Elektronik) dan menjatuhkan kehormatan," kata Fatin, usai sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Menurut Fatin, hal yang telah dilakukan Saut bukan lagi suatu hal yang dapat dikategorikan ke dalam sastra.  "Ini bukan sastra, ini personal. Dia serang orang yang salah, saya tidak ada kaitannya dengan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Mereka memakai momen ini untuk hal yang sama sekali saya tak bersinggungan di dalamnya. Jadi itu bukan lagi sastra," kata Fatin.

Bagi Fatin, hal terpenting bukan vonis atau hukuman apa yang didapat tetapi soal apakah Saut terbukti bersalah atau tidak. "Saya puas, bagi saya bukan hukuman, yang paling penting adalah pembuktian. Apa yang disampaikan oleh Saut itu bukan lagi kritikan, tetapi sudah merupakan cacian dan makian," ujar Fatin.

Fatin berharap agar hal ini menjadi pelajaran bagi siapa pun yang menggunakan media sosial, agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan sebuah pendapat atau kritikan. (bbs/int)

Bagikan:

Tokoh Pers Tarman Azzam Meninggal Dunia


Indonesia kehilangan salah seorang tokoh pers dan wartawan senior. Tarman Azzam yang begitu terkenal di kalangan pers, meninggal dunia di Ambon, Maluku, Jumat (9/9/2016) pagi.
Tarman Azzam
Tarman Azzam, Ketua Dewan Penasihat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu, dilaporkan meninggal dunia akibat serangan jantung saat berada di Ambon  menghadiri Pesta Teluk Ambon dan Peluncuran Hari Pers Nasional (HPN) 2017 bersama pengurus dan panitia HPN yang lain.

Di kalangan jurnalis Indonesia, Tarman Azzam begitu terkenal. Pria kelahiran Bangka, 11 Desember 1949 ini pernah menjabat Ketua Umum PWI dua periode, yaitu periode 1998-2003 dan 2003-2008.

Periode 2008-2013 Tarman dipercaya sebagai Ketua Dewan Kehormatan, dan mulai menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat pada tahun 2013. Sebelumnya, antara 1993 hingga 1998 Tarman menjabat sebagai Ketua PWI Jaya.

Jabatan Ketum PWI setelah Tarman kemudian dijabat oleh Margiono. Bersama Rosihan Anwar, Tarman Azzam pernah menerima anugerah sebagai Tokoh wartawan Dunia Melayu dari Persatuan Bekas wartawan Berita Harian Malaysia.

Tarman memulai karier sebagai wartawan setelah dinyatakan lulus dan diterima menjadi anggota Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) cabang Jakarta kurun waktu 1970-an. Selama menjadi wartawan, Tarman aktif menjadi Anggota PWI.

Selain sebagai pengurus PWI ia juga pernah menjadi anggota MPR, anggota DPRD DKI Jakarta dan Majelis Pakar Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin). Saat menjabat Ketua PWI Jaya, ia pernah berpesan bahwa Kota Jakarta bagi jurnalis merupakan tempat yang sangat tepat untuk berkompetisi. Tarman Azzam pernah menjadi Pemimpin Redaksi Harian Terbit.

Serangan jantung yang dialami Tarman Azzam disampaikan pertama kali oleh Ketua Panitia HPN 2017 Muhammad Ihsan dalam pesan di grup Whatsapp PWI. “Mohon doa teman-teman semua, Pak Tarman terkena serangan jantung di kamar Hotel Manise, Ambon,” tulis Ihsan pada pukul 07.07.

Tak lama berselang, Ketua Dewan Kehormatan PWI Ilham Bintang menyampaikan kabar duka. “Telah berpulang ke rahmatullah sahabat kita Tarman Azzam, Jumat (9/9/2016), pukul 7.23 akibat serangan jantung di Ambon. Mohon doanya,” tulis Ilham.

Tarman Azzam lahir pada 11 Desember 1949 di Bangka dari pasangan Muhammad Azis bin Derani dengan Siti Zuraida binti Thayib. Tarman merintis karier sebagai jurnalis di Harian Kami pada tahun 1970. Ia mulai aktif dalam jajaran pengurus PWI sejak tahun 1983 dengan menjadi Ketua Kelompok Wartawan Kepresidenan/Setneg PWI Jaya hingga tiga periode.

Drs H. Tarman Azzam meninggal dunia pada usia 67 tahun. Almarhum meninggal di Rumah Sakit Ambon, Maluku, Jumat (9/9/2016), almarhum meninggalkan seorang istri dan seorang anak. (bbs/int)

Bagikan:

08 September 2016

Puisi-puisi yang Tak Selesai


Sajak Minum Tuak

Rempah mula jadi mula jampi-jampi, ale Mulajadi, gugurkanlah ubat-ubat dari langit , mula pala mula jahe mula kencur mula purut mula segala akar, ale Mulajadi, jatuhkanlah hujan mengubati jiwa-jiwa pewarismu yang kini mewariskan begu dunia.

Segelas Puisi

Perlahan
Tiriskan
ke kain
Segelas
Setengah gelas
Seperempat gelas
hingga habis
Membasahi kain
Perlahan
Kata-kata tiris
Segelas
Setengah gelas
Seperempat gelas
hingga habis
Dan perlahan
Jawablah
Adakah puisi
Pada kain basah?

Seperti Puisi

Seperti itulah, seperti itu. Seperti huruf itu. Seperti kata itu. Seperti kalimat itu. Seperti kisah itu. Seperti gumaman itu. Seperti batuk. Seperti puisi. Puisi. Puisi. Puisi.
Sajak Mula

Mimpi
Mula jadi
Sudah itu batu
dan datu
Dan mimpi
Jadi jampi

Kucing

Sepertinya mereka pernah bernyanyi di kuburan itu, membuat kupu-kupu dari alis mata, membuat cahaya dari butir-butir airmata. Mereka pernah bermain-main di kuburan itu, membuat kucing dari suara tangis, dan mereka mendengar kunang-kunang mengeong-ngeong. Ngeong. Ngeong. Sejak itu, mereka tak percaya lagi pada waktu.

Lalu

Lalu. Lagu. Lalu. Puisi. Lalu. Waktu. Lalu. Malam. Lalu. Mimpi. Lalu. Doa. Doa. Dan doa. Lalu?

Doa
Bertapa
agar abadi
jadi
kitab batu
di
dinding gua
di
mulut datu

Puisi dan Cicak

Sebutir puisi jatuh dibentur suara cicak. Puisi yang jatuh entah darimana dan menggelinding entah ke mana. Tapi ia dengar burung hantu berkuak, seperti menangisi puisi yang wafat entah di mana.

Hujan

Hujan
turun
malam-malam
dari
mataMu. Hujan malam-malam
meluap
menghanyutkan
doa
di
hatiku. Hujan dari mataMu
banjir
jadi
api
membakar
umpasa-umpasa
dan
tonggo-tonggo
di
hatiku.

Tentang Burung

Seekor burung berkata pada petang, "Sampai besok, aku rehat." Diam-diam, petang mengikuti burung, dan memutuskan tidur di mimpi burung itu.

Penyair

Saat ia asyik membaca, huruf-huruf berlarian meninggalkan buku, mengejar tikus-tikus di selokan. Penyair itu tinggal kesepian, mendengar cericit huruf berkejaran dengan tikus-tikus. Alangkah gaibnya.

Catatan: Puisi-puisi ini merupakan status-status yang pernah tersiar di akun media sosial facebook Literasi Toba, memang benar-benar puisi yang belum selesai. (Panda MT Siallagan)
 
Bagikan:

07 September 2016

Jenis-jenis Tortor Batak Toba


Meskipun pada awalnya tortor dianggap sebagai perwujudan ritual masyarakat Batak pada roh-roh, namun di zaman modern makna dan tujuan tortor sudah berkembang. Tortor sudah melembaga sebagai karya budaya dan kesenian seni yang mendunia. Saat ini tortor dilakukan dalam pesta adat perkawinan, pesta peresmian rumah, pesta tugu, bahkan ada pesta naposo dengan manortor sebagai ajang hiburan.

Untuk melestarikaannya sebagai produk budaya, tortor sering sudah sering pula diperlombakan dalam bentuk festival. Dalam setiap acara perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, berbagai kecamatan di wilayah Toba lazim menggelar festival tortor tingkat Kabupaten. Tak hanya itu, tortor juga seringkali muncul di televisi sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Masyarakat Batak bahkan telah membawa seni budaya ini ke perantauan di luar Toba bahkan hingga ke luar negeri.

Meskipun pengenalan akan tortor semakin populer, ada baiknya generasi baru tetap mengenal ragam tortor sejak zaman dahulu hingga tortor yang sering dipertontonkan zaman sekarang. Berikut jenis-jenis tortor:

1. Tortor Pangurason

Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar. Sebelum pesta dimulai, tempat dan lokasi pesta terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan jeruk purut. Dengan demikian, lokasi pesta diharapkan jauh dari mara bahaya.

2. Tortor Sipitu Cawan 
Tortor Sipitu Cawan
Tari ini biasa digelar saat pengukuhan seorang raja. Tari ini dipercaya berasal dari 7 putri kayangan yang mandi di sebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (pisau tujuh sarung).

Tortor ini tidak bisa dipelajari sembarangan orang kecuali kalau memang sudah jodoh. Lewat turun temurun, tarian tujuh cawan dianggap sebagai tarian paling unik karena sang penari harus menjaga keseimbangan tujuh cawan yang diletakkan di kedua belah tangan kanan dan kiri tiga serta satu di kepala.

Tarian tujuh cawan mengandung arti pada setiap cawannya. Cawan 1 mengandung makna kebijakan, cawan 2 kesucian, cawan 3 kekuatan, cawan 4 tatanan hidup, cawan 5 hukum, cawan 6 adat dan budaya, cawan 7 penyucian atau pengobatan. Kegunaan lain dari tarian ini adalah membuang semua penghalang, sebab orang Batak percaya manusia biasanya mengalami kegagalan karna ada penghalang.

3. Tortor Tunggal Panaluan
Tortor Tunggal Panaluan
Biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah. Tunggal panaluan adalah tongkat tongkat sakti dan majis magis yang terbuat dari kayu berukir. Gambar-gambar dalam ukiran itu adalah kepala manusia lengkap dengan rambut, dan sejumlah binatang. Panjang tongkat kira-kira 2 meter dengan diameter 5 hingga 6 cm.

Tongkat panaluan dipakai oleh para datu dalam upacara ritus, dan tongkat ini dipakai para datu (dukun) dengan tarian tortor yang diiringi gondang (gendang) sabangunan. Tunggal Panaluan merupakan fakta mitologis tentang sebuah kisah asmara terlarang.

4. Tortor Sigale-gale
Tortor Sigale-gale
Sigale-gale merupakan pertunjukan kesenian di Toba. Sigale-gale adalah nama sebuah patung kayu yang berfungsi sebagai pengganti anak raja yang telah meninggal. Patung itu diciptakan untuk menghibur raja dan ia bisa menari digerakkan manusia.

5. Tortor Souan

Tari ini merupakan tari ritual, dahulunya tari ini dibawakan oleh dukun sambil membawa cawan berisi sesajen yang berfungsi sebagai media penyembuhan penyakit bagi masyarakat Tapanuli. (berbagaisumber/int)

Baca Juga: SEJARAH, ASAL-USUL DAN MAKNA TORTOR

Bagikan:

05 September 2016

Lomba Menulis Aksara Batak Tingkat SD di Humbahas, Pakkat Juara I


SolupL-Alfandi Siburian dan Cici Simanullang meraih juara I (pertama) dan Jura II (Dua) lomba penulisan aksara Batak Tingkat Sekolah Dasar (SD) di Humbahas. Keduanya berasal dari kecataman Pakkat. Acara itu digelar Dinas Perhubungan dan Pariwisata (Dishub) Pemkab Humbahas, Rabu (31/8). Sedangkan juara ke III diraih Hiskia Siregar dari Kecamatan Doloksanggul.
Ilustrasi Aksara Batak

Kepada semua pemenang, diberikan piala dan uang pembinaan. Hadiah bagi para pemenang diserahkan Bupati Humbahas Dosmar Banjarnahor diwakili Asisten III Pemkab setempat Edy Sinaga. Usai penyerahan hadiah, Ketua panitia pelaksana kegiatan Mangupar Simanullang mengatakan bahwa lomba penulisan aksara Batak itu diikuti sebanyak 30 siswa SD mewakili 10 Kecamtan se-Humbahas, masing-masing kecamatan mengirim tiga orang.

Sinaga mengatakan, lomba aksara Batak antar pelajar SD digelar untuk menggali dan melestarikan kebudayaan Batak sekaligus meningkatkan minat para siswa mempelajari aksara Batak Toba di sekolah.

“Aksara Batak Toba merupakan kekayaan budaya yang patut dibanggakan. Sejak dahulu kala nenek moyang suku Batak sudah menggunakan bahasa sendiri dan huruf sendiri untuk berkomunikasi antara lain untuk menuliskan silsilah, bahan obat-obatan, sejarah tempat, korespondensi dan lain-lain, sehingga perlu ditanamkan bagi anak-anak sejak dini,” ujarnya.

Dia mengatakan, saat ini sudah tidak banyak lagi generasi muda memahami aksara Batak, baik menulis maupun membaca. Maka pada kesempatan itu sekaligus dilaksanakan sosialisasi aksara Batak Toba secara manual dan komputerisasi bagi semua guru, siswa dan beberapa ASN yang hadir," ujarnya.

"Jumlah aksara Batak Toba berjumlah 19 huruf yang terdiri dari induk surat dan anak surat. Sesuai sejarah, naskah aksara Batak Toba ditulis di kulit Kayu, kulit hewan dan pada bambu. Tinta yang digunakan dahulu kala berasal dari asap bambu kecil berbara ditempelkan pada besi sampai menguap dan mengeluarkan cairan warna hitam. Dan alat tulis yang digunakan adalah besi kecil, bulu ayam dan duri hewan landak, semua alami pada saat itu. Pemahaman menuliskan aksara Batak yang memiliki huruf unik dan khas, merupakan jati diri masyarakat Batak dahulu sampai sekarang,” ujarnya menjelaskan.

Dia berharap, generasi muda khususnya pelajar, harus menghargai dan melestarikan aksara Batak dengan cara mempelajari penulisan dan cara membacanya. "Semoga sosialisasi dan lomba penulisan aksara Batak ini menarik minat generasi muda mengetahui dan memahaminya.(bl/newtapanuli)
Bagikan:

Sejarah, Asal-usul dan Makna Tortor


Tarian tradisional masyarakat Batak Toba disebut dengan tortor. Secara harafiah, tortor dalam bahasa Batak berarti tari atau tarian. Sedangkan aktivitas menari disebut manortor.

Tortor. (Foto/Int)
Konon, kata tortor berasal dari 'tor-tor', bunyi hentakan kaki penari di lantai papan rumah adat Batak. Meskipun belum ada informasti detail kapan tradisi tortor mulak dipraktekkan dalam masyarakat Batak, namun para seniman dan praktisi tari percaya bahwa sejarah tortor sangat terkait dengan upacara-upacara ritual Batak.

Seorang pecinta dan praktisi tortor, Togarma Naibaho, menyatakan pendapat yang sama bahwa tor-tor berasal dari suara hentakan kaki penari  di atas papan rumah adat Batak. Penari bergerak dengan iringan gondang yang juga berirama mengentak. "Tujuan tarian ini dulu untuk upacara kematian, panen, penyembuhan, dan pesta muda-mudi. Tarian ini memiliki proses ritual yang harus dilalui," kata pendiri Sanggar Budaya Batak, Gorga, itu kepada National Geographic Indonesia.

Menurut sumber-sumber sejarah, tortor awalnya memang dilakukan saat acara ritual yang berhubungan dengan roh. Roh dipanggil dan 'masuk' ke patung-patung batu yang merupakan simbol leluhur. Patung tersebut lalu bergerak seperti menari. Tarian ini akhirnya bertransformasi seiring waktu hingga ke wilayah perkotaan. Namun dalam dalam konteks modern, tortor bukan lagi ritual, melainkan sudah hiburan semata.

Sesungguhnya, banyak jenis tortor yang dikenal dan dipraktekkan dalam kebudayaan Batak. Ada tortor pangurason (tari pembersihan), yang biasanya digelar pada pesta besar. Sebelum pesta dimulai, tempat dan lokasi terlebih dahulu dibersihkan agar jauh dari mara bahaya. Pada pembersihan inilah digelar tortor pangurason dengan menggunakan jerut purut.

Kemudian ada tortor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan). Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja. Tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi di sebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sarung (pisau tujuh sarung). Kemudian tortor Tunggal Panaluan, yang biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah, maka tunggal panaluan ditarikan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk mengatasi musibah dimaksud. Lalu Tortor Sigale-gale yang dilakonkan sebuah patung kayu yang menggambarkan rasa cinta seorang raja terhadap anak tunggalnya yang meninggal akibat penyakit.

Dalam setiap jenis-jenis tortor itu, ada tiga pesan utama yang ingin disampaikan. Pertama, takut dan taat pada Tuhan pencipta alam. Itulah sebabnya, sebelum tari dimulai, harus ada musik persembahan pada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, pesan ritual untuk penghormatan leluhur dan orang-orang yang masih hidup. Terakhir, pesan untuk khalayak ramai yang hadir dalam upacara.

Durasi tortor bervariasi, mulai dari tiga hingga sepuluh menit. Pada masyarakat Batak, hal ini tergantung permintaan rombongan atau kelompok yang ingin  menyampaikan sesuatu hal ke rombongan lain. Dimintalah  gondang (musik) terlebih dahulu sebelum memulai suatu acara atau pelaksanaan adat. Di zaman modern, meski tortor sudah hiburan semata, namun acara atau pesta adat baik pernikahan dan pemakaman, masyarakat Batak selalu mengggelar tortor. Pesta atau acara adat yang tidak diiringi tortor akan terasa kurang terhormat dan bisa menjadi pergunjingan.

Sebagaimana lazimnya tarian dari kebudayaan lain, maka tortor juga selalu diiringi gondang. Tidak ada tortor tanpa gondang. Dalam prakteknya, sebelum tortor dimulai, pihak yang ingin menari selalu terlebih melakukan acara khusus meminta musik yang disebut tua ni gondang. Permintaan ini juga disampaikan dengan bahasa santun berupa umpasa (pantun Batak). Setelahh gondang diminta, barulah acara manortor dimulai.

Jenis permintaan musik (gondang) yang akan dibunyikan umumnya diawali dengan penghormatan kepada dewa dan pada ro-roh leluhur, lalu gondang untuk keluarga yang mengadakan acara diberi keselamatan kesejahteraan, kebahagiaan, rezeki, dan upacara adat itu. Dan terakhir gondang untuk berkat bagi tuan rumah (penyelenggara pesta atau upacara) dan seluruh keluarga dan para undangan.

Dalam manortor, setiap penari memakai ulos. Ada beberapa pantangan yang tidak diperbolehkan saat manortor, seperti tangan si penari tidak boleh melewati batas setinggi bahu ke atas. Jika itu dilakukan, si penari dianggap arogan dan tidak hormat kepada segenap hadirin. Konon, zaman dulu, jika ada penari melanggar larangan itu, ia dianggap menantang ilmu perdukunan dan kebatinan.

Alat musik yang digunakan adalah ogung sabangunan yang terdiri dari 4 ogung, dan lazim dilengkapi dengan alat musik bernama hesek, taganing  dan sarune. Dalam manorotor, tahapan gondang (musik) yang diminta adalah gondang mula-mula, gondang domba, gondang mangaliat, gondang smonang-monang, gondang sibungajambu, gondang marhusip, dan seterusnya yang  diakhiri dengan Gondang Hasahatan Sitio-tio.

Secara garis besar, terdapat empat gerakan dalam tortor. Pertama adalah Pangurdot, gerakan yang dilakukan kaki, tumit sampai bahu. Kedua adalah Pangeal, merupakan gerakan yang dilakukan pinggang, tulang punggung sampai bahu/sasap. Ketiga adalah Pandenggal, yakni gerakan tangan, telapak tangan dan jari-jarinya. Gerakan keempat adalah Siangkupna yakni menggerakan bagian leher.

Dalam acara tortor biasanya harus ada orang yang menjadi pemimpin kelompok tortor dan pengatur acara (peminta gondang) yang berkemampuan untuk memahami urutan gondang dan jalinan kata-kata serta umpasa dalam meminta gondang. (berbagaisumber/int)
Bagikan:

Sajak-sajak Panda MT Siallagan



Lagu Air


Tanggul setipis kelopak, gemetar di mata. Kolam luka apa ini?
Terbang air, menjilat langit, membawa birahi riak pada kabut.
Hampa dan dingin.

Maka pasang adalah jeritan sayap, menyisakan darah yang melumpur.
Dengan resah rapuh, tanggul itu kuretak.
Mata membanjir, doa menghilir ke ujung dosa. 

Kisaran, Juli 2009


Ilustrasi.
Bayangan Perjalanan

Dihantar ikan asin dan kelat jengkol, butir-butir nasi menunaikan janji di perutnya. Sepi dapur terngiang, gemetar. “Kawan, sampai kapan ada kepergian?”

Belum sempat ia membaca sejarah pada dinding gedek yang berantakan, jalanan berseru mengukur usianya. Demikian memang, kota-kota hadir untuk merampas.

Doa sembab terburai dari matanya, tapi ia tahu petang hanya milik dingin. Serupa punggung katak terdampar oleh banjir got usai hujan, ia tersesat di kolong ranjang dipan. Ia usir jiwa yang tiada berumah, tapi di jalanan ini ia bebas meraung. Terbang ke mana tawa itu? Pohon-pohon berlarian.

Ia mengukur jalanan dengan mimpi. Ada radio butut dan piring plastik, penanda aroma dan alamat rumah. Jalanan dan kota-kota mungkin hanya tempat bermain, gambaran laut di atas ranjang kapuk. Tapi ikan segar dan cumi-cumi cuma mimpi, tak pernah tiba di kuali.

Api, semerah mata anaknya, meringis disengat nyamuk. Ia ingat asap kompor tak mengusir apa-apa, kecuali memedihkan mata. Pura-pura menyanyi ia menemani deru mesin bus, ingat rumah penuh cerita. Pertengkaran-pertengkaran, sungguh bumbu yang mahal.

Siantar-Kisaran, Oktober 2009

Mencari Surga

Di manakah surga itu, kau ketuk-ketuk ombak. Tak ada jawab. Pekik camar hanya melempar rintih karang untuk makanan hiu.

Ke laut kau mencari, sebab bulan meraung di balik bukit, mengentalkan asap pembakaran jerami dan tungku-tungku batu. Kau gali pasir, sedalam langit mengubur cahaya di sepanjang pantai. Kau temukan jawab, kedamaian itu seluas samudera.

Kau menangis tidak lahir jadi burung, seolah samudera hanya berjodoh dengan sayap. Kau dekap ombak. Oh, batu-batu desa dan tanah-tanah tandus ingin kau basuh dengan tangis. Di mana surga itu?
Lubang tikus memanjang dalam kepalamu, desa sepi karena pestisida terbang ke langit. Surga itu mungkin racun, tapi ayo kita pulang. Masih ada ruang tenang di hatiku, masih tersimpan tangis bayi, pohon rambutan dan seruling bambu. Rebung santan, tidakkah kau ingat nikmatnya.

Surga ada di mulutmu, meniup seruling di punggung kerbau. Ya, kau murung karena burung-burung gagak selalu datang mematuki doamu pada malam hari. Dan di pantai, camar-camar menjerumuskan senyummu.

Pematangsiantar, 2008


Bagikan:

03 September 2016

Marsege, Keterampilan Khas Wanita Batak yang Pudar


Zaman dulu, masyarakat Batak belum mengenal mesin atau pabrik penggilingan padi. Untuk memisahkan beras dari kulit (sekam), maka padi atau gabah harus ditumbuk di dalam alat yang disebut losung (lesung) dan andalu (alu).
Aktivitas marsege dilakukan seorang ibu. (Foto/int)
Tentu saja, padi yang ditumbuk harus terlebih dahulu dijemur hingga benar-benar kering. Padi yang kurang kering akan menyebabkan beras pecah atau sulit terpisah dari kulitnya ketika ditumbuk. Proses menumbuk ini disebut manduda. Duda dalam bahasa Batak berarti tumbuk, dengan demikian manduda adalah menumbuk.

Demikianlah, setelah padi ditumbuk dan beras terpisah dari sekam, proses selanjutnya adalah menampi. Alat yang digunakan adalah tampi, yang biasanya berbentuk bujur sangkar atau lingkaran, yang dianyam dari bilah-bilah bambu. Dalam masyarakat Batak, tampi ini disebut sege-sege atau anduri. Dan pekerjaan menampi disebut marsege, atau sering juga disebut mamiar atau mamiari.

Dalam proses marsege, gabah yang sudah ditumbuk dimasukkan ke atas tampi, lalu digerakkan dengan pola atas-bawah. Sederhananya, tumbukan gabah dilambungkan (diayun) ke atas, lalu beras terhempas lagi ke permukaan tampi. Saat itulah ampas sekam padi terbuang dari tampi karena perbedaan berat jenis. Beras utuh tetap berada dalam tampi, sementara sisa-sisa sekam terbuang atas bantuan dorongan angin yang muncul dari gerakan sege-sege.

Tak sampai di situ, proses marsege masih terus berlanjut. Setelah sekam terbuang, proses selanjutnya adalah memisahkan beras dengan monis atau menir (beras-beras halus yang pecah saat proses menumbuk). Di sini, diperlukan keahlian atau keterampilan khusus. Gerakannya penuh trik menyerupai tarian, sehingga menir terkumpul di ujung tampi dan selanjutnya, dengan gerakan khusus juga, menir dilemparkan keluar dari tampi. Menir ini kemudian masih dibersihkan untuk dipergunakan. Lazim juga menir ini dimasak jadi campuran sayur daun ubi tumbuk, rasanya sangat lembut dan enak.

Setelah zaman pabrik penggilingan padi mulai masuk ke desa-desa, aktivitas marsege memang masih tetap berlangsung, sebab hasil mesin gilingan padi pada awal-awal belum bersih secara sempurna, masih terdapat sekam-sekam kecil atau menir menyatu dengan beras. Barulah kemudian setelah teknologi makin canggih, beras dari penggilingan padi bisa langsung dimasak, cukup dengan mencuci sekilas maka sisa-sisa sekam terbuang bersama air cucian. Belakangan, beras dalam bentuk kemasan karung sudah sangat bersih. Dengan demikian, aktivitas marsege pun perlahan-lahan hilang.

Hilangnya aktivitas marsege ini juga mengubur banyak kisah dan rangkaian kreativitas. Misalnya, perajin lesung dengan sendirinya juga perlahan hilang. Hal yang sama terjadi pada perajin tampi atau anduri. Dengan berkurangnya aktivitas marsege, maka tingkat kebutuhan akan tampi semakin berkurang dan hilang.

Kemajuan zaman dan perkembangan tekonologi memang harus dihadapi dan diikuti untuk kemudahan-kemudahan hidup. Tapi kemampuan-kemampuan khas ini ada baiknya dirawat agar tidak punah secara total. Paling tidak, ia akan abadi sebagai catatan atau aktivitas historis. Kekayaan tradisi ini harus tersalur ke generasi baru sebagai pengetahuan bahwa pada masa yang jauh, manusia memiliki kreativitas khusus menjalani hidupnya. Demikianlah, semoga bermanfaat. Horas...! (Panda MT Siallagan)

Bagikan: