29 November 2015

Amsal Dangau


Puisi-puisi Panda MT Siallagan

Amsal Dangau

Ricik air membingkai subuh. Maka keran yang patah di sudut lukisan itu selamanya berteriak tentang kota yang hancur, tentang rindu yang tawar di pematang sawah dan kebun. Petani berkemas, menyiang tikus dari rumpun padi, sebab tak sesiapa terwahyu mengusir mimpi dari tumpukan gabah, tak sesiapa mampu memanggil pipit jadi budak. Dalam gigil subuh, kokok ayam menggali lubang jangkrik. Bunga mekar menjemur luka.

Ilustrasi.
Mati

lewat lengang yang mengaliri kamar
derita mengirim bayangmu ke lorong tidurku
wajahmu mengapung di atas gelap
matamu merangkai lengang jadi kepingan usia
dan mimpiku saling berkejaran dengan rasa takut
sebab kealpaan jasadmu selalu membawa keranda
kita tidur diselimuti kematian

Pekanbaru, 2003
Amsal Lidah

Kapan kita bernyanyi lagi, tanyamu sembari meraut lidah. Sebab lama memang kicau burung sumbang ditiup kemarau, hilang kuasa mengayun mimpi di benak anak-anak. Aku ragu bersiul, sebab pagi sangat jauh. Sementara sulap kian tajam diasah kata, mendustai puisi. Malam getir tanpa suaramu. Aku pura-pura jadi nyamuk, berdendang tentang tungkai para lelaki penakik getah di tubuhmu. Kutahu: darahmu sudah mahir menyanyikan lenguh. Jejak ular menganga di jantungmu. Lagu-lagu padam.

Medan, April 2010

Sajak Rindu

rindu bertunas lagi
di musim sepi
luka mengelopak
memekarkan sakit
maka di hatikutaman pun berdarah
bunga-bunga tumbang
mengakhiri mimpi kumbang
akukah yang kehilangan itu?

musim sepi kian panjang
luka beranak-pinak
taman makin berdarah
di dalam hatiku
ditikami bayangmu

Pekanbaru, 2005

Belajar Sujud

butir air dari ujung daun
jatuh ke mata yang tengadah
menggambar wajahMu di antara gerimis
pohon sekeliling masjid setia
seperti Kau menantiku merampungkan resah

tapi hujan yang mengaris-garis udara
menautkan tanah dan langit dalam dingin
tak jua membentuk jalan
udara cuma sembab
butir-butir air terhisap muasal
bagaimana kutemui Kau di ruang senyap itu?

Pematangsiantar, Agustus 2007
Bagikan:

Baca Juga:

  • Meruncing Diraut Airmata
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Setelah Bambu Meruncing Lagi Diraut Airmata a/ setelah bambu-bambu itu meruncing lagi diraut airmata, kami menugal ta…
  • Ketika Anak Petani Berdoa
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Ketika Anak Petani Berdoa Ketika anak petani itu berdoa, ia tahu lidah dan perutnya telah lama jadi tua, setua d…
  • Rapsodi Melayu
    Sajak-sajak Panda MT Siallagan Rapsodi Melayu Lancang kuning, berlayar malam, berlayar malam... Kenangan menyeret mimpi, melarung hati, merangkum …
  • Syair-syair Panda MT Siallagan
    Silsilah Duduklah, kata pohon Sungai menghilir, menjejak dingin Di sini embun menoreh akar, melubangi batu. Antara sakit dan lupa, Hutan berkicau, s…
  • Puisi-puisi Panda MT Siallagan
    Tragedi Sambal atau cabe giling mencatat luka batu di rongga mulut, lidah, tenggorokan dan usus. Maka senantiasa lambung meradang, ganjil memina…
  • Puisi-puisi Panda MT Siallagan
    Legenda Api mendesis kepada tanah, meminjam bara jantung padoha. Seketika motif-motif berguguran dari langit, membakar tanduk kerbau di ruma-ruma b…
  • Tarian Sunyi
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Tarian Sunyi selalu kami mengukir gemuruh doa-doa jadi lorong sunyi di rongga darah. sembahyang kami menajam, melesa…
  • Menjinjing Riuh Kota
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan  Tualang Pernah kita sepakat mengembara ke arah berbeda. Serupa sungai, kau dan dirimu mengalir menuju samu…

0 komentar:

Posting Komentar