03 September 2016

Marsege, Keterampilan Khas Wanita Batak yang Pudar


Zaman dulu, masyarakat Batak belum mengenal mesin atau pabrik penggilingan padi. Untuk memisahkan beras dari kulit (sekam), maka padi atau gabah harus ditumbuk di dalam alat yang disebut losung (lesung) dan andalu (alu).
Aktivitas marsege dilakukan seorang ibu. (Foto/int)
Tentu saja, padi yang ditumbuk harus terlebih dahulu dijemur hingga benar-benar kering. Padi yang kurang kering akan menyebabkan beras pecah atau sulit terpisah dari kulitnya ketika ditumbuk. Proses menumbuk ini disebut manduda. Duda dalam bahasa Batak berarti tumbuk, dengan demikian manduda adalah menumbuk.

Demikianlah, setelah padi ditumbuk dan beras terpisah dari sekam, proses selanjutnya adalah menampi. Alat yang digunakan adalah tampi, yang biasanya berbentuk bujur sangkar atau lingkaran, yang dianyam dari bilah-bilah bambu. Dalam masyarakat Batak, tampi ini disebut sege-sege atau anduri. Dan pekerjaan menampi disebut marsege, atau sering juga disebut mamiar atau mamiari.

Dalam proses marsege, gabah yang sudah ditumbuk dimasukkan ke atas tampi, lalu digerakkan dengan pola atas-bawah. Sederhananya, tumbukan gabah dilambungkan (diayun) ke atas, lalu beras terhempas lagi ke permukaan tampi. Saat itulah ampas sekam padi terbuang dari tampi karena perbedaan berat jenis. Beras utuh tetap berada dalam tampi, sementara sisa-sisa sekam terbuang atas bantuan dorongan angin yang muncul dari gerakan sege-sege.

Tak sampai di situ, proses marsege masih terus berlanjut. Setelah sekam terbuang, proses selanjutnya adalah memisahkan beras dengan monis atau menir (beras-beras halus yang pecah saat proses menumbuk). Di sini, diperlukan keahlian atau keterampilan khusus. Gerakannya penuh trik menyerupai tarian, sehingga menir terkumpul di ujung tampi dan selanjutnya, dengan gerakan khusus juga, menir dilemparkan keluar dari tampi. Menir ini kemudian masih dibersihkan untuk dipergunakan. Lazim juga menir ini dimasak jadi campuran sayur daun ubi tumbuk, rasanya sangat lembut dan enak.

Setelah zaman pabrik penggilingan padi mulai masuk ke desa-desa, aktivitas marsege memang masih tetap berlangsung, sebab hasil mesin gilingan padi pada awal-awal belum bersih secara sempurna, masih terdapat sekam-sekam kecil atau menir menyatu dengan beras. Barulah kemudian setelah teknologi makin canggih, beras dari penggilingan padi bisa langsung dimasak, cukup dengan mencuci sekilas maka sisa-sisa sekam terbuang bersama air cucian. Belakangan, beras dalam bentuk kemasan karung sudah sangat bersih. Dengan demikian, aktivitas marsege pun perlahan-lahan hilang.

Hilangnya aktivitas marsege ini juga mengubur banyak kisah dan rangkaian kreativitas. Misalnya, perajin lesung dengan sendirinya juga perlahan hilang. Hal yang sama terjadi pada perajin tampi atau anduri. Dengan berkurangnya aktivitas marsege, maka tingkat kebutuhan akan tampi semakin berkurang dan hilang.

Kemajuan zaman dan perkembangan tekonologi memang harus dihadapi dan diikuti untuk kemudahan-kemudahan hidup. Tapi kemampuan-kemampuan khas ini ada baiknya dirawat agar tidak punah secara total. Paling tidak, ia akan abadi sebagai catatan atau aktivitas historis. Kekayaan tradisi ini harus tersalur ke generasi baru sebagai pengetahuan bahwa pada masa yang jauh, manusia memiliki kreativitas khusus menjalani hidupnya. Demikianlah, semoga bermanfaat. Horas...! (Panda MT Siallagan)

Bagikan:

0 komentar:

Posting Komentar