21 Oktober 2016

Menyetubuhi Sunyi, Pada Suatu Hujan

Puisi-puisi Panda MT Siallagan

Ilustrasi.
Menyetubuhi Sunyi

Sunyi yang mengepung usia, ia susuri. Ia datang padamu mengendarai lelah sambil terus memeta: sejauh apa nafasnya berlayar, seluas apa peluhnya menggenang jadi laut.

Juga mimpi-mimpinya, sejauh apa mengapung di laut resah. Lalu rambut putihnya mengibaskan angin, mengerkah perahu dalam gelombang yang tak pernah reda. Hingga pada saatnya, ia berhendi di dermaga yang kau tukangi di hatimu. Ia tatap senyummu, berkecipak di atas airmatanya, mengepak serupa sayap burung, bercericit seperti pipit.

Lalu ia seperti terlempar ke sejarahnya, memeluk bukit, membaca siul dedaunan. Ia menulis puisi di wajah sungai. Lalu desah batu-batu mengigau tentang percintaan ikan. Ia menjadi lupa lukanya.

Riak-riak kecil melompat-lompat di matanya, bermain-main dengan angin. Dau kau lihat masa kecilmu berlari-lari di bawah hujan. Tubuhmu telanjang, basah menggoda langit. Kaukah itu yang menari di jiwanya?

Maka ia pun bersiap menuntaskan perjalanan sunyinya, tidur dibuai nafasmu.

Pekanbaru, 2004

Haiku, Merdeka

Kupancangkan tubuhku
jadi tiang. Kurajut
rambutku jadi bendera
dan berkibar-kibar
dihembus nafasku

Pekanbaru, 17-08-04


Pada Suatu Hujan


Pada suatu hujan, bocah-bocah telanjang berlarian ke halaman, mengerumuni kenangan yang berhamburan dari sunyi hatiku. Maka senja itu menggeletar ditikami bayang-bayang.

Ada yang bangkit dari genangan air parit. Aroma resahmu yang malu pada takdirkah? Sebab tawa bocah-bocah itu segera berlari, bersembunyi dari hujan yang tiba-tiba mengalirkan darah dari mataku.

Kau keci berlari, melintasi tangis dengan hati yang terkoyak. Dan cintamu terusir dari bandar, tempat bapa dan ibu menukangi nafasmu dari asin laut. Peluh kuli-kuli pelabuhan, juga hijau lumut, mengabadikan luka di tiang kapal-kapal.

Lalu pernah seikat surat bertuliskan airmata terkirim padaku dengan aroma abu, seolah anak-anak desa bersajak di jantung kampung dan hutan-hutan yang terbakar.

Lalu, sejauh apa rantaumu dikepung kemalangan? Dan pada suatu hujan, bocah-bocah telanjang kocar-kacir di halaman, menghindari kenangan yang memuntahkan darah dari kepalaku. Aku dan sejarah merindu dalam luka.

Pekanbaru, 2005
Bagikan:

Baca Juga:

  • Rapsodi Melayu
    Sajak-sajak Panda MT Siallagan Rapsodi Melayu Lancang kuning, berlayar malam, berlayar malam... Kenangan menyeret mimpi, melarung hati, merangkum …
  • Syair-syair Panda MT Siallagan
    Silsilah Duduklah, kata pohon Sungai menghilir, menjejak dingin Di sini embun menoreh akar, melubangi batu. Antara sakit dan lupa, Hutan berkicau, s…
  • Puisi-puisi yang Tak Selesai
    Sajak Minum Tuak Rempah mula jadi mula jampi-jampi, ale Mulajadi, gugurkanlah ubat-ubat dari langit , mula pala mula jahe mula kencur mula purut mul…
  • Ketika Anak Petani Berdoa
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Ketika Anak Petani Berdoa Ketika anak petani itu berdoa, ia tahu lidah dan perutnya telah lama jadi tua, setua d…
  • Puisi-puisi Panda MT Siallagan
    Legenda Api mendesis kepada tanah, meminjam bara jantung padoha. Seketika motif-motif berguguran dari langit, membakar tanduk kerbau di ruma-ruma b…
  • Senja Perjamuan
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Ilustrasi. Jejak Penuh Duri Kau meninggalkannya, bersembunyi di padang-padang yang memecah tubuhmu jadi bayang-…
  • Sketsa Sunyi dari Hidup yang Sibuk
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Jalan Gelap Lagi, keluh ini harus kunyalakan. Sebab banyak kisah telah tenggelam ditelan malam. Warna-warna kota,…
  • Menjinjing Riuh Kota
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan  Tualang Pernah kita sepakat mengembara ke arah berbeda. Serupa sungai, kau dan dirimu mengalir menuju samu…

0 komentar:

Posting Komentar