08 Agustus 2016

Banyak Wanita Batak 'Rusak' Karena Facebook


Di tengah gempuran teknologi, menarik membahas fenomena wanita Batak terutama di jejaring sosial bernama Facebook. Bagaimana wanita Batak mengekspresikan diri lewat Facebook? Kita saksikan, banyak perilaku mereka sudah bertentangan dengan adat-istiadat dan nilai-nilai moral yang berlaku dalam tatanan masyarakat Batak, terutama nilai-nilai filosofis dalihan na tolu.


Namun ada juga wanita Batak yang memanfaatkan Facebook sebagai media pergulatan eksistensial menghadapi zaman modern, yang mau tak mau memang harus diikuti dan dipahamkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, ketidakpedulian pada modernisasi juga menyebabkan tanggapan minus dari pihak lain: kolot dan tidak keren.

Dulu perempuan Batak dididik dengan tata krama yang kuat dan penuh sopan santun. Duduk-duduk di depan rumah saja dianggap tabu sebab bisa dinilai 'genit' dan sengaja menampang-nampangkan diri. Jika bicara dengan orang lain, terutama kaum pria, wanita Batak akan dinilai jelek jika suaranya keras dan tutur katanya tidak sopan, apalagi tertawa keras. Jika ada tamu, ia tidak boleh duduk sembarangan dan harus segera mengenakan kain sarung yang dililitkan di pinggang. Betap angunnya. Betapa bermartabatnya.

Di lingkungan keluarga besar, misalnya, perempuan Batak tidak bisa duduk sembarangan di hadapan mertua. Apalagi ada ipar atau besan, mereka harus menjaga dan saling menghormati. Bahkan bercanda dengan besan juga dianggap tabu, apalagi dilakukan berduaan. Itu memalukan. Seorang adik juga tidak bisa sembarangan bicara kepada kakak, baik yang seibu-sebapa maupun dalam konteks klan (parmargaan) secara umum. Marga yang dianggap sebagai klan tertua, harus dihormati dalam relasi sosial sehari-hari.

Perempuan Batak juga dianggap tabu jika bicara tentang hal-hal private (pribadi) dengan saudara lelakinya (ibotona). Hal-hal privat itu misalnya tentang urusan perasaan antara perempuan dan laki-laki. Tapi zaman kini, seorang perempuan sudah lumrah bicara (curhat) tentang pacarnya kepada abang atau adiknya yang lelaki. Orang yang terdidik dengan tatakrama semacam itu, akan merasa malu jika menemukan hal-hal seperti ini.

Sekarang mari kita saksikan wanita Batak versi Facebook, wanita modern dan keren yang akrab dengan teknologi itu. Banyak perempuan Batak di Facebook yang tidak lagi memiliki tatakrama ketika bicara dan bersikap. Itu terlihat dari ucapan-ucapan yang kita kenal dengan nama status. Aib keluarga kadang-kadang ditulis. Sedikit konflik dengan orangtua ditulis. Berkelahi dengan suami ditulis. Tidak punya uang ditulis. Bentrok dengan teman ditulis, bahkan terkadang dengan kata-kata yang tak pantas, penuh penghinaan, penuh nada menyerang dan menuding. Seolah tidak ada lagi rasa malu. Seolah tak ada lagi tanggungjawab menjaga harga diri dan martabat keluarga.

Hal lain yang sungguh memprihatinkan, banyak perempuan Batak di Facebook sengaja menampang-nampang wajah, tubuh, bahkan aurat yang bisa mengundang maksiat. Suka memamerkan foto dengan bibir penuh gincu, bahkan sering dimonyong-monyongkan. Suka mengupload pose-pose erotis, seperti menonjolkan bagian-bagian tubuh tertentu dengan busana mutakhir. Bahkan merasa bangga jika fotonya yang beraroma maksiat itu dikomentari dan dipuja-puji, yang kita tahu puja-puji itu juga datang dari pria-pria yang sudah rontok secara moral.

Padahal, adakalanya dalam pertemanan di Facebook itu ada abang/adik semarga (ito), ada mertua, ada ipar, bahkan ada kakek/nenek (oppung) berdasarkan garis marga/silsilah. Sedih dan ngeri berpikir: mau jadi apa kelak generasi baru ini?

Selain pamer raga, perempuan Batak juga sering menggunakan Facebook sebagai ajang pamer harta, menunjukkan tas-tas mahal miliknya, menunjukkan perabot-perabot mewah di rumahnya, atau menunjukkan kehebatan-kehebatan lain yang sifatnya pribadi dan tak penting bagi khalayak.

Itu satu sisi. Tentu ada sisi lain yang patut diteladani, itulah perempuan-perempuan Batak yang bijak menggunakan Facebook. Mereka tetap ambil bagian dalam medsos itu sebagai keikutsertaan menghayati teknologi dan kemajuan zaman. Mereka adalah perempuan yang berupaya menyebarkan kebaikan lewat kata-kata bermakna, berbagi informasi yang berguna bagi kehidupan, dan tetap mempertahankan tutur kata yang santun sesuai adat dalihan na tolu. Meski sebagai manusia, terkadang ingin juga menonjolkan diri sebagai dorongan manusiawi, mereka tetap berusaha santun dan berusaha jadi sosok yang menginspirasi.

Silahkan nilai, Anda perempuan yang mana? Saudara perempuan Anda masuk kelompok mana? Dan barangkali, ada yang bertanya, kenapa hanya mempersoalkan perempuan? Lalu lelaki Batak bagaimana? Kurang lebih sama, hanya saja lelaki selalu dianggap benar. Perempuanlah yang selalu menanggungkan penderitaan lebih atas sebuah kesalahan dan oleh karena itu perempuan harus lebih berdaya dengan integritas dan nilai-nilai moral yang kita miliki. Demikianlah. Maulite. Horas....! (Panda MT Siallagan)
 
Bagikan:

0 komentar:

Posting Komentar