Oleh: Panda MT Siallagan
Sebuah simpul masih dipercaya hingga kini: karya yang bagus pasti tahan lama. Ia kekal melintasi waktu. Dan, adakalanya sebuah karya hadir menjawab dinamika sosial dari masa ke masa.
Karya dimaksud tidak terbatas pada satu bidang. Karya para intelektual dalam bentuk buku, karya para ilmuan, arsitek, para seniman dan budayawan, semua akan abadi oleh mutunya. Dan sering kali, kualitas sebuah karya tampak dari relevansinya terhadap perkembangan zaman.
Ilustrasi. |
Kita ambil contoh di bidang musik. Batak telah melahirkan musisi-musisi legendaris seperti Nahum Situmorang, Tilhang Gultom, Cornel Simanjuntak, Bill Saragih dan lain-lain yang tak mungkin disebut satu per satu.
Sebagian karya-karya mereka kini diakui dunia bahkan ada yang menjadi lagu kebangsaan. Namun artikel ini tak akan membahas itu secara luas, tapi hanya ingin melihat sejenak bahwa lagu-lagu Batak sudah sejak dulu memperingatkan kita akan kekacauan zaman.
Kekacauan zaman yang dimaksud adalah situasi sosial yang kita hadapi pada masa ini, terutama tingkah-pola generasi muda secara sosial. Makin mudah kita saksikan generasi muda Batak sudah kehilangan jati diri. Mereka tidak lagi memahami apalagi manganut nilai-nilai budayanya.
Tatakrama pergaulan makin krisis, bahkan sebagian tak malu memamerkan diri dengan pose-pose erotis, terutama kaum perempuan. Kaum pria suka bicara kotor dengan kata-kata yang tidak pantas. Bahkan, antara laki-laki dan perempuan yang bersaudara dalam ikatan marga, sudah kerap bercanda-ria tanpa rasa sungkan. Dan itu antara lain bisa kita saksikan di media sosial atau sarana hiburan atau tempat nongkrong dalam dunia nyata.
Sebuah lagu berjudul Tinitip Sanggar, ciptaan Tilhang Gultom, kondisi itu ada digambarkan, demikian cuplikan liriknya:
... Nungnga godang di tikkion
Akka baoa dang sipatihon
Pangalohana ai nungnya sipat
Naung maralo tu adat Batak
Ai dang tanda be na mariboto
Dohot mardalan marsigoitan...
(Sudah banyak pada masa ini
Para lelaki tak pantas ditiru
Perilakunya sudah terlalu
Bertentangan dengan adat Batak
Tiada beda saudara
Sambil berjalan bebas bergenit ria)
Lagu ini diciptakan jauh beberapa dekade di belakang. Tapi relevansinya bisa kita saksikan sekarang ini. Pada zaman yang rasanya kian gila digempur jejaring sosial atau medsos.
Nahum Situmorang menciptakan lagu Sega Nama Ho, kutipan liriknya sebagai berikut:
...Sega na maho
Namarbaju nasomalo
Ai molo sega ho ito
Sumolsol bagi nama ho
Tuntun lomomi o namarbaju
Sai namanggila doho
Na matua do ro manggoda ho...
Lagu menggambarkan rusaknya moral seorang perempuan, yang diistilahkan sebagai perempuan bodoh (namarbaju na so malo). Perempuan mengikuti kegilaannya, tergoda pada pria-pria tua. Dan lagu ini menegaskan: perempuan seperti ini akan terbuang, penuh penyesalan dalam hidupnya.
Di lagu lain, Tilhang Gultom menyampaikan kritik yang lebih keras, tentang seorang wanita menantu pendeta, yang bergaya menor, membuat rusak banyak orang. Tilhang seolah ingin mengatakan bahwa anak atau menantu dari pendeta pun bisa saja melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai moral. Seperti si Jamila dalam lirik lagu itu:
Oh...Jamilah...
Boru ru ni kalibat parumaen ni pandita
ai tung godang do halak sega dibahen ho da Jamilah
dirippu anak boru hape naung ina-ina, oh jamilah
Anak-anak muda zaman sekarang cukup akrab dengan istilah cinta palsu, cinta palsu, obral kasih sayang, atau istilah lain yang mengacu pada makna itu. Dan memang, betapa gampangnya anak-anak muda kini mengatakan cinta. Lagu Antar Didongkon ciptaan Addimar Panjaitan yang populer tahun 80-an sudah mengingatkan itu.
...nungnga be huboto rohami.
ale ito da pargabus.
lao ma ho ito lao ma ho ito.
sian jabu nami on
mulak ma jo ho, mulak ma jo ho ale ito.
sotung sanga muruk, sotung sanga muruk au annon.
Itulah beberapa lagu Batak yang menggambarkan kekacauan zaman terutama kehidupan generasi muda. Lagu-lagu lama itu selamanya akan penting bagi zaman karena substansi atau ajaran moralnya selalu hidup dari masa ke masa. Demikianlah! Semoga bermanfaat. (***)
0 komentar:
Posting Komentar