13 April 2016

Dan Kau, Brutus?

Oleh Panda MT Siallagan

Segala hal di dunia ini bisa kau beli, kata seorang kawan. Ia mengekspresikan rasa kecewa yang menyakitkan dengan bahasa yang sopan. Tetapi, katanya melanjutkan, kepercayaan tidak bisa kau beli dengan apapun, meskipun nyawa kau pertaruhkan.


Begitulah, banyak hal berlalu dan harus hilang dalam kehidupan. Dan salah satu kehilangan terberat adalah kehilangan kepercayaan. Berat bagi pihak yang mencoba memberi lagi kepercayaan itu, sebab ia akan hidup dibayang-bayangi kekhawatiran. Berat bagi pihak yang tidak lagi dipercaya, seolah-olah tak ada lagi kebenaran dalam hidupnya.

Maka ada kalanya kita putus asa berpikir: mengapa seorang pemimpin yang di pundaknya diletakkan tugas dan kehormatan mengurus hidup warga, bisa dengan mudah mengkhianati amanah? Cikal-bakal budaya bohong dan tindak-tanduk pengkhianatan, mungkin memang berawal dari kelakuan para pemimpin dan kaum elit. Sebab seringkali, panutan bermula dari aspek dan wujud superior. Dan meskipun nilai-nilai proletar sesungguhnya menyimpan kekuatan, ia selalu tertinggal. Sama halnya kearifan lokal, ia dikenang dan dituntut di kemudian waktu, tapi sesungguhnya kita telah terlebih dahulu didera kehilangan yang menghancurkan.

Lalu, di dunia yang gelisah dan penuh curiga, Tuhan di mana? Kita patut mengenang William Shakespeare (1564-1616), seorang penulis, sastrawan terbesar Inggris. Ia menulis sekitar 38 sandiwara tragedi, komedi, sejarah, sonata, dan puisi-puisi. Ia menulis antara tahun 1585 dan dan karyanya telah diterjemahkan di hampir semua bahasa di dunia. Karyanya tercatat paling banyak dipentaskan di seluruh dunia.

William Shakespeare mengajarkan kita banyak hal. Beberapa kalimat ciptaannya kekal digunakan hingga saat ini. Apalah arti sebuah nama, misalnya, sangat luas dipakai orang, tapi tak semua orang tahu bahwa kalimat itu berasal dari ungkapan Shakespeare. Dan drama Romeo dan Juliet, menjadi legenda yang tak akan terlupakan di seluruh dunia. Satu drama lain yang sangat terkenal adalah Julius Caesar. Drama ini mengisahkan rencana pembunuhan terhadap Caesar oleh sekelompok tokoh politik di senat Romawi. Dan salah satu pentolan komplotan pembunuhan ini adalah Brutus, Marcus Brutus lengkapnya.

Brutus merupakan sahabat Caesar dan kepadanya urusan pemerintahan dipercayakan. Hal apakah gerangan yang mendasari Brutus merencanakan pembunuhan terhadap sahabatnya dengan tega? Tak lain karena kekuasaan. Ya, komplotan ini mendengar bahwa Caesar akan mengubah sistem pemerintahan Romawi dan Republik menjadi monarki, agar Romawi mutlak di bawah kekuasaannya. Maka demikianlah, Brutus dkk mulai merancang konspirasi pembunuhan terhadap Caesar.

Sebelum pembunuhan, Caesar sesungguhnya sudah diingatkan oleh istrinya, Calpurnia, agar tidak keluar ke senat malam itu. Sebab ia bermimpi patung suaminya memancarkan darah. Tapi Caesar berkata dengan tegak, “Pengecut mati berkali-kali sebelum saatnya. Seorang pemberani hanya merasakan maut satu kali. Dari semua keanehan yang pernah kudengar, hal paling aneh bagiku adalah orang yang ketakutan melihat maut.”

Singkat kisah, para konspirator membuat sebuah petisi yang dibawa Metellus Cimber. Dalam petisi itu, mereka memohon pembebasan saudaranya yang saat itu dibuang karena keasalahan pada Caesar. Tentu saja, Caesar menolak permohonan itu. Tapi dengan berbagai upaya, termasuk sembah sujud, para komplotan merayu Caesar. Tapi Caesar tetap menolak. Pada saat itulah, saat Caesar berpaling membelakangi komplotan, lehernya dihujani tikaman. Ia menoleh Brutus, temannya, ikut menikam lehernya.

Di tengah kondisi sekarat dan tenaga yang masih tersisa, Caesar berkata, “Et Tu, Brutus?" (Dan kau, Brutus?). Sesaat setelah mengucapkan kalimat itu, Caesar mati. Begitulah, sejarah tidak melulu soal kisah-kisah kepahlawanan. Bentangan waktu juga mempertontonkan kepada kita tragedi pengkhianatan demi pengkhianatan. Kita tahu, kabar tewasnya Pemimpin Libya, Moammar Khadafi, berawal dari bocornya rahasia perihal lokasi keberadaannya, yang tak lain dilakukan pasukan dan pengikutnya.

Lantas, manusia jahatkah pengkhianat? Mungkin tidak, sebab bisa saja pengkhianatan lahir dari pengingkaran komitmen, negosiasi dan pengalaman-pengalaman yang mencederai integritas. Setelah Caesar mati, Brutus membuat penjelasan bahwa mereka melakukan pembunuhan itu untuk kepentingan Roma, bukan untuk tujuan mereka sendiri. Brutus membela tindakannya sebagai aksi patriotis untuk orang banyak. Dan memang, pengkhianatan selalu punya alasan yang pasti. Tapi selanjutnya, kepercayaan takkan terbeli lagi. Selama-lamanya. ***
Bagikan:

0 komentar:

Posting Komentar