12 Mei 2017

Sastra adalah Ibu Kandung Indonesia


SOPO - Sastra adalah bidang penting dalam kehidupan Indonesia yang saat ini harus dikembangkan dengan baik untuk tujuan revolusi mental. Sebab sastra adalah ibu kandung yang melahirkan bangsa Indonesia.
Ilustrasi.
 Hal itu dikatakan Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Hubungan Pusat dan daerah Dr. James Modouw di Aula Balai Bahasa Papua, Kamis (27/4/17), pada seminar sehari dengan tema Merawat Kebinekaan Melalui Sastra. Seminar itu diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Balai Bahasa Papua.

James Modouw mengatakan, sastra adalah ibu dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena menurutnya sastra hadir sebelum negara ini terbentuk.

“Sastra ini ibarat ibu kandung dan Indonesia adalah anak kandungnya. Sastra adalah satu kekayaan budaya kita di Indonesia yang sangat baik dan penting pada era saat ini, untuk dijadikan bahan yang harus dikembangkan menjadi agenda pemerintah dalam melakukan revolusi mental,” katanya.

Mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Papua ini menambahkan, sastra sendiri selain menjadi alat untuk mengembangan literasi juga sebagai alat untuk mengembangkan karakter.

“Sastra adalah dasar kapasitas atau mutu manusia dalam kehidupan ke depan yang membentuk seseorang menjadi kreatif dan mempunyai kemampuan berpikir kritis yang tinggi. Untuk itu, kegiatan ini sangat baik untuk digali dan perdalam agar menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang merasa memiliki. Selain itu potensi masyarakat yang kaya harus kita kembangkan,” ujarnya.

Terkait perkembangan sastra di Papua, Modouw menambahkan, sastra di Papua sangat kaya, namun demikian banyak pemilik kekayaan pusaka budaya merasa bahwa hal tersebut adalah barang lapuk yang tidak penting dibicarakan dan diperdebatkan.

“Saya berharap dengan seminar ini, kesadaran tersebut kita buka dan bisa dijelaskan bahwa pusaka budaya bukan barang lapuk, tetapi mengandung nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan di dalam kehidupan bermasyarakat,” katanya.

Kepala Balai Bahasa Papua, Toha Machsum menambahkan perkembangan sastra di Papua belum menggembirakan, untuk itu pihaknya mencoba mengembalikan orang pada kebebasan pluralisme adalah karya sastra multikulturalisme di dunia pendidikan.

“Ini yang akan didiskusikan secara singkat beberapa hal yang bisa dilakukan melalui sastra multibudaya yang diharapkan akan memperlihatkan dan menyadarkan para siswa bahwa E Pluribus Unum itu memang alamiah dan alami," katanya. (bbs/int)
Bagikan:

0 komentar:

Posting Komentar