23 Agustus 2016

Mengenang Gagasan-gagasan Indah RA Kartini


Kebesaran RA Kartini ada pada gagasan-gagasannya. Dia patut dikagumi karena sesungguhnya ia tidak hanya bicara tentang hak-hak dan pembebasan kaum perempuan. Lebih luas dari itu, ia bicara tentang banyak hal menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk soal narkoba yang saat ini sudah sangat meresahkan. Dan ide-idenya itu sungguh melampui zaman sehingga masih relevan dijadikan pedoman untuk generasi kini.


Berikut beberapa pemikiran Kartini dikutip dari buku Habis Gelap Terbitlah Terang karya Armin Pane (Cetakan Kedua Tahun 2938). Gagasan-gagasan ini, jika dihayati dan dipedomani, niscaya akan lahir sebuah kehidupan masyarakat yang indah sebagaimana dicita-citakannya itu:

1. Di negeri saya ini adakah suatu kutuk, lebih jahat lagi daripada minuman keras itu? Candu! Alangkah sengsaranya negeri bangsaku oleh benda laknat itu, tiada dapat dikatakan. Candu itu penyakit sampar pulau Jawa. Bahkan lebih ganas dari sampar itu. Dan benar juga kata orang; candu itu tiada jahat, selama ada uang pembelinya, sedang badan sudah menjadi hamba madat, maka sangat berbahayalah orang itu, celakalah dia! Oleh perut lapar orang jadi pencuri, tapi oleh tagih akan candu orang menjadi pembunuh. Kata orang di sini: Mula-mulanya madat itu jadi nikmat bagi engkau. Dan perkataan itu sungguh-sungguh benar! (Surat kepada Nona Zeehandelaar, 25 Mei 1899).

2. Benarkah agama itu restu bagi manusia? Tanyaku kerap kali kepada diriku sendiri, dengan bimbang hati. Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyakkah dosa diperbuat orang atas nama agama itu? (Surat kepada Nona Zehandelaar, 18 November 1899).

3. Ya, Stella, aku tahu, bahwa di Eropah pun keadaan kesusilaan laki-laki amat buruk jua. Serta dengan kau, aku mengatakan segala puji kepada anak muda yang menjauhi adat kebiasaan yang sudah berkarat, dan godaan itu, aiblah bagi gadis masa sekarang, dengan sadarnya mengikuti laki-laki yang hidup cemar. (Surat kepada Nona Zehandelaar, 23 Agustus 1900).

4. Kadang-kadang, alangkah sukarnya memastikan di mana pangkal kejahatan. Jikalau dipikirkan dalam-dalam, yang baik dan yang jahat tiada kelihatan batas antaranya. (Surat kepada Nona Zehandelaar, 20 Mei 1901).

5. Setia, ialah kata bersahaja, tetapi alangkah besar dan dalam maksudnya! Lebih daripada cinta; kerapkali, akan menepati janji setia, haruslah hati lebih teguh lagi. Aduhai, hati yang berdebar di bawah warna biru itu, tetap dapat menjunjung dia, dan yang warna semboyannya ada kami pakai, dia yang bernama: setia. (Surat kepada Nyonya bendanon, 8-9 Agustus 1901).

6. Bila aku jadi guru pada sekolah yang jadi tempat tumpangan murid, sekali haruslah aku sehari-harian bergaul memelihara anak-anak itu, pada malam haripun ya, hingga larut malam tiadalah aku akan bebas, karena anak-anak itu dipercayakan kepadaku. Beratlah kewajiban orang yang jadi kepercayaan, besar pulalah pertanggungannya. (Surat kepada Nyonya Abendanon, 30 September 1901).

7. Salah satu daripada cita-cita yang hendak kusebarkan ialah: hormatilah segala yang hidup, baik tidak terpaksa baikpun karena terpaksa, haruslah juga segan menyakiti mahluk lain, sedikitpun jangan sampai menyakitinya. (Surat kepada Nyonya Abendanon, 30 September 1901).

8. Alangkah bahagianya laki-laki, bila perempuannya bukan saja menjadi pengurus rumah tangganya, ibu anak-anaknya saja, melainkan juga jadi sahabatnya, yang menaruh minat akan pekerjaannya itu. Hal yang sedemikian itu tentulah berharga benar bagi kaum laki-laki, yaitu bila dia bukan orang yang picik pemandangannya dan angkuh. (Surat kepada Tuan Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1901).

9. Bila kita menaruh kasih sayang, wajiblah kita bergirang hati benar dan mengucapkan syukur, bila kekasih kita itu banyak-banyak kasih yang dilimpahkannya, maupun yang diterimanya, bukan? Bila kita menaruh kasih sayang, harapan kita yang sebesar-besarnya, ialah supaya kekasih kita itu berbahagia. Dan berbahagialah orang yang banyak menarih kasih sayang, dan yang banyak dikasihi orang. (Surat kepada Nyonya Abendanon, 21 November 1902).

10. Kerap kali saya berseru kepada orang lain, "Janganlah berputus asa, dan jangan menyesali untung, janganlah hilang kepercayaan hidup. Kesengsaraan itu membawa nikmat. Tak ada yang terjadi berlawanan dengan Rasa Kasih. Yang hari ini serasa kutuk, besoknya ternyata rahmat. Cobaan itu adalah usaha pendidikan Tuhan." (Surat kepada Nyonya Abendanon, 4 Juli 1903).

Itulah beberapa nukilan surat RA. Kartini yang saya kutipkan agar kiranya bisa dibaca generasi baru yang belum pernah membaca buku-buku berisi surat-surat Kartini. Dan lebih dari itu, kutipan-kutipan itu saya pikir sangat indah dan masih sangat kuat relevensinya dengan kehidupan masa sekarang. (Panda MT Siallagan)***

Bagikan:

0 komentar:

Posting Komentar