06 Desember 2017

Na Niarsik


Cerpen Panda MT Siallagan

Untuk pertama kali, aku pergi ke pasar untuk belanja. Benar-benar untuk belanja. Aku ingin membeli sekilo ikan mas, juga bumbu-bumbu seperti cabe, bawang, jahe, kunyit, lengkuas, asam glugur, andaliman, kemiri dan lain-lain. Apakah ini aneh karena aku seorang lelaki yang tergolong muda dan masih lajang?

Mungkin dalam masyarakat tertentu, ada pandangan yang menganggap tindakan seperti ini sangat memalukan jika dilakukan seorang lelaki. Untunglah aku tinggal di kota, sehingga hal ini tidak menjadi perhatian benar bagi orang-orang. Entah kenapa memang, aku tiba-tiba ingin sekali menikmati na niarsik, masakan tradisional yang kukenal sejak masa kanak-kanak.

Screenshoot sampul buku.
Dulu, ibuku seringkali membuat masakan itu pada hari-hari tertentu. Jika aku mendapat ranking di kelas, ibu akan memasaknya sebagai hadiah atas prestasiku. Pada masa itu, di tengah kondisi ekonomi keluarga yang morat-marit, makanan semacam ini tergolong mewah. Meski begitu, paling tidak dalam momen-momen tertentu, ibuku tak pernah absen menghidangkan masakan itu bagi kami sekeluarga. Ketika ibu meramu bumbu, aku seringkali mengamati, sebab itu aku hapal benar komposisi bumbu dan cara memasaknya.

Ketika pagi ini aku terbangun, dan teringat masakan itu, aku langsung bergegas ke pasar. Sambil belanja, air liurku sudah mulai mendesak ingin keluar, terbayang kenikmatannya yang luar biasa.

Tak kuhiraukan orang-orang yang melayangkan pandangan aneh terhadapku. Aku terus saja berbelanja, berbaur dengan ibu-ibu dan gadis-gadis yang juga berbelanja. Setelah semua bahan yang kubutuhkan lengkap, aku pergi ke kios penggilingan untuk menggiling bumbu-bumbu itu dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Aku tak perlu lagi repot menggilingnya. Cukup membersihkan ikan mas dan memotong-motongnya dengan ukuran yang kuinginkan.

Ketika aku hendak pulang dan keluar dari gerbang pasar, aku bertemu Maulina, perempuan sedesaku. Aku sangat kaget, dan merasa malu. Apa jadinya jika kelak ia bercerita pada orang kampung bahwa aku belanja seperti ibu-ibu. Hal ini bisa menghancurkan integritasku. Sayang sekali, aku tak sempat mengelak karena ia buru-buru menyapa.

"Hei, apa kabar? Lama tidak ketemu," katanya sambil menyalamiku.

"Baik," kataku, "Kau sendiri bagaimana?"

"Yah, seperti kau lihat, aku sehat-sehat saja, meski mungkin agak kurus. Benar kan?"

Saat itulah aku sadar bahwa Maulina agak kurus, wajahnya sedikit pucat, kusam, tidak lagi secantik dulu. Secara bersamaan, pikiranku berangsur-angsur pulih, tidak lagi panik, sehingga aku sudah bisa bertanya.

"Kenapa ada di kota ini. Mana suamimu?"

Mendengar pertanyaanku, eskpresi wajahnya tiba-tiba berubah, sedih. Lama dia tidak menjawab pertanyaanku sampai kemudian airmata mengalir di pipinya.

"Ada apa?" tanyaku.

"Tidak apa-apa. Oh ya, kau belanja? Belanja apa?"

Aku kembali kikuk, tapi berusaha bersikap wajar. "Aku tiba-tiba ingin sekali menikmati na niarsik. Aku terpaksa belanja dan ingin memasaknya untuk diriku sendiri."

"Istrimu mana?"

"Aku belum menikah."

"Oya? Kalau kau tidak keberatan, biarlah aku memasaknya untukmu. Aku juga baru saja selesai belanja. Kali ini kau ikut ke rumahku. Kau makan siang dan makan malam di sana saja. Aku sudah tinggal di kota ini. Sekalian kangen-kangenan, aku ingin bercerita banyak kepadamu. Lagi pula, sudah sangat lama kita tidak bertemu."

"Apa suamimu tidak akan marah?"

"Gampang, bisa diatur."

***

Setelah berbincang sekitar satu jam, aku pamit dari rumahnya.

"Begini saja," kataku, "Ada sedikit pekerjaaan yang harus kurampungkan hari ini. Jadi, aku pulang dulu. Nanti pada waktu makan siang, aku datang kemari. Bagaimana?"

"Baiklah kalau begitu. Lagi pula, kalau kita ngobrol terus, kapan waktuku memasak," katanya sambil tertawa.

Keluar dari rumahnya, aku berpikir kenapa aku menuruti tawarannya. Mestinya aku menolak ketika dia menawarkan diri untuk memasak na niarsik itu untukku. Kupikir, ada rahasia dari ingatan yang tiba-tiba berderap ketika tadi aku bertemu dia dan itu membuat otakku tidak bisa berpikir.

Dulu, ketika aku dan Maulina masih kecil, pernah sesuatu yang mengerikan terjadi pada keluarga kami. Waktu itu, adik Maulina paling bungsu terserang malaria. Untuk membawanya berobat ke puskesmas, dibutuhkan uang tak sedikit. Simpanan mereka tidak mencukupi. Ibu Maulina datang meminjam uang kepada ayah dan ibuku. Ayah dan ibu mengabulkannya. Adik Maulina dibawa berobat dan akhirnya sembuh.

Selang beberapa bulan, ibu pergi menagih utang itu dan terjadilah peristiwa mengerikan itu. Ayah Maulina, entah mabuk atau kerasukan setan, tiba-tiba menghardik ibuku.

"Hei, apa kau tak punya perasaan? Apa kau tak berperikemanusiaan? Anak-anak kami sudah nyaris tak makan, tapi kau masih tega menagih utang ke kami."

"Bukan begitu, Pak Uli. Kami juga susah. Kami butuh uang itu untuk beli pupuk. Kalau tidak, tanaman jagung kami bisa kerdil dan..."

"Diam! Sekarang pergi kau dari rumahku, atau kuhabisi nyawamu?"

Ayah Maulina setengah berlari pergi ke arah dapur. Ketika kembali, tangannya sudah mengacung-acungkan golok. Ia berteriak-teriak lantang memaki ibuku. Ibu Maulina berusaha menenangkan suaminya tapi tak digubris.

Menyadari situasi yang penuh kegilaan itu, ibuku melarikan diri dari rumah mereka. Sesampainya di rumah, Ibu menceritakan peristiwa itu kepada ayahku dengan terisak-isak. Kontan saja ayahku naik pitam.

"Mungkin harus di tangankulah ajal bedebah itu," kata ayahku sambil mengambil parang.

"Mau kau apakan parang itu," tanya ibu.

"Akan kucincang tubuh anjing itu."

"Jangan," kata ibuku, masih terisak. "Jangan kau lakukan itu. Lebih baik aku bunuh diri kalau kau melakukan itu. Ayo, langkahi mayatku," ibuku merampas parang itu dan meletakkannya di lehernya.

"Kalau kau masih degil, biar kupotong leherku ini."

Setelah ketegangan itu agak reda, ibu berkata, "Kekerasan tak membuat kita jadi lebih kuat. Tahankanlah setiap luka yang ditorehkan orang-orang dalam hidupmu, di situlah letak martabatmu. Kalian laki-laki, apa yang tak bisa kalian lakukan dengan kekuatan kalian? Kita hidup bukan untuk mempertontonkan kekerasan. Aku tahu perbuatannya itu menyakitkan, memalukan bagi kau sebagai suamiku. Tapi cukuplah, mulai saat ini, anggaplah keluarga itu tidak ada lagi dalam kehidupan kita."

Kepada kami, anak-anaknya, ibu berkata, "Kalian jangan sekalipun berteman dengan anak-anaknya. Cari teman yang lain. Ibu tahu ini salah, tapi kalian juga harus tahu betapa sakit perlakuan ayahnya."

Karena di sekolah dasar aku sekelas dengan Maulina, nasehat ibu tak bisa kuturuti. Aku tetap bersahabat dengannya, juga adik-adiknya. Aku bersyukur ibuku tidak pernah menyinggung persahabatan itu apalagi melarangnya. Sejak itulah aku merasa kagum pada ibu. Aku kemudian menyadari, di balik sikapnya yang cerewet, di hati ibu tersimpan kebijaksanaan dan kasih sayang yang melimpah.

Selepas SD, aku dan Maulina masuk ke SLTP yang sama. Juga duduk di kelas yang sama. Ada satu hal yang rasanya sangat indah untuk diingat mengenai persahabatanku dengan Maulina. Mungkin, karena perselisihan yang terjadi antara orangtua, aku dan dia selalu berusaha untuk tidak saling melukai. Bahkan ada keinginan pada masing-masing kami untuk saling membantu. Ketika aku misalnya lalai atau tidak sanggup mengerjakan PR, Maulina selalu bersedia membantuku. Sebaliknya, jika ia bertemu soal-soal rumit yang kebetulan aku mengerti, dengan senang hati aku membantunya. Pola persahabatan seperti itu akhirnya mengantarkan kami pada siswa yang selalu juara di kelas. Sesekali, kami juga makan bersama di kantin.

Ingatan paling mendebarkan dari semua itu, ketika suatu hari aku berkelahi dengan anak nakal di kelas kami. Dengan telak, aku menghajar anak itu hingga babak belur. Sepulang sekolah, anak itu, bersama teman-temannya, memukuliku beramai-ramai hingga darah mengucur dari mulut dan pelipisku pecah. Melihat peristiwa itu, Maulina histeris, menangis dan membopongku ke P3K sekolah setelah terlebih dahulu melap selekeh darah di wajahku dengan sapu tangannya. Aku merasakan betapa lembut usapan tangannya. Sejak itulah aku merasakan sesuatu yang lain pada Maulina. Kupikir, aku telah jatuh hati padanya. Waktu itu, kami sudah duduk di bangku kelas 3 SLTP.

Ketika SMU, kami berpisah. Dia melanjutkan studinya di kota yang sangat jauh. Kami masih tetap berhubungan melalui surat. Melalui surat jugalah kuungkapkan perasaanku. Dan aku sangat bahagia ketika dia mengatakan hal yang sama. Suatu hari, kami sepakat menceritakan hubungan kami kepada orangtua masing-masing dengan harapan mereka bisa berdamai, dan memberi restu kepada kami. Tapi harapan kami pecah. Orangtua kami bersikeras melarang hubungan itu.

Tak lama, aku mendengar kabar, Maulina dipaksa menikah dengan seorang nahkoda kapal, putra kenalan ayahnya. Dia tidak menamatkan SMU-nya. Dia langsung diboyong suaminya ke Batam. Sejak itu, kami kami tidak pernah lagi saling berkirim kabar. Alangkah aneh perjalanan hidup. Bertemu dengannya hari ini, sungguh pengalaman yang amat ganjil sekaligus menggetarkan.

***

Ketika siang itu aku tiba di rumahnya, makanan sudah terhidang. Kami makan bersama-sama. Kukatakan, masakannya enak, kurang lebih sama seperti apa yang selalu dibuat ibuku ketika aku masih kecil. Dia tersenyum. Setelah selesai makan, aku bertanya tentang suaminya. Dia tidak menjawab, bahkan tiba-tiba ia menangis. Aduh, airmata itu adalah airmata yang sama, ketika ia menangis dan mengusap wajahku yang berselekeh darah dengan sapu tangan.

"Kenapa, berceritalah padaku!" kataku.

Setelah agak lama membisu, ia akhirnya mampu bercerita. "Suamiku pergi meninggalkanku. Aku tak bahagia bersamanya. Kau tahu, sebagai nahkoda, ia jarang berada di rumah. Kadang dalam tiga bulan, ia pulang hanya sekali. Itupun kalau kapalnya kebetulan singgah di Batam. Pada awal pernikahan kami, aku masih bisa maklum. Waktu itu, ia masih perhatian. Ia masih berusaha menelepon aku saat kapalnya singgah di pelabuhan tertentu. Aku sampai hapal kalimat-kalimatnya: 'halo sayang, aku di Malaysia', 'apa kabar, manis? Aku lagi di Philipina', 'cantikku, aku di Singapura'. Kau tentu bisa membayangkan betapa indahnya hal itu. Tapi itu tak berlangsung lama," katanya sembari menghela nafas, lalu melanjutkan ceritanya.

"Setelah setahun usia pernikahan kami, ia tak pernah lagi memberiku kabar dalam setiap pelayaran. Pertengkaran-pertengkaran menyakitkan mulai terjadi. Terakhir, ia pulang bersama seorang perempuan. Di hadapan perempuan itu juga aku minta cerai dan itulah yang diinginkannya. Setelah urusan perceraian itu selesai melalui proses pengadilan, aku mendapat pembagian harta, lalu pindah ke kota ini. Aku tidak lagi memiliki harapan apa-apa. Aku memilih kota ini karena kutahu kau tinggal di sini. Ini kedengarannya berlebihan, tapi sudahlah. Aku sudah bahagia bisa bertemu kau. Sekarang giliranmu, ceritalah padaku. Kenapa kau belum menikah?"

Sungguh, aku tidak bisa bicara. Aku sedih sekali. Entah bagaimana awalnya, kami tiba-tiba sudah berpelukan.

"Aku mencintaimu," kataku.

Kurasakan tubuhnya sangat bergetar. Kehangatan menjalar hingga ke ubun-ubun. Ingin kukatakan, sejak ia pergi, aku tak pernah mampu mencintai wanita lain. Tapi hal itu tak terlontar dari bibirku, aku justru bertanya, "Patutkah kita menyalahkan masalalu orangtua dalam hal ini?"

"Tidak," katanya, "Orangtua kita tak bersalah dalam hal ini. Aku yakin mereka sudah cukup menderita dengan derita kita. Meski ini menyakitkan, setidaknya kita tahu bahwa amarah, dendam, dan kesalahan, adalah ancaman terhadap semua masa depan."

Pekanbaru, Desember 2004

Cerpen ini pertama kali dimuat di harian Analisa dan dibukukan dalam rangka ulang tahun ke-34 surat kabar itu, Medan 2005.


Bagikan:

23 November 2017

Pengusir Kegelapan


Cerpen Panda MT Siallagan

Suatu pagi di awal Oktober, saat menyapu halaman, istriku terkejut menemukan sepotong bambu terpancang dekat pohon jambu. Di lubang bagian atas, terselip potongan lilin sisa pembakaran. Sisa cairan lemak parafin yang kembali membeku, melekat serupa gumpalan-gumpalan salju di sekeliling permukaan batang bambu, sungguh indah!

Ilustrasi.
Tapi saat istriku bertanya, dan aku berkata tidak tahu apa-apa soal lilin itu, ia bergidik. Ia sepertinya ngeri membayangkan sebuah pelita bersinar di halaman rumah, sementara kami tertidur pulas. “Ini pasti ulah korban pembuangan itu,” kata istriku.

Korban pembuangan itu? Yah, seorang lelaki tua, sudah berbilang berada di kota kami. Ia muncul suatu petang yang berhujan di bulan Juli. Saat cuaca meruap buruk dan awan hitam berarak rambang di angkasa, ia hadir bersama hujan. Kaki kurusnya berayun pelan menyagang tubuh kuyup. Punggungnya tampak berat ditimpa tas ransel kusut berbahan parasut. Rambutnya memutih, agak panjang, rebah dilindas hujan, menutupi telinga dan tengkuknya. Orang-orang mahfum: ia korban pembuangan.

Seperti korban-korban sebelumnya, tak ada hal istimewa dalam diri lelaki itu. Jika kemudian ia menjadi buah bibir, itu karena sepanjang senja ia mondar-mandir di jalanan kota, membiarkan telapak kakinya beradu dengan genangan air, seolah sedang mencari mimpi. Ketika petir menggelegar menjelang malam dan listrik mendadak padam, ia singgah di sebuah kedai kopi seolah takut pada petir, tapi sesungguhnya tidak. Sebab tidak ada lagi ledakan apapun yang mampu membuatnya gentar. Ia duduk di salah satu kursi dan memesan kopi. Seorang pelayan gegas meladeninya, sementara pelayan lain tampak menyalakan lampu teplok yang kaca bagian atasnya menghitam. Pastilah lampu itu sering dinyalakan dengan sumbu terlalu panjang.

“Apakah listrik sering padam?” tiba-tiba, kepada pelayan yang mengantar kopi, lelaki itu bertanya.

“Cukup sering, terutama pada musim hujan,” jawab si pelayan.

“Jika begitu, coba lihat ini.”

Pelayan itu mengernyitkan dahi, lalu melempar urusan itu kepada sang majikan. Seorang wanita paruh baya bertubuh gempal, beranjak malas menghampiri lelaki kita. “Apa itu? Oh, kau jualan?” tanyanya.

“Aku menjual lilin,” kata lelaki itu sembari membuka tas. Pemilik kedai membeli lilinnya beberapa bungkus. Setelah menerima uang, lelaki itu kembali diam sambil menyeruput kopinya sedikit demi sedikit. Ia pandangi hujan yang berpercikan di badan jalan. Ia tak peduli sebagian pengunjung berbisik-bisik tentangnya. Ia larut dalam dingin, seolah mencari keriangan dalam suara hujan. Menurut pengunjung kedai bermulut usil, mata lelaki itu tak berkedip selama memandangi malam, seolah di kejauhan ia sedang menatap seorang perempuan telanjang di bawah hujan.

Setelah kopi tandas dari gelasnya, lelaki itu pergi, tapi mulut-mulut usil tak berhenti mendulang gosip, dosa dan dusta. Di ujung sebuah gang, cerita lain muncul ketika si tua itu berhenti di depan sebuah rumah gulita karena mendengar suara orang sedang bercakap. Ia mendekat dan mengetuk pintu dengan siku jari tengah yang mengeras. Ketika seorang lelaki tambun penuh cambang membuka pintu, ia berkata, “Belilah lilinku, mengusir kegelapan.”

Pemilik rumah menyambut ramah dan berkata bahwa ia dan istrinya terpaksa bicara dalam gelap karena tak ada lampu teplok, satu sama lain menolak pergi menerobos hujan untuk membeli lilin. Lelaki pemilik rumah memberi uang lebih sebab ia telah menyelamatkan keluarga itu dari kegelapan sebuah negara.

“Terima kasih, wahai, pengusir kegelapan,” kata lelaki brewok.

“Terima kasih, wahai, pendamba cahaya,” sahut tokoh kita.

***

Tuhan gemar melakukan hal-hal aneh, kata seorang pengunjung kedai berhati bijak. Begitulah kekuasaan disebar, agar setiap hamba mengingat nabi setengah gila atau tokoh yang dianggap gila tapi berhati nabi. Lelaki tua penjual lilin itu (akhirnya diketahui bernama Somba), tersebab keanehannya, menjadi populer di kota kami, bahkan ada yang menyebutnya nabi. Kenapa? Sebab dengan arogansi model kaum borjuis kota, suatu hari, putra pemilik pabrik penggilingan padi kesetanan mengendarai sepedamotor dan terhempas di aspal, tubuhnya terseret sejauh 20 meter hingga kepalanya pecah. Darah berceceran dan ia mati ditimpa harta dengan leher gosong dibakar knalpot. Banyak warga berduyun-duyun ke lokasi, tapi hanya Somba yang berani mengangkat tubuh korban dari jepitan sepeda motor, memperbaiki letak kaki dan tangan yang patah, lalu membujurkan jenazah di halaman rumah seorang warga. Ia lalu menatap orang-orang dengan mata marah, berkata, “Tugas kita bukan menyelamatkan dia, sebab Tuhan telah memanggilnya. Tapi kita tak bisa membiarkan jasadnya terkapar seperti babi busuk. Maaf kalau aku lancang, sekarang kita tunggu polisi mengurusnya.”

Orang-orang tercengang. Maka dusta tentang Somba beredar sejak itu. Pemilik kedai mengaku, setelah lilin dinyalakan, ketenangan mengalir di kedainya. Dua lelaki yang bertengkar soal utang piutang, mendadak tersenyum dan bicara baik-baik. Seorang perwira polisi, si pengutang ulung, datang melunasi utang seraya minta maaf telah menghambat aliran modal pemilik kedai. Para penganggur mulai bicara soal jenis usaha yang memungkinkan digarap. Tukang becak bersiul merdu karena pemerintah setempat meninjau ulang peraturan tentang retribusi yang dinilai memberatkan. Suara-suara itu bergaung di kedai. Lelaki itu datang seperti malaikat.

Di tempat berbeda, lelaki brewok bercerita kepada tetangga. Malam itu rumahnya tampak sangat terang dan hangat, padahal ia hanya menyalakan dua batang lilin. Tak hanya itu, dia dan istrinya yang biasa bertengkar, malam itu merasa seperti sedang pacaran dan saling memeluk, bercumbu dan berakhir di ranjang. Tapi orang-orang tolol kemudian menganggap lilin Somba adalah lilin pembawa berkah. Maka berbondong-bondonglah warga membeli lilin. Tapi tak ada cerita indah seperti dikabarkan pemilik kedai dan lelaki brewok. Sesungguhnya, yang terjadi adalah, pemilik kedai menangis malam itu, terharu menyaksikan perjuangan lelaki itu. Cahaya muncul menerangi hati dan pikirannya, sehingga ia menjadi ramah kepada pengunjung kedai, menagih piutang dengan suara lembut, tidak lagi bicara kasar seperti sediakala. Sementara lelaki brewok, sesungguhnya, juga trenyuh memikirkan lelaki itu. Dia berkata pada istrinya bahwa kehidupan mereka sesungguhnya sangat indah, anak-anak sudah sukses dan setiap bulan mengirimi mereka uang, sementara Somba harus menggigil menahan dingin menjajakan lilin. Mereka menyadari bahwa tak ada yang perlu dipertengkarkan. Maka siapapun tahu, ketika hati dibungkus damai, hubungan suami istri yang beku akan cair seperti hati sepasang remaja yang mabuk dilanda cinta.
Sesungguhnya, benarkah Somba korban pembuangan?

“Aku tak yakin,” kata pemilik kedai.

“Dia sangat bersahaja,” ujar lelaki brewok.

“Aku juga merasa aneh. Malam itu tidak ada suara truk. Selama bertahun-tahun, setiap truk muncul, aku selalu tahu. Sebelum truk memasuki kota, aku selalu bermimpi mendengar deru badai, seolah-olah truk itu muncul dari kepalaku,” kata Mangumbang, lelaki tua bekas tentara yang hidup sendiri di sebuah gubuk tak jauh dari pasar ikan.

Warga kota kami memang sudah terbiasa dengan kejadian serupa. Selama beberapa dekade, pada malam-malam tertentu, sebuah truk muncul membawa orang-orang dan menurunkannya di tanah lapang dekat pasar ikan. Dari tanah lapang itulah penumpang truk menyebar lalu berkeliaran ke sudut-sudut kota. Orang-orang itulah yang kemudian menjadi bahan olok-olokan bagi anak-anak nakal bahkan tak jarang dilempari batu seperti hukuman yang diberikan kepada perempuan sundal di abad-abad jauh. Begitulah, pertanyaan mengapa banyak orang gila berkeliaran di kota itu, akhirnya terjawab, ketika seorang pemabuk terkapar di tanah lapang itu sepulang dari lapo. Suatu dini hari, ia mengaku menyaksikan sebuah truk muncul dan menurunkan beberapa orang gila.  Sejak itu, bergantian warga melakukan pengintaian dan keterangan si tukang mabuk ternyata benar.

Warga kota kami tentu marah. Kami menduga, pembuangan itu dilakukan dinas sosial kota atau rumah sakit jiwa yang over kapasitas. Maka rencana penawanan terhadap truk dan supir dirancang. Tapi sesuatu yang gaib terjadi pada malam ketika supir truk hendak ditawan. Semua orang yang ikut dalam rencana itu, ciut nyalinya dan tidak berani mendekati truk. Bahkan ketika beberapa orang gila diturunkan, mereka menyingkir dan bersembunyi di balik kios-kios pasar. Dari balik dinding kios, mereka hanya mengintip dan menyaksikan orang-orang gila itu berjalan dan menyebar dengan cara-cara aneh ke pusat kota, sementara truk beranjak pelan meninggalkan kota tanpa hambatan. Orang-orang mendengar deru mesin truk seperti auman binatang aneh. Kejadian serupa terjadi beberapa kali, hingga warga memutuskan tak lagi peduli. Kota kami lalu berubah jadi sasaran jurnalis dan berita-berita bermunculan: Di Parit Kota Namora Tuah, Mrs X Ditemukan Membusuk; Tulang-belulang Ditemukan di Namora Tuah; Lagi, Dua Mayat Membusuk di Halaman Kantor Pamong Praja Namora Tuah, dll.

Ihwal truk dan mayat-mayat itu, seorang nenek tua berumur 80-an tahun berkata, “Masa lalu seperti terulang, saat truk mengangkut suami-suami dan anak-anak muda terpelajar. Mereka tak pernah kembali, tapi mayat-mayat dikirimi ke kota ini. Mampuslah! Kita harus usir kegelapan ini.”

***

Aku dan istriku memutuskan melaporkan kejadian yang kami alami kepada pihak berwajib. Fakta bahwa saudagar lilin itu telah membawa keanehan di seluruh kota, juga temuan sepotong bambu dan lilin di halaman rumah kami, pertanda situasi mulai tak kondusif. Jika hal itu dibiarkan berlangsung, sesama warga akan saling mencurigai dan isu santet bisa saja berhembus. Kami berencana mengusulkan agar lelaki itu diusir. Saat asyik mendiskusikan itu, terdengar ketukan di pintu. Istriku beranjak dan...lelaki tua itu! Lelaki tua itu tersenyum menawarkan lilin.

“Untuk apa?” tanyaku dingin.

“Mengusir kegelapan,” jawabnya.

“Di situ,” katanya menunjuk titik di mana potongan bambu terpancang, “Di situlah ibuku dulu menancapkan obor setiap malam setelah ayah dibawa. Di situ tubuh ayah diikat, diangkat, lalu dilemparkan ke dalam truk. Di tanah itu ibuku meraung-raung dan bergulingan saat ayah dibawa. Di situ berdiam kegelapan!”

Pematangsiantar, 2013-2017

Bagikan:

06 November 2017

Lirik Lagu 'HOLAN HO' dan Artinya...


HOLAN HO

Cipt. Tagor Tampubolon
Voc. Frans Sirait
Ilustrasi

Nang pe gaor galumbang i
Ro nang haba-haba i
sai hulugahon do solukki
manjalahi ho

(Walaupun gelombang berkecamuk
Dan hujan petir membadai
Sampan  terus kukayuh
Demi mengejarmu)

Nang gaor hata-hata i
Ro tu sipareonhi
Sai hupasiding
Sai hupasiding
humongkop ho

(Meskipun gosip menerpa
Sampai ke telingaku
Selalu kusingkirkan
Selalu kusingkirkan
Demi memperjuangkanmu)

Ai holan ho di rohakki
Ai holan ho di nipikki
Dang muba dang mose
Dang muba dang mose
Sai hot do ho di rohakki

(Hanya kau di hatiku
Hanya kau di mimpiku
Tak akan berubah takkan ingkar
Tak akan berubah takkan ingkar)

Nang gaor hata-hata i
Nang pe ro tu sipareonki
Sai hupasiding
Sai hupasiding
Humongkop ho

(Meskipun gosip menerpa
Sampai ke telingaku
Selalu kusingkirkan
Selalu kusingkirkan
Demi memperjuangkanmu)

Ai holan ho di rohakki
Ai holan ho di nipikki
Ai holan ho di rohakki
Ai holan ho di nipikki

(Hanya kau di hatiku
Hanya kau di mimpiku
Hanya kau di hatiku
Hanya kau di mimpiku)

Dang muba dang mose
Dang muba dang mose
Sai hot do ho di rohakki

(Tak akan berubah takkan ingkar
Tak akan berubah takkan ingkar
Kau tetap teguh di jiwaku)

Ai holan ho di rohakki
Ai holan ho di nipikki
Dang muba dang mose
Dang muba dan mose
Sai hot do ho di rohakki

(Hanya kau di hatiku
Hanya kau di mimpiku
Tak akan berubah takkan ingkar
Tak akan berubah takkan ingkar
Kau tetap teguh di jiwaku)

***

Bagikan:

Lirik Lagu 'Goyang Manula' dan Artinya...


GOYANG MANULA

Cipt. Robert Marbun
Voc. Putri Ayu Silaen
Back Voc. Robert Marbun

Mensano in corporesano
Dalam tubuh yang sehat
terdapat tubuh yang kuat
Oppung among inong...

Manortor ma di son marembas ma di son
Hei...ee... na matua dohot na satonga tua
Goyang manula songon na marsenam
Sonang pikkiran sehat pamatang
Pangkilalaan pe lumbang

(Menarilah di sini bergoyang di sini
Hei...ee...yang tua dan setengah tua
Goyang manula seperti senam
Pikiran senang tubuh pun sehat
Perasaan pun ringan)

Unang sai kumat asam urat
Unang lam parah gula darah
Denggan ma dirawat diallang ma ubat
Asa unang sangat peak o...o...
Sotung laos tungkap singgalak

(Agar asam urat tidak kumat
Agar gula darah tak kian parah
Dirawatlah baik-baik dikonsumsilah obat
Agar tidak sempat terkapar o...o...
Jangan sempat jatuh tak berkutik)

Molo sai bukbak ma tarottok
Molo sai sukkot utok-utok
Denggan ma dikontrol dicek ma kolesterol
Asa unang sanga tol-tol o..o...
Sotung so marhosa songgot

(Kalau jantung selalu berdegup
Kalau otak selalu sumpek
Dikontrollah baik-baik dicek kolesterol
Jangan sempat tegang
Mendadak tak bernafas)

Manortor ma di son marembas ma dison
Hei...ee... na matua dohot na satonga tua
Goyang manula songon na marsenam
Sonang pikkiran sehat pamatang
Pangkilalaan pe lumbang

(Menarilah di sini bergoyang di sini
Hei...ee...yang tua dan setengah tua
Goyang manula seperti senam
Pikiran senang tubuh pun sehat
Perasaan pun ringan)

Unang sai ngendul dugul-dugul
Unang sai ngilut hau tanggurung
Jot-jot ma diurut dohot miak kusuk
Asa unang sanga stroke
Sotung gabe lumpu toppu

(Agar lutut tidak beku
Agar tulang punggung tak kaku
Seringlah diurut dengan minyak kusuk
Agar tidak sampai stroke
Agar tidak lumpuh secara mendadak)

Molo magurbak simanjojak
Molo humalon pardompakan
Parose ma ginjal parose ma mudar
Asa unang gagal total o...o...
Sotung sude badan bal-bal

(Jika telapak kaki gemetar
Jiwa wajah selalu kaku
Periksa ginjal periksa darah
Agar jangan gagal total o...o...
Agar tidak seluruh badan hancur)

Manortor ma di son marembas ma dison
Hei...ee... na matua dohot na satonga tua
Goyang manula songon na marsenam
Sonang pikkiran sehat pamatang
Pangkilalaan pe lumbang

(Menarilah di sini bergoyang di sini
Hei...ee...yang tua dan setengah tua
Goyang manula seperti senam
Pikiran senang tubuh pun sehat
Perasaan juga jadi ringan)

Mensano in corporesano
Dalam tubuh yang sehat
terdapat tubuh yang kuat
Oppung among inong...

Bagikan:

04 November 2017

Pensil Ompung

PENSIL OMPUNG
Cerpen Panda MT Siallagan

"Ibu, ceritakanlah kepadaku tentang kenyataan!" kata anakku suatu malam. Hatiku terasa retak. Kenyataan, kata sendu penuh kepasrahan ini, bagiku selalu terdengar seperti bunyi ledakan. Ledakan yang menggetarkan seisi jiwa.

“Aku bosan mendengar dongeng tentang kancil, kupu-kupu, kunang-kunang, burung-burung ajaib, bunga-bunga, matahari, bulan, dan bintang-bintang. Aku mau cerita tentang kenyataan,” berkata lagi anakku sembari aku menata hati yang menyerpih.

Ilustrasi.
“Kenyataan?” sebuah tanya mengulur waktu. Aku butuh berpikir, kenyataan seperti apakah yang diinginkan Nia Dong kukisahkan padanya? Aku belum siap jika kenyataan yang ia inginkan adalah cerita tentang ayahnya. Aku belum mampu menjadi ibu yang jujur jika ia bertanya mengapa tak punya ayah, seperti kerap ia tanyakan belakangan.

“Tentang apa?”

“Pokoknya kenyataan.”

Baiklah. Ini tentang lelaki tua. Simak baik-baik, sebab pangkal cerita agak semak. Bayangkan terlebih dahulu sebuah sekolah. Sebab lelaki tua itu selalu muncul di kompleks sekolah setiap pagi. Di hadapannya, ada meja lipat tempat pisau dan batu gosok tergeletak. Ia selalu tiba di sekolah itu pagi-pagi sekali, menunaikan tugas sebagai tukang raut pensil. Ketika anak-anak itu tersedot ke dalam ruangan mematuhi bunyi lonceng, ia menikmati kesendiriannya sambil membaca.

Lalu, pada siang hari, saat anak-anak hambur dari ruangan menikmati kebebasan yang disuarakan lonceng, lelaki tua itu juga bersiap pulang. Ia mengemasi barang-barangnya ke dalam tas: batu gosok, pisau, meja lipat, kotak kayu dan buku, lalu beranjak pelan meninggalkan kompleks sekolah, merayap di jalanan yang dibakar terik.  Anak-anak itu sesekali melambai dari bus, “Oppung, duluan ya! Hati-hati ya, Oppung.” Ia balas lambaian itu, riang penuh senyum.

Ia selalu berjalan kaki, tak pernah datang dan pulang menumpang opelet. Berjalan kaki, seperti tersirat dari ayunan langkahnya, agaknya ia pilih sebagai alat menikmati irama kesepian yang merambat. Adakah sesungguhnya cercah esok yang masih diidam dan diyakininya? Sudah terlalu tua ia bercita-cita. Tapi memang, selalu ada harapan dalam setiap hal yang rapuh. Lihatlah, ada sahaja di peci yang dikenakannya, di dalam kemeja lusuhnya. Sepasang kaki kurus beralas sandal jepit masih kuat menapaki aspal, lalu tas ransel yang menggandul naik-turun di punggung yang membungkuk, seolah bicara tentang pasang surut perjalanan hidupnya.

“Ibu, aku tak mengerti. Kenapa ceritanya membingungkan?”

“Nak, tidak seperti cerita kancil dan buaya, tidak seperti hikayat Danau Toba, yang gampang dimengerti dan mudah dicerna, kenyataan memang sulit dipahami.”

“Baiklah, teruskanlah, Ibu!”

Nama lelaki tua itu Ompung Pensil. Selama kehadirannya yang mengesankan, Ompung Pensil adalah korban ketidakpedulian. Tidak seorang pun tahu dari mana ia muncul di pagi hari dan ke mana ia pergi, atau pulang, setelah meninggalkan sekolah pada siang hari. Tidak seorang pun ingin tahu siapa ia, apakah ia punya keluarga, apakah ia seseorang yang menderita atau bahagia, atau mengapa ia muncul di kompleks sekolah itu menjadi tukang raut pensil. Tapi, bagi sebagian anak-anak, ia adalah kekasih jiwa, sebagaimana ia juga menerima anak-anak itu jadi pusat kebahagiaanya. Jika ia sedih, anak-anak itulah yang bertanya mengapa matanya dikepung murung. Maka ia selalu bahagia meraut pensil anak-anak itu. Ia juga meraut jiwa. Jiwa yang tumpul ditabrak zaman. Jiwa yang ronyok dilindas waktu.

Sungguh, tidak ada yang tahu siapa nama lelaki itu. Ia mungkin memang tak penting dikenal, atau dipedulikan, sama seperti tidak pentingnya profesi yang ia pilih: tukang raut pensil. Anak-anak senang memanggilnya Ompung Pensil, sebab ia senang bicara tentang pensil. Pensil, katanya, selalu butuh penajaman, maka ia diraut. Tak perlu disesali kayu pembalut karbon yang terbuang saat diraut, sebab bagian yang berguna adalah inti, yang diraut menjadi mata pensil. Pensil adalah alat memahami rasa sakit, sebab ia selalu diraut. Maka anak-anak itu pun mulai paham, setiap orang harus pandai memahami rasa sakit, bahkan ada masanya harus habis demi catatan dan gambar-gambar. Bukankah hidup adalah buaian catatan dan sergaman gambar-gambar?

Ia sangat bangga jadi tukang raut pensil. Sesekali ia memang menggerutu, saat bicara tentang pensil rias pemalsu garis alis dan bibir, alat ketololan perempuan kini, tapi ia segera sadar dan gegas menyingkirkan topik genit itu dari pendengaran anak-anak. Ia tidak ingin anak-anak jatuh cinta pada pensil palsu. Jika sudah begini, ia mendadak jadi orang yang muluk-muluk, menginginkan anak-anak itu belajar cinta dari pensil, ingin anak-anak itu menyelamatkan masa depan dengan pensil. Maka mudah dipahami mengapa ia senang anak-anak itu memanggilnya Ompung Pensil.

Sampai di sini, aku lihat Nia Dong sudah lelap. Aku tatap matanya memejam dalam damai. Sudah sangat lama aku tak menatapnya selekat malam itu. Sepi merayap. Aku sedih. Anakku yang baik, usianya kini sebelas tahun, dan selama itu aku disaput rasa sakit mendampingi pertumbuhan dan perkembangannya. Aku lupa sejak kapan aku mulai mendongeng mengantar tidurnya. Juga, aku tak ingin mengingat sejak kapan ia mulai bertanya tentang ayahnya. Apakah ia punya ayah? Aku tahu, selamanya pertanyaan ini akan menggayut berat di pundaknya, juga di pundakku. Tapi, pada saatnya nanti, akan kukisahkan luka itu. Luka yang seperti dongeng: kekasihku hilang saat aku hamil, mungkin diculik, dan tak pernah kembali sejak kerusuhan itu. Ayahnya, calon mertuaku, kehilangan diri sejak kejadian itu. Kini, aku remuk dalam dunia tanpa siapa-siapa. Hanya Nia Dong satu-satunya milikku. Tapi, ya, tentang Mursal, calon suamiku itu, tentang ayahnya, tentang aku yang terbuang dari keluarga demi Nia Dong, suatu saat harus kukisahkan.

Untuk menghibur diri, izinkanlah kulanjutkan cerita tentang Ompung Pensil, sebagaimana aku akan mengisahkan cerita ini secara berulang kepada Nia Dong selama beberapa malam, sebab ia memintanya dengan alasan  belum paham. Begitulah, tidak ada seorang pun yang tahu sejak kapan Ompung Pensil muncul di sekolah itu. Dan barangkali, kehadirannya tidak akan pernah disadari para guru, orangtua dana anak-anak lain, jika seandainya Motu, siswa kelas empat, tidak merautkan pensil kepadanya, suatu hari pada jam istirahat sekolah. Tapi...

“Siapa itu, Motu?” Bu Lidya, wali kelas, bertanya penuh curiga.

“Tukang raut pensil, Ibu.”

“Hati-hati. Banyak penculik anak berkeliaran.”

“Iya, Ibu!”

Tapi anak-anak itu tak peduli. Sebaliknya, terdorong oleh kasih yang memancar lembut dari mata dan cara tangannya meraut pensil, Ompung Pensil meraih ketenaran di sekolah itu.  Begitu jam istirahat, anak-anak akan berdatangan memintanya meraut pensil. Anak-anak itu senang pensil hasil rautan Ompung Pensil, katanya indah dan cantik. Betapa tidak, lelaki tua itu meraut pensil bukan dengan alat raut buatan pabrik, tapi  dengan pisau kecil berwarna putih. Pisau yang berkilat-kilat memantulkan cahaya dan tampak sangat berbahaya. Siapa pun tahu, pisau itu sangat tajam, sebab selalu diasah Ompung Pensil dengan batu gosok. Ia tidak mau meraut pensil dengan pisau majal. Maka lihatlah, rautan pada ujung pensil itu tampak seperti motif bunga matahari, rapi dan berseni, tidak menggerucut polos seperti hasil rautan buatan pabrik. Ada keajaiban kreativitas di situ.

Tentu tidak ada yang gratis. Lelaki tua itu memungut biaya seratus rupiah untuk sekali raut. Tapi, kelak akan kau tahu, sesungguhnya bukan pecahan receh itu yang diinginkan Ompung Pensil. Ia mengutip biaya itu agar anak-anak belajar menghargai kerja orang lain, sesederhana apa pun bentuknya. Demikianlah ia juga menunjukkan penghargaan terhadap kepedulian dan semangat anak-anak itu. Ia sesekali bertanya tentang PR dan nilai ulangan harian, lalu memberi rautan gratis bagi anak yang memperoleh nilai delapan ke atas. Ia dicibir gila, tapi ia makin semangat meraut pensil. Ia meraut pensil seolah-olah mencari sesuatu yang hilang, mungkin kebahagiaan.

Baiklah, sekarang kukatakan, aku tahu cerita tentang Ompung Pensil karena di sekolah itulah dulu Mursal sekolah, calon suamiku yang hilang, atau mungkin diculik atau dibunuh. Sering aku berharap menemukan jejak masa kecilnya, sehingga kerap berkunjung ke sekolah itu, menemui guru-gurunya yang sudah tua sekedar mencari tahu seperti apa ia ketika kecil. Di sanalah aku bertemu Ompung Pensil. Dan itulah alasan mengapa aku mengirimkan Nia Dong ke sekolah itu. Dan kelak, selama beberapa waktu, kisah tentang Ompung Pensil mulai merasuki hati anakku. Lamunan dan mimpi mulai mendayu sekacau sepi, menggayuti instink dan nuraninya. Selama beberapa waktu, setiap bangun pagi, Nia Dong mulai senang bercerita bahwa tidurnya berlangsung damai, sebab ia bertemu Ompung Pensil.

Suatu kali ia mengatakan bahwa Ompung Pensil berubah menjadi pendeta, tapi tidak berkotbah di gereja, melainkan mengembara dari kota ke kota, bicara tentang harapan kepada anak-anak gelandangan. Di pagi hari yang lain, ia berkata bahwa Ompung Pensil adalah pengembara suci, yang punya kelembutan tanpa batas hingga tak tega membunuh seekor nyamuk. Dan suatu pagi, hatiku terasa retak. Nia Dong menyakini mimpinya: Ompung Pensil adalah bekas tentara, lalu selamanya menderita mengenang desingan-desingan peluru dan muncratan darah. Bagaimana kebenaran itu muncul ke dalam pikiran Nia Dong? Empat puluh tiga tahun lalu, sebagaimana kutahu kemudian, Ompung Pensil lari dari tugas ketentaraan, tak tega menggorok leher “orang-orang yang terlibat”.

Demikianlah, beberapa hari sebelum meninggal, Ompung Pensil diusir dari sekolah itu. “Dahulu kala, ada seoarang anak bernama Budi, hidup di negeri yang sedang dilanda perang. Budi dilarang berteman dengan orang asing. Tapi, ia membantah nasihat. Akhirnya Budi diculik. Lehernya digorok. Krek. Tewas !” kata guru-guru mengingatkan anak-anak. Tapi, Ibu, negeri ini tidak sedang perang.

Dan para ibu menyebar penyakit: “Duh, honey, nggak takut ya diserang TBC. Si tua bangka itu batuk-batuk. Lihat, pakaiannya jorok dan bau tikus. Mama nggak mau kamu sakit, sayang. Mulai besok papa yang meraut pensilmuya, duhh…!” Tapi, Mama, ompung itu selalu wangi.

Sejak itu, anak-anak itu tidak lagi bisa menyaksikan Ompung Pensil mengasah pisau, meraut pensil dan bicara tentang pensil demi pensil. Pensil adalah...

Cerita kembali terhenti pada suatu malam yang hujan. Nia Dong menyela dan bertanya, “Bu, kapan kita menemui Ompung Pensil. Aku ingin ompung itu bicara padaku, bicara tentang pensil. Aku sekolah di sana saja!”

Aku menangis, “Nak, andai ayahmu tak hilang, kisah tentang Ompung Pensil tidak akan pernah ada. Ompung Pensil sudah meninggal. Calon kakekmu!”

Pematangsiantar, 4 Juli 2008

* Cerpen ini pertama kali dimuat di Majalah TAPIAN Edisi Desember 2009, hal. 56-58

Bagikan:

02 November 2017

RIP! Raja Sulim Batak Poster Sihotang, Kini Telah Tiada


SolupL - Musisi Batak Poster Sihotang, yang sangat dikenal dengan albumnya seruling maut, telah meninggal dunia pada Kamis (2/11/17). Kepergian si Raja Seruling Batak ini diinformasikan ratusan netizen di facebook. Dari informasi ini, diketahui almarhum sempat dirawat di RS Tugu Tanjungpriok.
Poster Sihotang.
Akun Facebook Willy Wahyu Sihotang menuliskan:

Berita Dukacita.... 
Telah berpulang ke rumah Bapa di surga,, Abang kami,, saudara kami terkasih , salah satu komposer besar lagu2 Batak.,, Si Raja Seruling.. Abang POSTER SIHOTANG ,,,,
Kepergianmu begitu menyesakkan hati kami abangku,, semua serba tiba2,,, kita masih sering bertemu diacara Arisan Sihotang Jakarta Utara dan Acara2 Sihotang SEJABODETABEK,, sehat dan bugar.. rasanya tdk percaya dengan kepergianmu ini.... 
Tapi Tuhan lebih berhak.. Dia lebih menginginkan Abang kami Poster Sihotang kembali kepangkuanNya.. kami hanya bisa meratap abang.. semua harus kami ikhlaskan.. semoga Kakak dan semua anak2 dirmg kuat dan sabar menerima kenyataan ini...
Selamat jalan Abangku.. berbahagialah Engkau di sisi Bapa Sang Pencipta.. 
#sekedar informasi.. Jenazah sementara ini masih di RS BPP TUGU PELABUHAN, Jakarta Utara.

Sementara Waren Sihotang menulis: Toppunai bapa par monding mon.POSTHER SIHOTANG (Trio Relasi)?????????? nga di tinggal hon ho be hami...tu keluarga nang akka dongan..on ma boa2 ku tuhamu ate..dangadong tikki manelepon.


Vica Sihotang Coit menulis:  Telah dipanggil Bapa disurga musisi sang RAJA SERULING batak,.. Bpk. POSTER SIHOTANG , saat ini masih di RS tugu Tanjung Priok... Untuk teman2 boleh diberitahukan kepada teman2 lainnya... Saya baru dapat kabar dari keluarga beliau. Mauliate.''

Poster Sitohang juga menjadi personel Trio Relasi, piawai meniup seruling dan memainkan senar kecapi. Album instrumentalia suling dan kecapinya sangat membekas di hati pencinta musik Batak. (berbagai sumber/int)


Bagikan:

24 Oktober 2017

Benny Panjaitan Sang Legendaris 'Panbers' Meninggal Dunia


 
 SolupL - Musisi legendaris Benny Pandjaitan dikabarkan meninggal dunia pada Selasa (24/10/17). Hal itu dibenarkan oleh anak Benny, Roesland saat dihubungi wartawan, Selasa pagi. "Benar meninggal jam 09.50 WIB karena sakit stroke sudah lama. Ini saya sedang on the way ke rumah duka," ujar Roesland.

Benny Panjaitan.
Sebelumnya, pesan berantai lebih dulu menyebar di kalangan wartawan. Pesan tersebut menyebutkan bahwa Benny Pandjaitan telah meninggal dunia.

"Om benny panjaitan barusan meninggal dunia. Alamat duka: Jalan Prof DR Hamka Komplek Panbers (Taman Asri) no 14, Ciledug Larangan," tulis pesan tersebut.

Benny sempat dikabarkan meninggal dunia pada Minggu (22/10/2017) kemarin. Namun hal itu disangkal putranya.

Benny Panjaitan dikenal sebagai anggota Panjaitan Bersaudara (Panbers), satu nama kelompok pemusik yang merupakan singkatan dari Pandjaitan Bersaudara.

Kelompok musik ini didirikan pada 1969 di Surabaya, terdiri dari empat orang kakak beradik kandung putra-putra dari Drs JMM Pandjaitan SH (alm) dengan Bosani SO Sitompul. Mereka adalah Hans Panjaitan pada lead guitar, Benny Panjaitan sebagai vokalis dan rhythm guitar, Doan Panjaitan pada bas dan keyboard, serta Asido Panjaitan pada drum.

Dalam perkembangannya formasi band ini berubah dan bertambah sejak tahun 1990-an dengan kehadiran Maxi Pandelaki sebagai bassist, Hans Noya sebagai lead guitar, dan Hendri Lamiri pada biola. (berbagaisumber/int)
Bagikan:

22 Oktober 2017

Jenis-jenis Wawancara dan Pengertiannya


SolupL - Wawancara adalah tanya jawab yang bertujuan memperoleh informasi atau keterangan akan suatu hal. Singkatnya, wawancara merupakan teknik pengumpulan data secara langsung. Orang yang mencari data disebut pewawancara, sedang sumber yang diwawancarai disebut narasumber.

Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara nantinya akan diubah menjadi laporan tertulis, yaitu laporan tulisan jurnalistik (berita) atau data dalam bentuk ringkasan (resume). Berikut jenis-jenis wawancara dan pengertiannya:

Ilustrasi.
* Wawancara Berita (News Interview)

Wawancara berita adalah wawancara untuk bahan berita. Dalam hal ini yang melakukan wawancara adalah wartawan atau jurnalis. Informasi yang ingin diperoleh wartawan dalam wawancara ini bisa berupa tanggapan atau konfirmasi seorang ilmuwan, pejabat dan narasumber lain tentang informasi yang berkaitan dengan berita yang akan atau telah ditulis.

* Wawancara Pribadi (Personal Interview)

Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang seseorang tokoh atau figur publik. Wartawan akan mendatangi tokoh tersebut dan mewawabcarainya untuk mendapatkan pendapat atau informasi tentang sesuatu yang perlu dijelaskan secara panjang lebar. Untuk wawancara model ini, wartawan perlu mempersiapkan gambaran masalah dan butir pertanyaannya. Ini penting untuk mendapatkan informasi dan pendapat yang diinginkan. Dengan persiapan itu, wartawan dapat mengendalikan pembicaraan sehingga tidak melebar ke mana-mana.

* Wawancara Jalanan (Man in The Street Interview)

Jenis wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan gagasan dari berbagai individu, paguyuban maupaun komunitas masyarakat. Hasil dari wawancara ini biasanya diturunkan dalam bentuk laporan mengenai tanggapan masyarakat atas sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan publik, misalnya apa pendapat (mereka) tentang kenaikan harga BBM dan sembako.

* Wawancara Kelompok (Discussion Interview)

Nara sumber duduk dan dikelilingi puluhan wartawan. Mereka berkumpul mengajukan pertanyaan kepada nara sumber  di depan. Dan si nara sumber menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh para wartawan tadi.

* Wawancara Sambil-lalu (Casual Interview)

Melakukan wawancara, namun secara tidak sengaja, artinya tidak direncanakan sebelumnya atau tanpa persiapan. Contohnya ketika kita jalan-jalan, tiba-tiba ketemu tokoh penting atau peristiwa unik. Lalu kita langsung melakukan wawancara ada apa kok pejabat penting itu datang dan peristiwa apa yang sedang berlangsung.

* Wawancara Telepon (Telephone Interview)

Ini adalah jenis wawancara yang dilakukan lewat pesawat telepon. Lazim digunakan dalam keadaan mendesak. (Pada wawancara via telepon, wartawan tak menangkap suasana orang yang diwawancarai). Contohnya saat berita kita kurang lengkap, sedangkan besoknya harus terbit, maka cara yang satu ini sangat ampuh.

* Wawancara Tertulis (Written Interview)

Pertanyaan itu disampaikan langsung oleh wartawan tapi berupa tulisan di kertas pada nara sumber,  atau ditinggalkan sehingga sumber berita bisa membaca dan menjawab sendiri pertanyaan tersebut.

* Wawancara Online (Online Interview)

Sama halnya seperti wawancara biasa, namun kali ini menggunakan media maya yaitu internet. Wartawan bisa bertanya lewat email, facebook, atau apapun terkait internet, yang nantinya akan dijawab oleh si nara sumber. (bbs/int)
Bagikan:

20 Oktober 2017

Lirik Lagu 'Dang Boi Tarlupahon Au' dan Artinya


Dang Boi Tarlupahon Au

Voc: Putri Siagian
Cipt: Bob Benny Tambunan


Putri Siagian.
Tikki i uju rap au dohot ho
Dang boi hutariashon holongki
Hurippu do na so adong roham tu au
Dung marhasohotan au
Dipaboa ho mai holongmi tu au

(Dulu saat kita bersama
Tak mampu kunyatakan cintaku padamu
Kupikir kau tak ada hati untukku
Tapi setelah aku berumah tangga
Kau katakan cintamu padaku)


Rohakki sai tu ho do hasian
Holongki dang marna muba sian ho
Sahat ro di namatua hasian
Dang boi tarlupahon au
dang boi tarpasiding au sian ngolukki

(Hatiku memang selalu padamu
Cintaku padamu takkan berubah
Hingga nanti usia menua
Tak akan bisa kulupakan
Tak bisa kusingkirkan dari hidupku)


Reff...

Tung mansai buni do i holongmi
Tanom bagas di ate-atekki
Nang pe so boi husiram i hasian,
Tarsongon bunga na mangingani rohakki
Di tangiangki ma da ito
Huboan goarmi...

(Cintamu tersimpan rapi
Tertanam dalam-dalam di jiwaku
Meski tak bisa kusiram, kekasih
Seperti bunga yang tumbuh di hati8
Biarlah dalam doa-doa
Kubawa namamu selalu...)


Anggiat ma dipasu-pasu Tuhan i
Denggan parsaripeonmi
Tangiangkon ma nang au hasian,
Denggan parsaripeonki

(Semoga Tuhan memberkati
Semoga bahagia rumah tanggamu
Kiranya engkau doakan jua aku
Bahagia rumah tanggaku)
Bagikan:

Lirik Lagu 'Marsak Au Ito' dan Artinya...

Hurippu holan au dihaholongi ho
Hurippu holan au di bagas rohami
Hape mardua dalan holongmi
Na salelengon

(Kupikir hanya aku kau sayangi
Kupikir hanya aku ada di hatimu
Nyatanya cintamu terbagi jalan
Selama ini)


Jotjot tarjaha au ito
sms di henpone mi
Na mandok sayang tu ho

(Kerap terbacaku sms
di ponselmu
Bilang sayang padamu)


Molo dao ito ho sian lambunghi
Masihol au ito naeng pajumpang
hape dung jonok ho da hasian
Gabe hambar do

(Jika kau jauh dariku
Aku rindu ingin bertemu
Tapi setelah kau berada di sampingmu
Semua jadi hambar)


Naeng huhalupahon ho
Naeng do ho hupasiding
Alai dang tarbahen au

(Ingin aku melupakanmu
Ingin aku menyingkirkanmu
Tapi aku tidak mampu)


Reff..

Marsak au ito
Mamikkiri ho
Sega ni rohakki
Di baen ho ito

(Resah aku
Memikirkanmu
Hancur hatiku
Karenamu)


Sugari dang hutanda ho ito na ujui
Dang taonon hu songonon
Boasama.... Boasa hasian
Ikkon hutanda ho ito

(Andai dulu aku tidak mengenalmu
Takkan kumenderita begini
Mengapa...mengapa kekasih
Aku harus mengenalmu)
Bagikan:

11 Oktober 2017

Lirik Lagu 'Satipis Bulung Sangge-sangge' dan Artinya...

Satipis Bulung Sangge-sangge

Cipt: Herman Sihotang dan Herianto Sihotang
Voc: Herianto Sihotang


Di bulan sappulu i
I ma bogas partumpolon i
Naung sahata hita
na mangunduk padan
Lao manopot pesta i

(Pada bulan sepuluh
Momen pertunangan kita
Yang telah sepakat berjanji
Menyambut pesta pernikahan)

Balik do panghirimanhi
Dua ari sidung partumpolon i
Ro ma poda sian natua-tuami
Poda siboan ilu i

(Tapi mimpi-mimpiku hancur
Dua hari setelah pertunangan itu
Kuterima petuah orangtuamu
Petuah yang mencucurkan airmata)

Ha...aaa...
Talu do hape holonghi
Talu dibaen arta
Ha...aaa...
Monang do hape ho hasian
Mambaen au manarita

(Ha...aaa...
Cintaku ternyata kalah
Kalah karena harta
Ha...aaa...
Kau ternyata menang
Membuatku menderita)

Ingkon kalunghon nama hasian
Kalung na tipis on
Kalung satipis bulung sangge-sangge i
Ido pandok ni namboru i

(Harus kalungku ini ternyata, kekasih
Kalung yang teramat tipis
Kalung setipis daun serai
Seperti kata bibi)

Ingkon dohot rok na hupakke i
Dang suman didok tu au
So huboto be mangalusi i
Sude hata ni namboru i

(Dan rok yang kukenakan itu
Disebut tak pantas bagiku
Tak tahu aku hendak menjawab apa
Semua perkataan bibi)

Hasian Partumpolon i ma
Tanda ni parsirangan i

(Kekasih, pertunangan itu
Menjadi awal perpisahan selamanya)


BACA JUGA: Kisah Sangge-sangge, Kisah Budaya

Bagikan:

Kisah Sangge-sangge, Kisah Budaya


Oleh: Panda MT Siallagan

Beberapa hari terakhir, sangge-sangge menjadi trending topik di media sosial, terutama di jejaring facebook. Bagai air, kata 'sangge-sangge' tumpah di hampir seluruh linimasa (wall) akun facebook milik orang-orang Batak, baik anak-anak muda maupun orangtua. 
 
Sangge-sangge.

Kita tahu kisah itu: pernikahan Tika Romauli Siregar dan Windra Simangunsong batal karena calon pengantin perempuan terlibat percakapan menyakitkan dengan sang calon ibu mertua. Tika tersinggung ketika calon ibu mertuanya membahas pakaian yang ia kenakan saat acara martumpul (bertunangan).

Calon mertua menilai pakaiannya tidak layak digunakan dalam acara seperti itu. Calon mertua juga menyinggung perhiasan emas yang ia gunakan, terlalu kecil dan tipis seperti daun sangge-sangge (serai). Inilah awal mula kisah sangge-sangge dengan berbagai tanggapan, meme, parodi, bahkan lagu. 

Mengapa sangge-sangge ini begitu cepat menyebar dan viral? Itu terjadi karena secara sosio-kultur, sangge-sangge memang akrab dengan tatanan kehidupan orang Batak. Sangge-sangge merupakan bumbu pelengkap untuk kuliner tradisional Batak. Seluruh makanan khas Batak selalu pakai sangge-sangge. Sejalan dengan itu, maka sangge-sangge lekat dengan adat, dengan budaya. 

Sanggge-sangge adalah tentang rasa, tentang aroma. Penikmat kuliner asli tradisi akan segera tahu jika bumbu makanan khas Batak, misalnya ikan arsik, tidak dilengkapi dengan tanaman suku rumputan berdaun tipis ini. 

Penggunaannya saat meracik bumbu juga harus cermat. Tidak boleh berlebihan, sebab jika digunakan terlalu banyak, makanan akan terasa pahit. 

"Untuk masakan arsik, naniura, gulai ikan, sangge-sangge cukup penting, meski porsinya tidak cukup banyak. Sebab bila berlebihan, rasa makanan jadi pahit. Tapi kalau tidak pakai Sangge-sangge, aroma masakan sepertinya kurang pas," ujar S br Rajagukguk (56), seorang ibu rumahtangga Balige, Selasa (10/10/17). 

S Br Rajagukguk tidak tahu menahu soal budaya, tapi menurutnya, sangge-sangge adalah salah satu simbol masakan orang Batak. Harganya murah, gampang didapat, dan mudah tumbuh di mana saja. Di Pasar Balige, misalnya, 4 batang sangge-sangge hanya dihargai Rp2.000.

Sesungguhnya, bukan hanya untuk orang Batak, tapi bagi suku lain, sangge-sangge juga memiliki peranan penting dalam bidang kuliner. Bahkan di Asia, seperti Kamboja, Thailand, Malaysia, dan Vietnam, sangge-sangge merupakan rempah-rempah berharga. Sangge-sangge memang memiliki aroma dan rasa yang unik. Sangge-sangge adalah primadona bagi kaum ibu. 

Maka mudah dipahami, sebagai wujud keakraban dengan sangge-sangge, kaum ibu akan mudah menggunakannya sebagai perlambang untuk merepresentasi situasi dan konteks sosial tertentu. Kalung setipis daun sangge-sangge adalah ungkapan mendasar yang lahir dari imajinasi kaum ibu. Selain tipis, daun sangge-sangge memang kasar, bergerigi dan berpotensi menyebabkan luka jika tergores pada tangan.

Umumnya daun sangge-sangge  disingkirkan, yang dipakai untuk pelengkap bumbu adalah bagian batang, yang memiliki cita rasa tinggi. Istilah kalung setipis daun sangge-sangge bisa merujuk pada makna bahwa kalung yang kecil tidak ada artinya, tidak memiliki cita rasa, tidak memunculkan 'kehormatan' sosial. Kalung yang bermartabat adalah kalung setebal batang sangge-sangge. 

Sesungguhnya, perlambangan ini lahir dari penghayatan yang mendalam dan mendarah daging, sebagaimana halnya selera lidah menyatu dengan aroma dan citarasa makanan yang diciptakannya. Sebab kuliner memang penjaga ingatan, sekaligus jalan menuju identitas. Para perantau akan selalu terkenang pada kuliner awal yang membesarkannya. Itulah sebabnya para perantau selalu mencari kuliner-kuliner khas yang ia kenal sejak kanak-kanak.

Dan sangge-sangge, dalam konteks yang sangat romantis sebagai bagian dari budaya itu, muncul secara mengejutkan, membatalkan sebuah acara pernikahan yang secara adat dan budaya juga sakral. Sangge-sangge adalah pelengkap makanan dalam tradisi adat-istiadat, tapi ia dipakai sebagai perlambangan yang menyakitkan dalam acara adat itu sendiri. 

Itulah yang menyebabkannya viral, sebab ia menyentuh sisi terdalam perasaan dan cita rasa orang Batak yang memang akrab dengan sangge-sangge. Nilai human interest sangge-sangge ini menembus relung terdalam pikiran dan hati. Kalung setipis sangge-sangge, atau cinta (holong) setipis sangge-sangge, alangkah pedih. Warganet sesungguhnya sedang terluka.

Lalu, sangge-sangge terus bergerak memunculkan ragam ekspresi untuk melampiaskan rasa simpati dan luka itu. Sejumlah anak muda kreatif dengan berbagai minat, mencoba mengeksplore sangge-sangge. Ada yang membuat meme bagi yang paham infografis, ada yang membuat parodi, dan ada yang menciptakan lagu. 

Sebuah lagu berjudul Satipis Bulung Sangge-sangge (Kalung Mas i), yang diciptakan Herman Sihotang dan Herianto Sihotang, tiba-tiba viral di media sosial youtube. Atas lagu ini, Tika Romauli Siregar berkomentar: Terimakasih buat semua yang simpatik terhadap kisah saya ini. Semoga tidak ada lagi ketulusan dibalas dengan penghinaan. 

Salah seorang gadis cantik bernama Shety Simamora, melalui akun instagram @shety__simamora, juga mengunggah sebuah lagu berbahasa Batak ciptaannya berjudul Unang Patudos tu Bulung ni Sangge-sangge (jangan samakan seperti daun serai). "Ga tau kenapa sejak saya baca artikel sangge-sangge, saya kepengen buat lagu terkait dengan artikel itu," katanya. 

Saya hanya ingin berkata, betapa dasyatnya sangge-sangge ini. Betapa dasyatnya sebuah kreativitas. Dan, kreativitas selalu lahir dari intensitas yang kuat dan emosi yang mendalam. Dan tentang ini, kita memiliki hal-hal sederhana tapi sangat berharga. Tapi, kita mulai abai pada budaya. ***

Baca Juga: Anak-anak Muda Batak Ciptakan Lagu untuk Tragedi Sangge-sangge
 
Bagikan:

10 Oktober 2017

Anak-anak Muda Batak Ciptakan Lagu untuk Tragedi Sangge-sangge


SolupL - Gagalnya pernikahan Tika Romauli Siregar akibat pertengkaran dengan calon mertua masih terus jadi pembahasan oleh warganet. Istilah untuk tragedi itupun viral: kisah sangge-sangge. Dan luar biasa, kata sangge-sangge (serai) menjadi viral di media sosial.

Capture lagu sangge-sangge.

Sebagaimana kita tahu, Tika Romauli Siregar batal menikah dengan calon suaminya padahal keduanya telah bertunangan atau dalam istilah adat Batak disebut martumpol.

Akibat viralnya kata sangge-sangge ini, sejumlah anak muda kreatif menciptakan lagu sebagai bentuk simpati atas kejadian itu.

Sebuah lagu berjudul Satipis Bulung Sangge-sangge (Kalung Mas i), diciptakan Herman Sihotang dan Herianto Sihotang, dan musik juga diaransemen keduanya. Lagu tersebut kini sedang viral di media sosial youtube. Tak hanya itu, video lagu tersebut telah diunggah ulang (re-upload) oleh banyak pengguna youtube.

Berdasarkan pantauan, Tika Romauli Siregar juga telah membagikan link video itu di linimasa akun Facebooknya. "Terimakasih buat semua yg simpatik terhadap kisah saya ni...semoga tidak ada lagi ketulusan dibalas dengan penghinaan..." tulis Tika sebagai catatan untuk link lagu tersebut.

Video tersebut dibagikan hampir 400 kali dan di-like lebih dari 4000 warganet.

Salah satu akun instagram @shety__simamora, juga mengunggah sebuah lagu berbahasa Batak berjudul UNANG PATUDOS TU BULUNG NI SANGGE-SANGGE (Jangan samakan seperti daun serai).

"Gatau kenapa sejak saya baca artikel sangge-sangge, saya kepengen buat lagu terkait dengan artikel itu," tulis @shety__simamora di akun instagramnya. Shety dengan lihai bernyanyi yang diiringi petikan gitarnya. (berbagai sumber/int)

Bagikan:

09 Oktober 2017

Lirik Lagu 'Denggan Mardongan' dan Artinya....

Denggan Mardongan

Cipt. Bram Simarmata
Voc. Frans Sirait

Unang gabe marsak rohami ale dongan
So adong labana sai holsoan rohami
Ai dang sadia dope i sitaononmi
Sanasa tolapni gogom do i

(Janganlah kau susah hati, wahai kawan
Tiada guna hatimu yang suntuk
Penderitaanmu tak seberapa
Semua kan terlewati semampumu)

Molo naeng tiur do lakka mi ale dongan
Ula ma na denggan sai padoa ma parmaraan
Unang gabe tarjollung hita on
Unang gabe tarrobung lakkami

(Jika langkahmu ingin terang, wahai kawan
Lakukanlah hal-hal baik
Jauhkan hal-hal buruk
Agar kita tidak sesat
agar langkah tidak masuk lubang)

Pantun do hangoluan
jala tois do hamagoan
Molo denggan do hita mardongan
Di si do dapot hasonangan

(Sopan santun adalah kehidupan
Keangkuhan adalah kehancuran
Jika kita bersahabat dengan indah
Di situ kita temukan kebahagiaan

Na lao salpu do sudena di portibion
Molo godang hita mangalehon
Sai godang do hita dapotan
Molo godang hita mangalehon
Sai godang do hita dapotan

(Segala sesuatu dalam hidup akan berakhir
Jika kita banyak memberi
Kita akan banyak dapat rezeki
Jika kita banyak memberi
Kita akan banyak dapat rezeki



Bagikan:

04 Oktober 2017

Lirik Lagu Hutatap Lobu Tua dan Artinya


Hutatap Lobu Tua


Cipt. Tilhang Gultom


Hutatap ma inang da Lobu Tua na dao
Hutalihon ma inang da Lobu Tolong
Na dao i mancai dao

(Wahai ibu, kutatap Lobu Tua yang jauh
Kutatap wahai ibu Lobu Tolong
Yang jauh terasa semakin jauh)


Hubereng ma inang da sidongan magodang i
Tarilu-ilu ma inang da simalolong
Sapatanghi amang tu ho

(Kusaksikan, wahai ibu, teman-teman sebaya
Air mata menetes di pipi
Karmaku padamu, ayah)


Naeng marhamulian au dipaksa ho
Da tu sianak ni namboru bere mi ale amang
Ia husungkun ma rohakku
Tung mansai sogo
Alani parulaonki na so ture
Sapatakki amang tu ho

(Engkau memaksaku menikah
Dengan anak bibi menantumu, wahai ayah
Kutanya hatiku
Sungguh tak suka
Karena perilaku yang tak baik
Karmaku padamu, wahai ayah)


Huboto do sude tahimi ale amang
Naeng patogu parpamilion i
Umbahen au dipaksa ho
Ala so silomo ni rohakki ale amang
Nungnga hutuntun be hutadingkon i
Na so jadi muli tu si

(Aku tahu niat baikmu, ayah
Untuk meneguhkan persaudaraan
Itu sebab kau paksa aku
Tapi karena bukan karena inginku, wahai ayah
Kuiikutkan hatiku
Tak akan pernah menikah dengannya)


Sombu ma rohami amang parsinuan
Ai manimbung nama au tu lombang an
Ale amang, dalanhu malilung tu si tumalani
Asa tinggal ma hamu ale amang
Sapatakki amang tu ho

(Puaslah kiranya hatimu, wahai ayah
Aku akan terjun ke jurang
Ayah, itulah jalanku menuju kematian
Biarlah tinggal ibu-bapa
Karmaku padamu, wahai ayah)

*****

Bagikan:

03 Oktober 2017

Cara Alami Menghilangkan Bekas Jerawat dari Wajah


SolupL - Bekas jerawat muncul karena perilaku yang buruk memperlakukan jerawat atau kulit wajah. Banyak orang punya kebiasaan memencet jerawat. Saat jerawat pecah, permukaan kulit menjadi rusak, sehingga meninggalkan bekas, seperti noda maupun lubang.

Oleh karena itu, bekas jerawat itu harus ditanggulangi agar tidak merusak penampilan. Perawatannya bisa dilakukan di rumah. Proses penyembuhan bisa cepat atau lama, tergantung seberapa besar bekas jerawat tersebut atau keseriusan menanganinya. Cobalah beberapa tips berikut: 
 
Ilustrasi.

* Selalu Bersihkan Wajah

Langkah awal dan paling penting untuk menghilangkan bekas jerawat adalah menjaga kebersihan kulit wajah secara benar. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar produk pembersih wajah komersial justru mendatangkan lebih banyak masalah pada kulit. Hal ini terjadi karena terdapat kandungan deterjen di dalam produk sehingga bisa menyebabkan iritasi pada kulit yang sensitif.

* Cuci Wajah dengan Benar

Wajah yang bersih dan bebas dari bekas jerawat tidak selalu bergantung pada jenis produk pembersih yang kamu gunakan, tapi juga bagiamana cara kamu dalam mencuci wajah. Pastikan untuk mencuci tangan kamu terlebih dahulu sebelum lanjut membersihkan wajah. Hal ini bertujuan agar kotorran dan bakteri yang ada di tangan tidak berpindah ke wajah dan menyumbat pori-pori.

* Mencuci Wajah dengan Susu

Selain mencuci wajah dengan benar, cucilah dengan bahan yang sehat. Sebaiknya gunakan susu murni, sebab susu memiliki kandungan asam laktat yang bisa bekerja mengangkat sel-sel kulit mati sekaligus meratakan warna kulit.

* Gunakan Kulit Jeruk Kering

Kulit jeruk yang sudah kering merupakan pembersih alami yang sangat baik untuk mengatasi bekas jerawat. Alasannya karena kulit jeruk kaya akan vitamin C, diharapkan bisa membantu produksi kolagen serta memperbaiki sel-sel kulit. Terlebih untuk mereka yang memiliki kulit berminyak, maka kulit jeruk akan membantu untuk mengangkat lapisan minyak tersebut. Belum lagi kandungan minyak asiri dari kulit jeruk yang berfungsi sebagai pelembap alami kulit.

Keringkan kulit jeruk terlebih dahulu, akan lebih baik jika terkena paparan sinar matahari. Tumbuk kulit jeruk hingga berbentuk bubuk. Campurkan ½ sdt bubuk kulit jeruk tersebut dengan 1 sdt susu, yogurt, atau santan. Gosokkan secara perlahan ke wajahmu, dan diamkan selama 10 menit. Terakhir, bilas menggunakan air dingin.

* Lembapkan Kulit

Kulit yang kering bisa menimbulkan iritasi yang memperparah tampilan dari bekas jerawat. Utamakan untuk memilih krim atau losion yang organik. Produk seperti ini basanya ditandai dengan komposisi dari ekstrak tumbuhan anti-radang. Jadi, pastikan di dalam produk yang kamu gunakan itu terdapat komposisi dari tumbuhan seperti kamomil, lidah buaya, kalendula, teh hijau, atau oat.

Selain ekstrak tumbuhan, produk pelembap yang juga kami rekomendasikan adalah yang memiliki kandungan alpha-hydroxy acid. Kandungan ini efektif untuk menyamarkan bekas jerawat, di mana terdiri dari asam laktat, asam glikolat, asam sitrat, asam malat, dan juga asam tartarat.

Begitu pula dengan kandungan hyaluronic acid, sebuah humektan alami yang membantu untuk mempertahankan kelembapan kulit. Fungsi utamanya adalah untuk mencegah penuaan sekaligus memperbaiki lapisan kulit terdalam, sebuah lapisan yang berpengaruh terhadap munculnya bekas jerawat.

* Gunakan Minyak Kelapa

Cara menghilangkan bekas jerawat yang juga patut kamu coba adalah dengan menggunakan minyak kelapa. Pasalnya, minyak kelapa memiliki campuran vitamin E dan asam lemak yang bisa menjadi anti-radang sekaligus melawan bakteri penyebab infeksi. Dengan demikian, proses menyembuhkan bekas jerawat itu bisa berlangsung lebih signifikan.

Minyak kelapa juga memiliki fungsi untuk melakukan regenerasi sel-sel kulit sehingga mencegah pembentukan bekas jerawat yang baru. Cukup dengan mengoleskan 1-2 tetes minyak kelapa pada pagi dan malam hari, sudah sangat membantu untuk mengatasi kekeringan di wajah secara signifikan.

Bagi yang memiliki jenis kulit berminyak, sebaiknya gunakan minyak kelapa ini dalam takaran yang sedikit saja. Begitu pula intensitasnya yang hanya bisa berkisar dua kali dalam seminggu. Penggunaan minyak kelapa yang terlalu banyak justru bisa menyumpat pori-pori wajah sehingga merangsang pembentukan jerawat baru.

* Jangan Pencet Jerawat

Jika suatu hari wajah kamu ditumbuhi oleh jerawat yang baru, maka sebisa mungkin tahan hasratmu untuk memencet atau memecahnya. Bagaimanapun juga, kebiasaan seperti ini hanya akan meningkatkan resiko dari terbentuknya bekas jerawat yang baru. Dalam titik tertentu, memencet jerawat bisa menimbulkan penyebaran bakteri menjadi lebih banyak.

* Tidur Nyenyak

Pastikan bahwa waktu tidur kamu bisa konsisten dan lebih berkualitas dengan menghindari kafein, nikotin, dan alkohol sekitar 4-6 jam sebelum memasuki waktu tidur. Hal ini dikarenakan zat-zat tersebut bisa menjadi stimulan yang membuat tubuh kamu tetap terjaga. (berbagai sumber/int)
Bagikan:

02 Oktober 2017

Lirik Lagu 'SUNTUK TUMANG' dan Artinya...

Suntuk

Cipt. Damma Silalahi
Voc. Jhon Elyaman Saragih


Songgot...
Songgot tumang
Do au manangar hasahaponmu
Sirang nimmu au lang marsalah
Sirangkononmu lang tiba dalanni Haholongan 


(Terkejut...
Sungguh terkejut aku
Mendengar perkataanmu
Kau bilang berpisah aku tiada salah
Kau putuskan tali kasih tanpa alasan
Kekasihku...)


Suntuk...
Suntuk tumang
Suntuk halani panadingmu
Borngin matakku lang tarpodom
Siang maranga-angan
Ham ma namin,  boru Sinaga
parmaen ni inang

(Suntuk...
Alangkah suntuk
Suntuk karena kau tinggalkan
Mataku tak terpejam pada malam
Siang aku berkhayal
Engkaulah kiranya, Boru Sinaga
Menantu bagi ibu...)


Mardalan borngin pe hutaron
Irik itombur udan,
Sadiha banggal pe use
Pengorbanan…
Bujur hu do use nahurang
Harga tumang do ho haholongan
Hape tong do ujungni
Parsiarangan

(Menyusuri malam kutahankan
Diterpa hujan
Seberapa besar lagikah
pengorbanan?
Kebaikanku tiada kurangnya
Karena kau begitu berharga
Tapi nyatanya berujung jua
Pada perpisahan)


Ija ma lang maradang botouhu
Gambarmu pe ipindo ho mulak
In pe lang bereon mu tading kenang-kenangan
Haholongan, tandani ongga hita marpadan

(Bagaimana tak meradang
Fotomu pun kau minta kembali
Itu saja tak kau beri tertinggal
Jadi kenang-kenangan, kekasihku
Sebagai tanda kita pernah berjanji)

Inang...
Mabar-bar ma au hape
Bai panadingni
boru samorgamu lo inang

(Ibu...
Hancur aku ternyata
Sepeninggal gadis
Yang semarga denganmu, ibu...)
Bagikan:

20 September 2017

Lirik Lagu 'ATIK' dan Artinya...


ATIK
Cipt. Jhoni S Manurung

Atik...
Atik na on ma pajumpang
Di hita on namarsihaholongan
Jalang ma au
Jalang ma au da hasian

(Barangkali...
Barangkali ini pertemuan terakhir
Di antara kita yang saling mengasihi
Jabatlah tanganku
Jabatlah tanganku, kekasih)

Molo...
Molo masihol ho di au
Tu bulan i tu bulan i tatap ma au
Pasombu sihol ni roham da hasian

(Jika...
Jika kau rindu padaku
Pada bulan, pada bulan tataplah aku
Tuntaskan rindumu, kekasih)

Atik naon nama
Hita pajumpang muse
Jalang ma tanganhon
Jalang ma au da hasian
Tangiangmi ma bahen ito
Paborhat au

(Barangkali ini terakhir
Kita bertemu
Jabatlah tanganku
Jabatlah aku kekasihku
Biarlah doamu tulusmu
Memberangkatkan aku)

Anggiat...
Sai anggiat ma nian
Pittor hatop
Pittor hatop
hamu mangihut
Anggiat ma tibu hamu
Dapotan rokkap

(Semoga...
Semoga kiranya
Segera
Segera
Kalian mengikut
Semoga kalian segera
Bertemu jodoh)

Atik na on nama
Hita pajumpang muse
Jalang ma tanganhon
Jalang ma au da hasian
Tangiang mo ma bahen ito, paborhat au
Tangiang mo ma bahen ito, paborhat au

(Barangkali ini terakhir
Kita bertemu
Jabatlah tanganku
Jabatlah aku kekasihku
Biarlah doamu tulusmu, Memberangkatkan aku
Biarlah doamu tulusmu, Memberangkatkan aku)

Frans Sirait - Atik


Bagikan:

19 September 2017

Lirik Lagu Dang Hurippu Ho Siose Padan dan Artinya - New Lasidos Trio


Dang Hurippu Ho Siose Padang

Cipt. Bunthora Situmorang

Dang hurippu ho ito marsidalian
Dang hurippu ho ito si ose padan
Hata naung ni undukmi ito
Dietong ho do meam meam
Muba do roham



dung tamat ho sikkola bidan
(Tak kusangka kau mencari alasan
Tak kusangka kau mengingkar janji
Ikrar yang telah kau setujui
Kau perlakukan seperti sandiwara
Hatimu berpaling
Setelah kau tamat sekolah bidan)

Sundat do au manongos tu da inang
Molo ro hatam mandokhon hahurangan
Molo so adong ito
Topet hepeng di tangan hasian
Loja do pamatanghi
Mandiori parsalian

Ilustrasi

(Kutunda mengirim uang kepada ibu
Kalau kau mengeluh kekurangan
Jika uang kebetulan tak ada di saku
Lelah aku ke sana kemari
Mencari pinjaman)

Aut tibu huboto ma nian ito
Holongmi tu au parsatokkinan do
Ra dang songon i pakhophop i tu ho ito
Suda na niomo passarianki tu ho

(Andai dari awal kutahu
Cintamu padaku hanya sesaat
Tidak akan seperti itu kuperjuangkan kau
Habis jerih payahku untuk dirimu)

Alai tung sojadi hu tonggohon ho
Manang husumpahon asa sega ho
Singot singot ma diau di ngolukhon ito
Dainang hulupahon holan alani ho

(Tapi tak akan kusumpahi kau
Tak akan kudoakan hancur hidupmu
Akan kuanggap ini pelajaran dalam hidupku
Ibuku kulupakan demi dirimu)

Horas maho ito
Horas ma nang au
Gabe ma ho ito
Gabe nang au

(Damai sejahteralah kau
Damai sejahtera juga aku
Kiranya engkau sukses
Sukses juga aku)

*****
Bagikan:

Lirik Lagu Ro Do Au dan Artinya


Ro Do Au


Ro Do Au
Cipt. Tilhang Gultom

Ro do au
Sian luat nadao i
Lao mandapothon ho
O ito na uli lagu
Holom potpot hutaon do i
Udan ambolas husuruk do i
Holom potpot hutaon do i
Udan ambolas husuruk do i

(Aku datang
Dari rantau yang jauh
Oh kekasihku yang cantik
Kelam pekat kutahankan
Hujan badai kulintasi
Kelam pekat kutahankan
Hujan badai kulintasi)

Unang ho
Gulut di arta sian au
Unang ho
Cinta di rupa sian au
Ai arta  na sinari doi
Nang rupa pe satokkin doi
Ai arta  na sinari doi
nang rupa pe satokkin doi

(Jangan kiranya engkau
berharap harta dariku
Jangan kiranya engkau
Cinta akan wajah terhadapku
Sebab harta bisa dicari
Wajah juga tidak kekal
Sebab harta bisa dicari
Wajah juga tidak kekal)

Ilustrasi.

Boha roham tu au
ai na manukkun ma au
Hapogosonki nga hupaboa i tu ho
Beha roham tu au
Alusi au

(Bagaimana hatimu padaku
Aku bertanya padamu
Kemiskinanku sudah kuberitahu padamu
Bagaimana hatimu padaku
Jawablah aku...)
Bagikan: