28 Agustus 2016

Mike Mohede, Harga Rokok dan Olimpiade


Sebulan terakhir, Indonesia diguncang tiga peristiwa sedih, sensasional dan penuh mimpi: Mike Mohede, wacana harga rokok, dan Olimpiade 2016.

Ilustrasi.
Meninggalnya Michael Prabawa Mohede atau akrab disapa Mike Mohede, terasa sangat mengejutkan. Paling tidak, ada dua hal yang menyebabkan kematian penyanyi penuh talenta yang dicintai publik itu menjadi topik trending. Pertama, usianya masih sangat muda, ia menghembuskan nafas terakhir pada usia 32 tahun, pada Minggu 31 Juli 2016 yang kelabu itu. Kedua, Mike meninggal pada saat tidur, tidak dalam kondisi sedang sakit.

Maka, riuh pulalah pertanyaan dan pernyataan, Mike korban serangan jantung. Dan pembahasan tentang penyakit jantung pun riuh pula lewat artikel-artikel di medsos dan media-media digital. Ringkasnya, kematian jantung mendadak memang bisa terjadi pada orang berusia muda.

Menurut sejumlah referensi, ada beberapa penyebab kematian mendadak pada orang usia muda, antara lain penebalan otot jantung (hypertrophic cardiomyopathy), kelainan arteri koroner dan peradangan di dalam jantung (long QT syndrom). Intinya, semua penyebab ini menyebabkan penyumbatan yang mengakibatkan jantung gagal memompa darah.

Memang, penyakit jantung disebut-sebut sebagai salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Sayangnya, banyak orang tak sadar memiliki masalah jantung hingga muncul serangan. Sebab gejalanya sering kali tidak muncul sehingga banyak orang tak sadar ada masalah pada jantungnya.

Mengapa orang bisa terkena penyakit jantung? Para ahli mengatakan, masalah jantung bisa disebabkan oleh kelainan bawaan, genetik, dan gaya hidup yang tidak sehat.

Dan, risiko yang dapat meningkatkan penyakit jantung antara lain merokok, minum alkohol, berat badan berlebih atau obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol, stres, penyumbatan aliran pernapasan, hingga kurang aktif bergerak.

Nyata disebutkan, rokok menjadi salah satu faktor risiko. Nah, tidakkah sebaiknya kita berterimakasih atas wacana pemerintah menaikkan harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus?

Kita tahu, wacana itu sangat heboh, penuh pro dan kontra, bahkan mendapatkan pembahasan lebih dari porsi yang kita duga. Wajar, sebab jumlah perokok aktif di Indonesia sangat tinggi. Orang yang menggantungkan hidupnya dari rokok, mulai dari pengusaha, distributor, pedagang, buruh pabrik, petani tembakau dll, juga sangat besar jumlahnya, sehingga isu kenaikan harga rokok pun melambung tinggi. Pembahasan menyebar sesuai konteks kehidupan masing-masing, tak terkecuali perokok.

Perokok berat yang bisa menghabiskan 3-4 bungkus sehari, tentulah merinding dan ngeri membayangkan harga itu. Mereka juga pasti ngeri membayangkan upaya apa yang akan dilakukan agar bisa berhenti merokok? Apakah harus mengasosiasikan diri sebagai orang yang sudah terkena gejala serangan jantung?

Sebab, sebuah sumber sangat jelas mengutip Anhari Achadi bahwa tujuan dari wacana kenaikan cukai rokok hingga dua kali lipat atau menjadi Rp50 ribu per bungkus, bertujuan untuk menyelamatkan generasi muda dari berbagai macam penyakit.

Anhari menyebutkan, banyak penyakit yang disebabkan oleh rokok, seperti diabetes, serangan jantung, impotensi dan lainnya yang menyebabkan generasi muda ke depannya tidak lagi produktif dan tidak sehat.

"Merokok menyebabkan terganggunya kesehatan, saya ingin mengingatkan tujuan bukan saat ini, tetapi masa yang akan datang. Kalau tidak, kita akan memiliki generasi yang sakit-sakitan, kita tidak memiliki penduduk yang produktif dan berkualitas, kita ingin generasi ke depan sehat, produktif dan bisa berperan pada pembangunan bangsa," ujar Anhari dalam acara Polemik Radio Sindo Trijaya Network di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu 27 Agustus 2016.

Soal dalih dan motif ekonomi nasional, biarlah tuan-tuan di kabinet itu yang membahasnya. Pertanyaannya, apakah generasi muda Indonesia tidak produktif karena memang disebabkan rokok? Apakah merosotnya prestasi atlet-atlet kita di ajang-ajang internasional juga berkaitan dengan rokok? Apakah produktivitas generasi muda bisa semena-mena dikukur dengan budaya rokok dan merokok?

Entahlah! Yang pasti, perolehan medali kontingen kita di Olimpiade 2016 sungguh jauh dari harapan. Dan pada sejumlah atlet, rokok memang kenyataan yang menyakitkan. Saya banyak tahu anak-anak berusia muda yang bercita-cita jadi atlet, tekun latihan, mimpi sangat tinggi, tapi setiap kali selesai bertanding atau latihan, mereka langsung mencari rokok. Bahkan pemain sepakbola lokal konon ada yang merokok di ruang ganti. Bagaimana mau berprestasi?

Baiklah, mari bertekad: SELAMATKAN JANTUNG MASING-MASING, selamatkan Indonesia. (Panda MT Siallagan) ***
Bagikan:

0 komentar:

Posting Komentar