SolupL - Lagi-lagi, sebuah surat kabar harian legendaris, Bernas, menyerah menghadapi zaman digital. Koran yang bermarkas di kawasan Ringroad Utara, Sleman, Yogyakarta itu, kini tumbang alias tutup, terhitung sejak Kamis, 1 Maret 2018.
Ilustrasi. |
Rabu (28/2/2018) adalah koran edisi terakhir Harian Bernas. Harian Bernas adalah salah satu koran tertua di Yogyakarta, sudah 72 tahun melayani pembacanya. Harian Bernas awalnya bernama Harian Nasional, terbit sejak 15 November 1946.
"Dengan sangat berat kami memutuskan untuk berhenti terbit terhitung mulai 1 Maret 2018. Hal ini kami lakukan karena di satu sisi biaya produksi terus meningkat, sementara di sisi lain jumlah pembaca dan pendapatan iklan stagnan bahkan cenderung menurun," kata Direktur Utama PT Media Bernas Jogja, Putu Putrayasa, kepada para keryawan PT Media Bernas Jogja.
Harian Bernas bisa dikatakan koran empat zaman: zaman perjuangan atau revolusi fisik karena berdiri tahun 1946 saat Yogyakarta menjadi ibu kota Republik Indonesia, zaman Orde Lama, Orde Baru hingga Reformasi tahun 1998 hingga kini.
Pemimpin Umum Harian Bernas Fransisca Diwati kepada sejumlah media mengatakan, langkah itu harus diambil karena manajemen akan melakukan serangkaian perubahan terhadap tubuh media yang hampir berusia 72 tahun itu pada 15 November 2018 mendatang, antara lain pengalihan dari cetak ke online.
"Setelah melayani masyarakat selama hampir 72 tahun, Bernas melakukan perubahan berani, bukan karena sedang 'trend' mau ikut-ikutan dengan yang lain menghentikan divisi bisnisnya, namun menyikapi sinyal-sinyal yang semakin kuat, di mana manajemen harus secara cepat membuat keputusan yang berani, yaitu melakukan migrasi dari surat kabar Harian Bernas menuju fokus pada media online dengan brand Bernas.id," katanya.
Dia mengaku bahwa keputusan ini tidak mudah. Pasalnya, perusahaan mempertimbangkan pembaca setia harian daerah itu.
"Keputusan ini pasti mengguncang sebagian masyarakat yang sudah mengenal harian Bernas sebagai media yang sempat mengalami masa kejayaan hingga jatuh bangun berjuang untuk terus bertahan tetap terbit hingga hari ini," katanya.
Menurut dia, dengan tidak terbitnya media yang sudah puluhan tahun ini menjadi alarm bagi media cetak lainnya di Yogyakarta. Bahkan, hal ini juga menjadi alarm bagi media cetak di seluruh dunia.
"Bukan hanya jadi alarm di media yang ada di Yogya, tapi juga di seluruh dunia. Kita mesti paham sinyal-sinyal dan jangan terlambat menyikapi," katanya.
Ia juga menuliskan kata terakhir dalam terbitan harian Bernas hari ini berjudul "Perubahan Membawa Harapan". Tulisan terakhirnya menyebutkan perubahan harian Bernas menuju ke media online untuk tetap bertahan dalam industri ini.
Ia juga menuliskan makna kata BERNAS yang berarti padat berisi atau "mentes" , dan dalam bahasa Madura bermakna "Gagah Perwira", membuat tim Bernas menjadi para pejuang media yang pantang menyerah dalam kesulitan dan tekanan. Ini terbukti seorang wartawan Udin menjadi pahlawan, meninggal karena profesinya. Walaupun tidak terbit, pihaknya berharap kasus Udin segera selesai.
"Tentu saja. Kami masih berharap bisa terungkap kasus Udin," katanya.
Fransisca Diwati mengatakan, langkah itu diikuti pemutusan hubungan kerja (PHK) 28 karyawan, termasuk wartawan. "Kami terpaksa mem-PHK 28 karyawan dan wartawan akibat kebijakan pemberhentian versi cetak ini," ucap Fransisca kepada Tempo, Rabu, 28 Februari 2018.
Meski begitu, katanya, PT Media Bernas Jogja tetap akan berupaya memenuhi hak-hak karyawan yang diberhentikan. "Namun tak bisa full saat ini.” Perusahaan meminta waktu untuk menyelesaikan kewajibannya.
Total karyawan dan wartawan Harian Bernas sebanyak 56 orang, baik yang berstatus karyawan tetap maupun kontrak. Karyawan yang masih dipertahankan saat ini dipekerjakan untuk mengurus Bernas.id. (berbagai sumber/int)
BACA JUGA: Senjakala Surat Kabar, Fajarkala Koran
0 komentar:
Posting Komentar