Tersebutlah pada zaman dahulu kala seorang raja bernama Raja Bona Ni Onan, memperistrikan Boru Pasaribu. Mereka memiliki seorang putri, yang lahir dengan wajah cacat. Raja tidak senang melihat kondisi putrinya seperti itu, sehingga ia meninggalkan istri dan putrinya, mengembara dari satu tempat ke tempat lain.
Ilustrasi |
Suatu hari, Boru Pasaribu dan putrinya pergi ke hutan bernama Hutan Sulusulu untuk mencari kayu. Di tengah jalan, Boru Pasaribu menangis tersedu-sedu dan berkata: "Wahai suamiku Raja Bona Ni Onan, sungguh benarkah kasih sayangmu sudah hilang kepada kami? Sedikit kabar saja tak pernah kau kirimkan kepada kami? Tapi ada Ompu Mulajadi Na Bolon yang sayang kepada kami. Biarlah Mula Jadi Na Bolon jadi teman kami," katanya sambil menangis.
Setelah rampung mengambil kayu di Hutan Sulusulu, Boru Pasaribu beranjak ke sungai yang ada di hutan itu untuk mandi. Pada saat itulah dia terkejut karena seorang pria berparas sangat tampan muncul dari langit dan berkata kepada Boru Pasaribu.
"Tak usah engkau bersedih lagi. Bagimu akan lahir seorang putra yang bijak dan perkasa, dan ia akan menjadi raja yang dihormati dan panutan semua orang di daerah ini," ujar pria tampan itu, lalu menghilang.
Boru Pasaribu dan putrinya tercengang menyaksikan peristiwa gaib itu. Dan ketika mereka pulang ke kampung, peristiwa itu mereka ceritakan kepada semua orang.
Setelah beberapa lama, benarlah kejadian itu. Boru Pasaribu mengandung. Kabar itu sampai ke Raja Bona Ni Onan dan membuatnya murka, sebab ia berpikir bahwa istrinya telah berbuat serong dan bercampur dengan pria lain. Meskipun ada niatnya kembali, tapi setelah mendengar berita itu, ia memutuskan tidak akan kembali dan pergi meninggalkan istri dan putrinya. Dia hidup di desa yang lain.
Setelah kandungan Boru Pasaribu berusia 10 bulan, dia berkeinginan menikmati ikan naniura dan minum air jeruk purut. Dia kemudian menyuruh putrinya menemui Raja Bona Ni Onan dan menyampaikan keinginan ibunya dan agar sudi kiranya Raja Bona Ni Onan menyiapkan makanan tersebut. Tapi Raja Bona Ni Onan tidak peduli, malah berkata kepada putrinya: "Kepada laki-laki itulah suruh ibumu meminta keinginannya."
Pedih hati Boru Pasaribu mendengar jawaban suaminya. Tapi dia tidak langsung menyerah, disuruhnya lagi putrinya untuk kedua kali menyampaikan hal itu. Tapi Raja Bona Ni Onan tetap menolak.
Setelah pupus harapan mendapatkan makanan itu dari suaminya, Boru Pasaribu menyuruh putrinya menemui tulang atau pamannya pihak marga Pasaribu. Saudaranya itu berwelas kasih, maka disiapkanlah makanan sebagaimana diinginkan Boru Pasaribu, dan akhirnya kesampaianlah hasrat Boru Pasaribu menikmati makanan tersebut.
Ketika Boru Pasaribu merasa bahwa waktunya akan tiba melahirkan, dia memberitahukan hal itu kepada seluruh orang. "Saudara sekampung sekalian, malam ini akan datang topan yang sangat dasyat, yang bisa merontokkan pohon dan rumah-rumah. Supaya rumah kalian tidak roboh, tolong kalian buat tonggak penyanggah dari batang sanggar (sejenis rumput liar, pen). Kalau hal itu tidak kalian lakukan, maka rumah kalian akan hancur."
Banyak orang mempercayai perkataaan Boru Pasaribu, tapi banyak juga yang tidak percaya sebab bagaimana mungkin batang rumputan bisa menahan rumah dari terpaan topan.
Dan malam hari itu juga terjadilah angin topan yang sangat kencang. Pohon-pohon dan rumah milik orang yang tidak mempercayai perkataan Boru Pasaribu, tumbang dan roboh. Tapi rumah yang disanggah sesuai saran Boru Pasaribu, aman dan tetap berdiri seperti semula. Pada malam berbadai itulah Boru Pasaribu melahirkan seorang anak.
Setelah anak tersebut berusia 7 tahun, Boru Pasaribu mengajak anaknya menemaninya ke Hutan Sulusulu mengambil kayu. Ketika dia asyik mencari kayu, Boru Pasaribu merasa tanah bergoyang seolah-olah gempa bumi sedang terjadi. Dia mengarahkan pandang untuk mencari tahu penyeban bumi bergoyang, dan dilihatnya anaknya memanjat dan bermain-main di atas pohon. Dilihatnya anaknya itu bergelantungan di dahan sebuah pohon dengan kaki menjepit dahan, sementara kepalanya terulur ke bawah. Lalu Boru Pasaribu berkata, "Turunlah kau, anakku!"
Si anak lalu turun, dan goyangan bumi itupun berhenti. Tapi keesokan harinya, peristiwa mengerikan terjadi di kampung itu. Ketika orang-orang bangun dan mulai melakukan aktivitas, mereka menyaksikan keanehan luar biasa di areal persawahan penduduk. Seluruh tanaman padi tampak terbalik. Akarnya ke atas, bulirnya ke bawah.
"Ada apa ini, mengapa begini, dosa apa yang kita perbuat?" begitulah para penduduk bergumam dengan rasa takut dan kebingungan menyaksikan kegaiban itu. (bersambung/***)
Baca: Kisah Mistis Kelahiran Sisingamangaraja I (Bagian-2)
Mantap, mari mampir
BalasHapus