18 September 2016

Senja Perjamuan


Puisi-puisi Panda MT Siallagan

Ilustrasi.

Jejak Penuh Duri


Kau meninggalkannya, bersembunyi di padang-padang yang memecah tubuhmu jadi bayang-bayang kelam. Jejakmu menajam jadi duri-duri, dan peluhmu berceceran jadi sihir-sihir hitam, memahat-mahat dendam, menyihir amarah jadi panah, merasuki udara.

Tapi ia menghirupnya sebagai tikaman cinta yang menuntunnya selalu menujumu, menyusulmu dengan terhuyung-huyung, terbatuk-batuk. Datang kepadamu dengan kaki yang memuntahkan darah, sebab cintanya telah terjerat dalam nafasmu, sebab bersetia adalah kemenangan.

Dan kau tahu, di sepanjang mimpi yang penuh genangan darah itu, ia mengibadahi doa-doa dengan huruf-huruf namamu, agar airmata dan darahnya terberkati, agar iblis-iblis di tubuhmu tak membunuhmu.
Pekanbaru, 2004


Ketika Pulang

karena aku letih,
kota ini membara
hiruk-pikuk dan warna-warna
menyulut peluh
jadi api
jadi bara
menjalar menjilati gang-gang
menjulur malahap jalan-jalan
berkibar menelan gedung-gedung
dan asap dari tingkap dan atap
dari cerobong pabrik yang luka
dari knalpot-knalpot perbudakan
memuntahkan takdir jadi ratapan
antara deru dan lengkingnya
doaku terbakar
airmata tergelar
jadi pintu
menuju kematian
simpang dan ruang meraung
mengibadahi duka

karena aku letih,
kota ini membara
tak jadi arang tapi jadi ular
merayapi sudut, menjuluri ruang
saat aku pulang
jalan-jalan telah lengang

Pekbanbaru, 2004

Melukis Matamu

Aku melukis matamu jadi sajadah, agar mentari menyinariku berselancar, berkejaran dengan ombak yang menggeloa karena doa-doa.

Aku melukis matamu jadi sajadah, agar mentari menyinariku berselancar, menaklukkan gelombang di laut kegelapan.

Tomok, 24 April 2004


Senja Perjamuan

Senja yang rapuh itu, aku tiba di kotamu dengan dada menyala. Peluh di tubuhku menderas, mengalirkan dongeng tentang matahari yang menyalakan api puisi selama mengembara menujumu.

"Aku letih," kataku dengan suara berasap. Asap yang kau tatap seperti kabut meruap dari pebukitan kampungmu. Kau menggigil, sebab angin lembah-lembah bertempur di tubuhmu.

Saat kau mendesiskan doa dan rindu, nafasmu memetir, peluhku menggelombang-gelombang disulut debar.

Tiba-tiba petir menyambar, semak-semak di tubuh kita terbakar. Dalam abu, kita menanami kebun.

Pematangsiantar, 2004
Bagikan:

Baca Juga:

  • Di Depan Pintu Kematian
    Sajak-sajak Panda MT Siallagan NerakaKatamu:"Aku telah melemparkan kulitku jadi tanah. Kutanam mataku setelah kutugal dengan tulang-belulang. Tub…
  • Menyetubuhi Sunyi, Pada Suatu Hujan
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Ilustrasi. Menyetubuhi SunyiSunyi yang mengepung usia, ia susuri. Ia datang padamu mengendarai lelah sambil terus m…
  • Puisi-puisi Panda MT Siallagan
    Penyair dan HujanKarena aku penyair,bahasa adalah tanahSeperti hujan,kuhempaskan tubuhku tanpa ragudi wajah bahasa.Karena aku tahu, tanah sangat …
  • Syair-syair Panda MT Siallagan
    Ilustrasi. Melayat Puisi Sebuah kabar dibisikkan, menyusup lembut ke telinga, menusuk perih ke liang jantung: tentang ari-ari di tepi dangau, su…
  • Malam Menggali Kuburan di Dadaku
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan   Ilustrasi. Jangan TanyaJangan tanya mengapa pohon-pohon selalu menghijau di hatiku, padahal akar yang merammb…
  • Saat Mengenangmu dengan Mantera-mantera
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Ilustrasi. Menjenguk Godot Tiga ikan lele, dinamai seperti ini: tanah, udara dan langit Tanah untuk darah, udara…
  • Aku Masuk ke Hatimu yang Bersalju
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Ilustrasi. Tanah Kami Tak Mungkin Kembali Kami ikhlaskan juga tanah itu dibelah-belah, sebab kami lelah memeta…
  • Doa-doa Kepada Mulajadi Na Bolon
    Puisi-puisi Panda MT Siallagan Jampi Sekali ingin kembali pada takdir semula jadi Bangun amat pagi, merapal jampi pada Mulajadi. Di lembah semedi…

0 komentar:

Posting Komentar