24 Juli 2016

Jenis-jenis Sastra Batak Toba


SolupL - Salah satu tonggak kebudayaan suatu bangsa adalah sastra. Dan sastra suatu bangsa tidak lahir begitu saja, melainkan melalui proses panjang dan bersumber dari peleburan sastra-sastra lokal. Sastra Indonesia, misalnya, terbentuk dari sastra-sastra nusantara, sehingga muncul gaya ucap yang beragam.

Salah satu jenis ulos Toba. 
Batak, salah satu puak kultural di Indonesia, juga memiliki sastra yang oleh sastrawan-sastrawan telah banyak dieksplorasi. Pada Sitor Situmorang, misalnya, mitos dan kisah-kisah lisan Batak banyak berperan mendukung sejarah kesastrawanannya.

Sebagaimana diketahui, sastra berasal dari bahasa sanskerta, yaitu kata shastra. Secara harafiah dapat diartikan sebagai teks yang mengandung hikmah atau pedoman. Menurut sejumlah ahli, sastra adalah bahasa ungkap yang imajinatif atas berbagai sisi kehidupan manusia.

Secara sederhana, sastra adalah karya lisan atau tulisan yang orisinal, indah dan memiliki arti. Di zaman modern, karya sastra yang dikenal luas adalah novel, cerita pendek (cerpen), syair, pantun, naksah drama, lukisan aksara (kaligrafi). Tapi di masa yang lebih tua, ada tradisi lisan berupa cerita-cerita rakyat atau dongeng-dongeng.

Dalam khasanah kebudayaan Batak, kita mengenal beragam karya sastra yaitu umpama, umpasa, torsa-torsa (turi-turian), andung-andung, jagar-jagar ni hata, dan hata pangganti. Batak dalam konteks tulisan ini adalah Batak Toba. Tentu, dalam kebudayaan sub-sub Batak lain seperti Karo, Simalungun, Mandailing dan Pakpak, juga terdapat bentuk-bentuk kesusasteraan, yang pada genre tertentu sering memiliki pertalian atau persamaan.

1. Umpasa dan Umpama

Sekilas, umpama atau umpasa tampak sama. Tapi sesungguhnya, ada perbedaan mendasar soal isi dan substansi. Umpasa bisa dikatakan menyerupai pantun dalam kebudayan melayu. Umpasa inilah yang banyak digunakan raja-raja parhata (protokoler atau MC, bahasa kerennya) dalam setiap acara-acara adat Batak.

Sedangkan umpama, meskipun sering juga digunakan dalam acara-acara adat, tapi dalam keseharian ia bisa berdiri sendiri sebagai perumpamaan atau semacam 'qoetes', semacam petuah, semacam pedoman, semacam kata-kata bijak. Contoh: ganjang pe ni dungdung ni tangan, ganjangan dope nidungdung ni roha (jauh jangkauan tangan, tapi lebih jauh jangkauan jiwa).

2. Torsa-torsa atau Turi-turian

Torsa-torsa atau turi-turian dapat dikatakan sebagai cerita, legenda, atau barita-barita yang dikenal dalam kebudayaan Batak. Turi-turian ini juga beragam. Ada yang bernilai historis (terkait kesejarahan), ada yang berbentuk mitos atau mite (misalnya cerita tentang Mulajadi Na Bolon).

Ada juga yang berbau mistik (misalnya cerita Batu Hobon dan Sigale-gale), ada yang bersifat dongeng (misalnya asal mula terjadinya Danau Toba), dan ada juga kisah-kisah indah penghibur jiwa (misalnya kisah romantis Si Tapi Mombang Haomason).

3. Andung-andung

Andung-andung adalah ratapan atau tangisan yang dinyanyikan ketika seseorang meninggal. Jadi tidak hanya tangisan biasa. Dulu, ketika kecil, saya masih sempat menikmati andung-andung ini. Andung-andung ini berisi kisah-kisah tentang mendiang yang disampaikan dengan bahasa disertai kisah-kisah indah. Di dalam andung-andung, kadang tercakup juga umpama, umpasa, kata-kata ibarat dan ajaran-ajaran.

4. Jagar Hata

Jagar hata adalah bentuk sapaan atau ujaran hormat yang ditujukan orang, benda, atau hal-hal lain dalam konteks kegiatan adat. Misalnya, kaum bapak disebut amanta raja, kaum ibu disebut inanta soripada, sirih disebut napuran sirumata bulung, ikan disebut dekke sitio-tio dan lain-lain.

5. Hata Pangganti

Salah satu keunggulan sastra batak adalah hata pangganti (kata pengganti), semacam frasa atau peribahasa. Dan saya kira, Bahasa Indonesia tak akan pernah bisa menggambarkan secara tepat frasa-fraaa ini. Misalnya, si gotil monis untuk menyatakan orang pelit, si gaor dodak untuk menyebut orang yang suka berkelahi, na marsangkot bulung untuk menyatakan orang miskin, na juang di langit untuk menyatakan orang/tokoh terkenal.

Coba bayangkan, bagaimana mengganti peribahasa-peribahasa itu ke dalam Bahasa Indonesia? Apakah penjumput menir, pengaduk dedak, berpakaian daun, petarung di langit? Entahlah. Dan sesungguhnya, kekayaan sastra Batak tiada tandingan sesungguhnya, hanya saja generasi baru tak lagi peduli.

Demikianlah, semoga bermanfaat, kurang lebihnya mohon maaf, bisa didiskusikan, seperti kata pepatah, asa horus na lobi, asa gok na longa. Horas jala gabe! (Panda MT Siallagan) ***
Bagikan:

0 komentar:

Posting Komentar