Wartawan adalah sebuah profesi. Oleh karena ia profesi, maka harus dijalankan secara profesional. Sama seperti profesi lainnya, wartawan juga memiliki standar kompetensi. Dan untuk mencapai kompetensi itu, wartawan harus mengikuti uji kompetensi.
Untuk mengetahui lebih jelas standar kompetensi itu, berikut disajikan Peraturan Dewan Pers tentang hal itu. Peraturan ini saya catat ulang dari buku berjudul Pedoman Uji Kompetensi Wartawan, Penerapan Standar Kompetensi Wartwan, yang diterbitkan oleh Lembaga Pers Dr. Soetomo atas dukungan Yayasan Tifa.
PERATURAN DEWAN PERS Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010 Tentang STANDAR KOMPETENSI WARTAWAN
DEWAN PERS,
Menimbang:
a. Bahwa diperlukan standar untuk dapat menilai profesionalitas wartawan;
b. Bahwa belum terdapat standar kompetensi wartawan yang dapat digunakan oleh masyarakat pers;
c. Bahwa hasil rumusan Hari Pers Nasional tahun 2007 antara lain mendesak agar Dewan Pers segera memfasilitas perumusan standar kompetensi wartawan;
d. Bahwa demi kelancaran tugas dan fungsi Dewan Pers dan untuk memenuhi permintaan perusahaan pers, organisasi wartawan dan masyarakat pers maka Dewan Pers mengeluarkan Peraturan tentang Standar Kompetensi Wartawan.
Mengingat:
1. Pasal 15 ayat (2) huruf F Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;2. Keputusan Presiden Nomor 7/M Tahun 2007 tanggal 9 Februari 2007, tentang Keanggotaan Dewan Pers periode tahun 2006-2009;
3. Peraturan Dewan Pers Nomor 3/Peraturan-DP/III/2008 tentang Standar Organisasi Perusahaan Pers;
4. Peraturan Dewan Pers Nomor 7/Peraturan-DP/III/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 04/SK-DP/III/2006 tentang Standar Organisasi Wartawan;
5. Pertemuan pengesahan Standar Kompetensi Wartawan yang dihadiri oleh organisasi pers, perusahaan pers organisasi wartawan, dan masyarakat pers serta Dewan Pers pada hari Selasa, 26 Januari 2010, di Jakarta;
6. Keputusan Sidang Pleno Dewan Pers pada hari Selasa tanggal 2 Februari 2010 di Jakarta.
MEMUTUSKAN
Menetapkan: Peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan.
Pertama: Mengesahkan Standar Kompetensi Wartawan sebagaimana terlampir.Kedua: Peraturan Dewan Pers ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 2 Februari 2010
Ketua Dewan Pers,
ttd
Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA
Bagian I
Pendahuluan
A. Umum
Menjadi wartawan merupakan hak asasi seluruh warga negara. Tidak ada ketentuan yang membatasi hak seseorang untuk menjadi wartawan. Pekerjaan wartawan sendiri sangat berhubungan dengan kepentingan publik karena wartawan adalah bidan sejarah, pengawal kebenaran dan keadilan, pemuka pendapat, pelindung hak-hak pribadi masyarakat, musuh penjahat kemanusiaan seperti koruptor dan politisi busuk.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya wartawan harus memiliki standar kompentensi yang memadai dan disepakati oleh masyarakat pers. Standar kompetensi ini menjadi alat ukur profesionalitas wartawan.
Standar kompetensi wartawan (SKW) diperlukan untuk melindungi kepentingan publik dan hak pribadi masyarakat. Standar ini juga untuk menjaga kehormatan pekerjaan wartawan dan bukan untuk membatasi hak asasi warga negara menjadi wartawan.
Kompetensi wartawan pertama-pertama berkaitan dengan kemampuan intelektual dan pengetahuan umum. Di dalam kompetensi wartawan melekat pemahaman tentang pentingnya kemerdekaan berkomunikasi, berbangsa, dan bernegara yang demokratis.
Kompetensi wartawan meliputi kemampuan memahami etika dan hukum pers, konsepsi berita, penyusunan dan penyuntingan berita, serta bahasa. Dalam hal yang terakhir ini juga menyangkut kemahiran melakukannya, seperti juga kemampuan yang bersifat teknis sebagai wartawan profesional, yaitu mencari, memperoleh, menyimpan, memiliki, mengolah, serta membuat dan menyiarkan berita.
Untuk mencapai standar kompetensi, seorang wartawan harus mengikuti uji kompetensi yang dilakukan oleh lembaga yang telah diverifikasi Dewan Pers, yaitu perusahaan pers, organisasi wartawan, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan jurnalistik. Wartawan yang belum mengikuti uji kompetensi dinilai belum memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi ini.
B. Pengertian
Standar adalah patokan baku yang menjadi pegangan ukuran dan dasar. Standar juga berarti model bagi karakter unggulan.
Kompetensi adalah kemampuan tertentu yang menggambarkan tingkatan khusus menyangkut kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan.
Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik berupa mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran lainnya.
Kompetensi wartawan adalah kemampuan wartawan untuk memahami, menguasai, dan menegakkan profesi jurnalistik atau kewartawanan serta kewenangan untuk menentukan (memutuskan) sesuatu di bidang kewartawanan. Hal itu menyangkut kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan.
Standar kompetensi wartawan adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan/keahlian, dan sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas kewartawanan.
C. Tujuan Standar Kompetensi Wartawan
1. Meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan.
2. Menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan pers.
3. Menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik.
4. Menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi khusus penghasil karya intelektual.
5. Menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan.
6. Menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers.
D. Model dan Kategori Kompetensi
Dalam rumusan kompetensi wartawan ini digunakan model dan kategori kompetensi, yaitu:
- Kesadaran (awareness): mencakup kesadaran tentang etika dan hukum, kepekaan jurnalistik, serta pentingnya jejaring dan lobi.
- Pengetahuan (knowledge): mencakup teori dan prinsip jurnalistik, pengetahuan umum, dan pengetahuan khusus
- Keterampilan (skills): mencakup kegiatan 6M (mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi), serta melakukan riset/investigasi, analisis/prediksi, serta menggunakan alat dan teknologi informasi.
Kompetensi wartawan yang dirumuskan ini merupakan hal-hal mendasar yang harus dipahami, dimiliki, dan dikuasai oleh seorang wartawan. Kompetensi wartawan Indonesia yang dibutuhkan saat ini adalah sebagai berikut:
1. Kesadaran (awareness)
Dalam melaksanakan pekerjaannya wartawan dituntut menyadari norma-norma etika dan ketentuan hukum. Garis besar kompetensi kesadaran wartawan yang diperlukan bagi peningkatan kinerja dan profesionalisme wartawan adalah:
1.1 Kesadaran Etika dan Hukum
Kesadaran akan etika sangat penting dalam profesi kewartawanan, sehingga setiap langkah wartawan, termasuk dalam mengambil keputusan untuk menulis atau menyiarkan masalah atau peristiwa, akan selalu dilandasi pertimbangan yang matang. Kesadaran etika juga akan memudahkan wartawan dalam mengetahui dan menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan seperti melakukan plagiat atau menerima imbalan. Dengan kesadaran ini wartawan pun akan tepat dalam menentukan kelayakan berita atau menjaga kerahasiaan sumber.
Kurangnya kesadaran pada etika dapat berakibat serius berupa ketiadaan petunjuk moral, sesuatu yang dengan tegas mengarahkan dan memandu pada nilai-nilai dan prinsip yang harus dipegang. Kekurangan kesadaran juga dapat menyebabkan wartawan gagal dalam melaksanakan fungsinya.
Wartawan yang menyiarkan informasi tanpa arah berarti gagal menjalankan perannya untuk menyebarkan kebenaran suatu masalah dan peristiwa. Tanpa kemampuan menerapkan etika, wartawan rentan terhadap kesalahan dan dapat memunculkan persoalan yang berakibat tersiarnya informasi yang tidak akurat dan bias, menyentuh privasi, atau tidak menghargai sumber berita. Pada akhirnya hal itu menyebabkan kerja jurnalistik yang buruk.
Untuk menghindari hal–hal di atas wartawan wajib:
a. Memiliki integritas, tegas dalam prinsip, dan kuat dalam nilai. Dalam melaksanakan misinya wartawan harus beretika, memiliki tekad untuk berpegang pada standar jurnalistik yang tinggi, dan memiliki tanggung jawab.
b. Melayani kepentingan publik, mengingatkan yang berkuasa agar bertanggung jawab, dan menyuarakan yang tak bersuara agar didengar pendapatnya.
c. Berani dalam keyakinan, independen, mempertanyakan otoritas, dan menghargai perbedaan.
Wartawan harus terus meningkatkan kompetensi etikanya, karena wartawan yang terus melakukan hal itu akan lebih siap dalam menghadapi situasi yang pelik. Untuk meningkatkan kompetensi etika, wartawan perlu mendalami Kode Etik Jurnalistik dan kode etik organisasi wartawan masing-masing.
Sebagai pelengkap pemahaman etika, wartawan dituntut untuk memahami dan sadar ketentuan hukum yang terkait dengan kerja jurnalistik. Pemahaman tentang hal ini pun perlu terus ditingkatkan. Wartawan wajib menyerap dan memahami Undang-Undang Pers, menjaga kehormatan, dan melindungi hak-haknya.
Wartawan juga perlu tahu hal-hal mengenai penghinaan, pelanggaran terhadap privasi, dan berbagai ketentuan dengan narasumber (seperti off the record, sumber-sumber yang tak mau disebut namanya/confidential sources).
Kompetensi hukum menuntut penghargaan pada hukum, batas-batas hukum, dan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat dan berani untuk memenuhi kepentingan publik dan menjaga demokrasi.
1.2 Kepekaan Jurnalistik
Kepekaan jurnalistik adalah naluri dan sikap diri wartawan dalam memahami, menangkap, dan mengungkap informasi tertentu yang bisa dikembangkan menjadi suatu karya jurnalistik.
1.3 Jejaring dan Lobi
Wartawan yang dalam tugasnya mengemban kebebasan pers sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat harus sadar, kenal, dan memerlukan jejaring dan lobi yang seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya, sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya, akurat, terkini, dan komprehensif serta mendukung pelaksanaan profesi wartawan. Hal-hal di atas dapat dilakukan dengan:
a. Membangun jejaring dengan narasumber;
b. Membina relasi;
c. Memanfaatkan akses;
d. Menambah dan memperbarui basis data relasi;
e. Menjaga sikap profesional dan integritas sebagai wartawan.
2. Pengetahuan (knowledge)
Wartawan dituntut untuk memiliki teori dan prinsip jurnalistik, pengetahuan umum, serta pengetahuan khusus. Wartawan juga perlu mengetahui berbagai perkembangan informasi mutakhir bidangnya.
2.1 Pengetahuan umum
Pengetahuan umum mencakup pengetahuan umum dasar tentang berbagai masalah seperti sosial, budaya, politik, hukum, sejarah, dan ekonomi. Wartawan dituntut untuk terus menambah pengetahuan agar mampu mengikuti dinamika sosial dan kemudian menyajikan informasi yang bermanfaat bagi khalayak.
2.2 Pengetahuan khusus
Pengetahuan khusus mencakup pengetahuan yang berkaitan dengan bidang liputan. Pengetahuan ini diperlukan agar liputan dan karya jurnalistik spesifik seorang wartawan lebih bermutu.
2.3 Pengetahuan teori dan prinsip jurnalistik
Pengetahuan teori dan prinsip jurnalistik mencakup pengetahuan tentang teori dan prinsip jurnalistik dan komunikasi. Memahami teori jurnalistik dan komunikasi penting bagi wartawan dalam menjalankan profesinya.
3. Keterampilan (skills)
Wartawan mutlak menguasai keterampilan jurnalistik seperti teknik menulis, teknik mewawancara, dan teknik menyunting. Selain itu, wartawan juga harus mampu melakukan riset, investigasi, analisis, dan penentuan arah pemberitaan serta terampil menggunakan alat kerjanya termasuk teknologi informasi.
3.1. Keterampilan peliputan (enam M). Keterampilan peliputan mencakup keterampilan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi. Format dan gaya peliputan terkait dengan medium dan khalayaknya.
3.2. Keterampilan menggunakan alat dan teknologi informasi.Keterampilan menggunakan alat mencakup keterampilan menggunakan semua peralatan termasuk teknologi informasi yang dibutuhkan untuk menunjang profesinya.
3.3. Keterampilan riset dan investigasi. Keterampilan riset dan investigasi mencakup kemampuan menggunakan sumber-sumber referensi dan data yang tersedia; serta keterampilan melacak dan memverifikasi informasi dari berbagai sumber.
3.4. Keterampilan analisis dan arah pemberitaan.Keterampilan analisis dan penentuan arah pemberitaan mencakup kemampuan mengumpulkan, membaca, dan menyaring fakta dan data kemudian mencari hubungan berbagai fakta dan data tersebut. Pada akhirnya wartawan dapat memberikan penilaian atau arah perkembangan dari suatu berita.
E. Kompetensi Kunci
Kompetensi kunci merupakan kemampuan yang harus dimiliki wartawan untuk mencapai kinerja yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan tugas pada unit kompetensi tertentu. Kompetensi kunci terdiri dari 11 (sebelas) kategori kemampuan, yaitu:
1. Memahami dan menaati etika jurnalistik;
2. Mengidentifikasi masalah terkait yang memiliki nilai berita;
3. Membangun dan memelihara jejaring dan lobi;
4. Menguasai bahasa;
5. Mengumpulkan dan menganalisis informasi (fakta dan data) dan informasi bahan berita;
6. Menyajikan berita;
7. Menyunting berita;
8. Merancang rubrik atau kanal halaman pemberitaan dan atau slot program pemberitaan;
9. Manajemen redaksi;
10. Menentukan kebijakan dan arah pemberitaan;
11. Menggunakan peralatan teknologi pemberitaan.
F. Lembaga Penguji Kompetensi
Lembaga yang dapat melaksanakan uji kompetensi wartawan adalah:
1. Perguruan tinggi yang memiliki program studi komunikasi/jurnalistik,
2. Lembaga pendidikan kewartawanan,
3. Perusahaan pers, dan
4. Organisasi wartawan.
Lembaga tersebut harus memenuhi kriteria Dewan Pers.
G. Ujian Kompetensi
1. Peserta yang dapat menjalani uji kompetensi adalah wartawan.
2. Wartawan yang belum berhasil dalam uji kompetensi dapat mengulang pada kesempatan ujian berikutnya di lembaga-lembaga penguji kompetensi.
3. Sengketa antarlembaga penguji atas hasil uji kompetensi wartawan, diselesaikan dan diputuskan oleh Dewan Pers.
4. Setelah menjalani jenjang kompetensi wartawan muda sekurang-kurangnya tiga tahun, yang bersangkutan berhak mengikuti uji kompetensi wartawan madya.
5. Setelah menjalani jenjang kompetensi wartawan madya sekurang-kurangnya dua tahun, yang bersangkutan berhak mengikuti uji kompetensi wartawan utama.
6. Sertifikat kompetensi berlaku sepanjang pemegang sertifikat tetap menjalankan tugas jurnalistik.
7. Wartawan pemegang sertifikat kompetensi yang tidak menjalankan tugas jurnalistik minimal selama dua tahun berturut-turut, jika akan kembali menjalankan tugas jurnalistik, diakui berada di jenjang kompetensi terakhir.
8. Hasil uji kompetensi ialah kompeten atau belum kompeten.
9. Perangkat uji kompetensi terdapat di Bagian III Standar Kompetensi Wartawan ini dan wajib digunakan oleh lembaga penguji saat melakukan uji kompetensi terhadap wartawan.
10. Soal ujian kompetensi disiapkan oleh lembaga penguji dengan mengacu ke perangkat uji kompetensi.
11. Wartawan dinilai kompeten jika memperoleh hasil minimal 70 dari skala penilaian 10–100.
H. Lembaga Sertifikasi Profesi
Lembaga penguji menentukan kelulusan wartawan dalam uji kompetensi dan Dewan Pers mengesahkan kelulusan uji kompetensi tersebut.
1. Pemimpin Redaksi
Pemimpin redaksi menempati posisi strategis dalam perusahaan pers dan dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat profesionalitas pers. Oleh karena itu, pemimpin redaksi haruslah yang telah berada dalam jenjang kompetensi wartawan utama dan memiliki pengalaman yang memadai. Kendati demikian, tidak boleh ada ketentuan yang bersifat diskriminatif dan melawan pertumbuhan alamiah yang menghalangi seseorang menjadi pemimpin redaksi.
Wartawan yang dapat menjadi pemimpin redaksi ialah mereka yang telah memiliki kompetensi wartawan utama dan pengalaman kerja sebagai wartawan minimal 5 (lima) tahun.
J. Penanggung Jawab
Sesuai dengan UU Pers, yang dimaksud dengan penanggung jawab adalah penanggung jawab perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi. Dalam posisi itu penanggung jawab dianggap bertanggung jawab terhadap keseluruhan proses dan hasil produksi serta konsekuensi hukum perusahaannya. Oleh karena itu, penanggung jawab harus memiliki pengalaman dan kompetensi wartawan setara pemimpin redaksi.
K. Tokoh Pers
Tokoh-tokoh pers nasional yang reputasi dan karyanya sudah diakui oleh masyarakat pers dan telah berusia 50 tahun saat standar kompetensi wartawan ini diberlakukan dapat ditetapkan telah memiliki kompetensi wartawan. Penetapan ini dilakukan oleh Dewan Pers.
L. Lain-lain
Selambat-lambatnya dua tahun sejak diberlakukannya Standar Kompetensi Wartawan ini, perusahaan pers dan organisasi wartawan yang telah dinyatakan lulus verifikasi oleh Dewan Pers sebagai lembaga penguji Standar Kompetensi Wartawan harus menentukan jenjang kompetensi para wartawan di perusahaan atau organisasinya.
Perubahan Standar Kompetensi Wartawan dilakukan oleh masyarakat pers dan difasilitasi oleh Dewan Pers.
***