19 November 2016

Pomparan Guru Tatea Bulan Marga Pasaribu Kerasukan di Batu Hobon


Batu Hobon tampak terbelah.
SolupL - Delegasi 4 Marga Guru Tatea Bulan meninjau Batu Hobon di Dusun Arsam, Desa Sari Marrihit, Kecamatan Sianjur Mulamula, Samosir, Selasa (15/11/2016).

Kunjungan itu terkait dengan heboh pemberitaan di media sosial tentang terbelahnya Batu Hobon. Delegasi rumpun marga Parsadaan Pomparan Guru Tatea Bulan (PP-GTB) yang khusus datang dari berbagai daerah meninjau lokasi itu, baik dari Medan, Tarutung, Tapteng, Siantar-Simalungun dan dari daerah lain.

Dalam kunjungan itu, rombongan menyempatkan diri melakukan doa bersama di lokasi Batu Hobon. Saat itulah terjadi sesuatu yang gaib. Usai doa bersama yang dipimpin Datu Saur Pasaribu, seorang peserta dari Sibolga bernama Sabar Barita Pasaribu mendadak kerasukan atau trans (bukan kesurupan) setelah jatuh lunglai dengan posisi dan gerakan tubuh seperti orang cacat (tuna daksa), yang mengingatkan peserta delegasi akan salah satu keturunan (putra sulung) Guru Tatea Bulan atau cucu pertama Si Raja Batak, yang lahir kembar tujuh cacat tanpa tangan dan tanpa kaki, yaitu Si Raja Uti atau Raja Si Gumeleng Geleng.

Sabar Pasaribu, yang diduga kerasukan arwah 'Raja Dolok Na Timbo' (istilah lain dari sebutan penguasa gunung Pusuk Buhit di seberang lokasi Batu Hobon), baru tampak tenang setelah dipakaikan seperangkat alas duduk tikar pandan, baju kurung putih, kain sarung, balutan kepala (gedar) tiga warna, dan tujuh batang rokok yang disulut (dinyalakan) ke mulutnya sekaligus. Tak lama kemudian, Sabar Pasaribu bicara dengan suara lain yang bukan suaranya.

"Didia hamuna angka pinomparhu? Unang pasombu disursari ugasan on.... (Di mana kalian para keturunanku, jangan biarkan dirusak benda-benda berharga ini..." kata suara 'orang lain' melalui Sabar Pasaribu.

Dia kemudian memanggil satu persatu para keturunannya, merangkul dan membisikkan sesuatu dengan gerakan khusus kepada ND Malau dan Enni Martalena Pasaribu. Suasana kerasukan itu sempat membuat Datu Saur Pasaribu tersentak sehingga sempat bersahut-sahutan dengan suara membahana.

"Gerakan orang kemasukan (kerasukan) itu persis gerakan Si Raja Uti, yang cuma bisa ber guling-guling dengan tubuhnya yang kecil dan cacat, sehingga dijuluki Raja Gumeleng Geleng. Cuma terus terang, aku agak sedih karena tidak ikut dipannggil 'ompung' itu," ujar RS Limbong sebagaimana dilansir hariansib.co, Selasa (15/11/2016).

Usai meninjau objek Batu Hobon, rombongan PP-GTB  kemudian menuju kantor Bupati Samosir dan langsung diterima Bupati Rapidin Simbolon didampingi Asisten I Mangihut Sinaga selaku pelaksana harian (Plh) Sekda Samosir, Kadis Tarukim Edison Pasaribu selaku Pimpro Renovasi Batu Hobon, dan Camat Sianjur Mulamula Darwin Sihombing.

"Saya sudah dengar sikap  pihak keturunan Guru Tatea Bulan atas kabar dan kondisi Batu Hobon yang disebut-sebut dirusak atau dibelah oleh pihak tertentu selama ini. Tapi hari ini saya bersyukur dengan kedatangan delegasi marga ini karena akan tahu langsung kondisi dan kasus sebenarnya karena saya sendiri sejak awal ketika pembangunan Tugu Saribu Raja di lokasi itu, sudah bilang agar peninggalan leluhur Batak itu dipelihara dan dilestarikan, baik sebagai situs budaya sebagaimana diatur UU No.11 Tahun 2010 dan Keppres 81 Tahun 2014. Tapi yang jelas, semua pihak di kalangan keturunan Guru Tatea Bulan ini sebaiknya kompak dan bersatulah, sehingga kita bisa meneruskan renovasi Batu Hobon itu agar tampak lebih asri dan bermanfaat bagi semua pihak, bahkan bagi masyarakat luas," ujar Bupati di hadapan para delegasi. (bbs/int)

BACA JUGA: BATU HOBON TERNYATA TERBELAH SENDIRI, GAIB DAN AJAIB

Bagikan:

0 komentar:

Posting Komentar