22 Oktober 2016

Malam Menggali Kuburan di Dadaku

Puisi-puisi Panda MT Siallagan
 
Ilustrasi.

Jangan Tanya

Jangan tanya mengapa pohon-pohon selalu menghijau di hatiku, padahal akar yang merammbat dari rambutmu sudah membusuk direndam airmata.

Jangan tanya mengapa taman kian menawan di dadaku, padahal bunga-bunga yang mekar di matamu telah hangus dibakar peperangan.

Datanglah sesekali mengunjungi jiwa-jiwa yang hilang, di sini telah tumbuh luka-luka jadi kehidupan.

Pekanbaru, 2004

Kalau Aku Mati

Seandainya ada yang harus kucatat di dinding hatimu, mungkin hanya desah doa yang mampu kugariskan. Seandainya ada yang mesti kualirkan di rongga darahmu, mungkin hanya sisa ingatan yang bisa kukirimkan.

Rawatlah segalanya saat aku berlayar menuju keabadian. Sebab setiap kita pasti bersua lagi di dalam mimpi yang merapat di dermaga baka.

Pekanbaru 2004

Malam Menggali Kuburan di Dadaku

Setiap kali kulihat gerimis runtuh dari mataMu, lalu  selalu tumbuh di dadaku. Dan ombak-ombak menggelombangkan risau, membangun malam dari deru nafasMu. Dan bayangmu berhembus mengabuti para pelayar.

Dan setiap gerimis runtuh lagi dari mataMu, serpih-serpihnya selalu beterbangan jadi api, membakar perahu-perahu. Pantai, dermaga, dan semenanjung melayang jadi abu, seperti melukis malam kematian di rongga paruku. Maka, setiap kali kuhayati gerimis yang runtuh dari mataMu, malam seperti menggali kuburan di dadaku.

Pekanbaru, 2004

Rumah

Sudah selapuk rindumu rumah itu. Dingin dan lembab yang mengalir dari matamu, melukiskan sunyi pada dindingnya.

Ketika kau berkunjung membawa rindu, lantainya sudah berlubang-lubang digali luka. Nafasmu tersentak. Kau berlari ke halaman, tapi pekarangan sudah usang.

Tak ada lagi taman, juga bunga-bunga untuk dipetik sebagai kenangan dan sejarah. Sejauh apa kita telah mengembara?

Pekanbaru, 2004

* Puisi-puisi ini pernah terbit di Harian Riau Mandiri, 27 Februari 2005


Bagikan:

Baca Juga:

  • Syair-syair Panda MT Siallagan
      Doa yang PatahAku melukis sajadah di matamu, tapi tak selesai. Warna-warna doaku gagal gagal membaca arus yang menderas dari situ. Sembahyangku…
  • Di Depan Pintu Kematian
    Sajak-sajak Panda MT Siallagan NerakaKatamu:"Aku telah melemparkan kulitku jadi tanah. Kutanam mataku setelah kutugal dengan tulang-belulang. Tub…
  • Rindu yang Tumbuh dalam Gerimis
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Rindu yang Tumbuh dalam Gerimis Akhirnya gerimis merimba juga di hatiku yang berkabut. Derai rambutmu menjadi samar …
  • Dari Manuskrip Luka
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan  Ilustrasi. Memaknai Dua MusimDari kemarau yang parau, selalu kita berangkatkan harap menjemput hujan. …
  • Menyetubuhi Sunyi, Pada Suatu Hujan
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Ilustrasi. Menyetubuhi SunyiSunyi yang mengepung usia, ia susuri. Ia datang padamu mengendarai lelah sambil terus m…
  • Sebab Tubuhmu Bau Surga di Jantungku
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Ilustrasi. Di Jalan, Doaku Remuk Digilas Langkah-langkah Kaki Karena debu, deru dan asap dari cerobong kapitalism…
  • Aku Masuk ke Hatimu yang Bersalju
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Ilustrasi. Tanah Kami Tak Mungkin Kembali Kami ikhlaskan juga tanah itu dibelah-belah, sebab kami lelah memeta…
  • Puisi-puisi Panda MT Siallagan
    Penyair dan HujanKarena aku penyair,bahasa adalah tanahSeperti hujan,kuhempaskan tubuhku tanpa ragudi wajah bahasa.Karena aku tahu, tanah sangat …

0 komentar:

Posting Komentar