27 Oktober 2016

Mengenal Karakter Sejati Orang Batak


Salah satu etnis paling eksotis di Indonesia mungkin adalah Batak. Banyak 'cap' dilekatkan pada orang Batak. Ada yang bilang kasar. Ada juga yang bilang, orang Batak hanya kedengaran kasar ketika bicara, tapi sesungguhnya hatinya lembut, bahkan melankolik. Banyak citra negatif dilekatkan menjadi semacam stigma buruk terhadap orang Batak.

Ilustrasi.
Tentu, banyak juga cap positif yang inspiratif tentang orang Batak, antara lain pekerja keras, pantang menyerah dan siap mengerjakan apapun demi memperjuangkan hidup. Dan yang tak kalah menarik, orang Batak umumnya sangat menghargai pendidikan. Hampir semua orang Batak berlomba-lomba menyekolahkan anak ke jenjang perguruan tinggi.

Dalam bidang kebudayaan, Batak juga sangat kaya akan kesenian, adat istiadat, kekerabatan, bahasa, kepercayaan, sastra dan ragam mitologi. Jika begitu, sesungguhnya, bangsa seperti apakah Batak itu? Ada baiknya, kita mengenal karakter dan prinsip-prinsip orang Batak. Berikut ini beberapa contoh kehebatan orang Batak yang perlu diketahui:

# Filosofi Dalihan Natolu

Dalam kehidupan sosial, orang Batak memiliki filosofi yang sangat mengakar, yaitu dalihan na tolu (tiga tungku), bunyinya: Somba marhula-hula, Elek Marboru, Manat Mardongan Tubu. Secara bebas, dapat diterjemahkan seperti ini: Hormat kepada keluarga pihak istri, bersikap mengayomi kepada saudara perempuan, dan bersikap hati-hati kepada kerabat semarga.

Sejak zaman dulu hingga sekarang, filosofi ini masih berlaku dan nilainya dianggap sakral oleh orang Batak. Ini pedoman mutlak bagi orang Batak menjalankan keluarga dan insitusi sosial. Dalihan Na Tolu ini menjadi perekat sehingga kekerabatan orang Batak sangat erat.

Pondasi nilai dalihan na tolu ini juga sangat relevan diterapkan dalam kehidupan berbangsa. Hula-hula bisa dimaknai sebagai raja atau pemerintah, boru bisa dimakna sebagai lingkungan, dan dongan tubu bisa dimaknai sebagai masyarakat atau warga sekitar.

# Biar Miskin, tetapi Kaya dalam Adat

Sejumlah generasi baru (muda) orang Batak, kini mulai sering mengeluh, kata mereka: "Habis-habis ke adat uang. Dasarlah Batak ini." Tapi meski begitu, mereka tetap menjalankannya. Sebab dalam kehidupan adatlah kehormatan seseorang senantiasa ditegakkan.

Orang yang secara ekonomi dikategorikan miskin, dalam praktek adat Batak, bisa justru sangat kayak. Misalkan saja raja-raja adat, ia sangat terhormat posisinya dalam masyarakat, meskipun mungkin secara ekonomi ia tidak memiliki apa-apa. Terlebih ketika ada acara adat, maka eksistensi orang itu akan sangat dibutuhkan bahkan bisa dibilang sangat vital.

# Anak adalah Kekayaan


Di masyakarat Batak, sudah lazim orangtua mengenakan pakaian buruk atau sama sekali tidak pernah beli baju baru, yang penting anaknya bisa sekolah atau menempuh pendidikan yang kelak bisa membawa jalan kehidupannya ke arah yang lebih baik. Inilah yang dipahami orang Batak sebagai kekayaan. Anak adalah kekayaan, yang dalam bahasa Batak disebut anakkonhi do hamoraon di au. Istilah anakhonhi do hamoraoon di au sangat populer di kalangan orang Batak, bahkan dijadikan lagu.

Makna lain dari istilah itu tentu terkait dengan konsep patriarkal dalam tatanan kehidupan orang Batak. Oleh karena itu, memiliki anak adalah kekayaan yang tidak ternilai bagi suku Batak. Terlebih jika anak itu adalah laki-laki dan anak sulung, ini ibarat sebuah berkat yang sangat besar bagi keluarga.

Namun demikian, bukan berarti anak perempuan bukan kekayaan. Sama halnya dengan anak laki-laki, anak perempuan juga sama harga dan derajatnya bagi orang Batak, sebab ada konsep gabe (berhasil) dalam kehidupan orang Batak. Orangtua harus memiliki anak laki-laki dan perempuan supaya bisa mendapatkan status gabe. Dalam adat, status gabe memiliki tempat yang sangat terhormat.

# Hagabeon, Hasangapon, Hamoraon

Secara sederhana, hagabeon, hasangapon, hamoraon dapat diartikan sebagai keberhasilan, kehormatan, kekayaan. Ini juga merupakan prinsip orang Batak dalam menjalankan kehidupannya.

Namun, seperti sudah disinggung di atas, hagabeon (keberhasilan) dalam filosofi ini tidak terkait dengan materi. Keberhasilan yang dimaksud di sini adalah keberhasilan memiliki keturunan, baik anak laki-laki maupun perempuan. Harus lengkap.

Setelah hagabeon terwujud, status kehormatan orang Batak dalam kehidupan sosial kemudian dilihat lagi dari hasangapon. Hasangapon ini adalah status sosial seseorang, karir, pangkat, dan lain-lain yang terkait dengan eksitensi dan aktualisasi diri, tentu tingkat pendidikan.

Sedangkan hamoraon adalah kekayaan materi yang diperoleh seseorang dalam perjuangan hidupnya. Inilah uniknya orang Batak, kadang walaupun hartanya melimpah, jika ia tidak gabe, ia dianggap tidak sempurna.

Dalam hal kekayaan ini, orang Batak juga kerap memaknainya sebagai ukuran moral. Orang kaya yang tidak mau membantu orang susah, meski berpangkat dan kaya raya, bagi orang Batak akan dipandang sebelah mata, terutama oleh keluarga.

# Marga Penting dalam Perjuangan

Sebagaimana kita ketahui, marga adalah identitas utama bagi orang Batak. Marga ini sering menjadi 'penyelamat' bagi seseorang di perantauan. Tidak akan ada orang Batak yang membiarkan orang semarganya terlantar atau mengalami kesulitan. Mereka akan saling membantu atau saling memberikan jalan.

Jadi, seperti sebuah harga mati, setiap orang Batak bertemu, pertanyaan pertama dan utama adalah 'marga apa?". Setelah itu, barulah mereka mencari silsilah. Meskipun marganya berbeda, akan selalu ada pertalian melalui filsafat dalihan na tolu itu. (Panda MT Siallagan). ***
Bagikan:

0 komentar:

Posting Komentar